Liputan6.com, Jakarta Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad mengatakan bahwa negaranya harus mempertimbangkan mematok Ringgit Malaysia (MYR) yang kian melemah terhadap dolar, mengulangi kebijakan yang ia terapkan saat Krisis Keuangan Asia pada akhir tahun 1990an.
"Ini (Ringgit Malaysia) adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan," ungkap Mahathir, dikutip dari Free Malaysia Today, Kamis (2/11/2023)
Baca Juga
Dilaporkan, Ringgit Malaysia memasuki daftar mata uang dengan kinerja terburuk di negara-negara berkembang di Asia tahun ini, merosot hampir 8 persen terhadap greenback dolar Amerika Serikat.
Advertisement
Nilai tukar Ringgit merosot menjadi hampir 4,8 per USD pada bulan lalu, yang merupakan tingkat terlemah sejak Januari 1998 atau 25 tahun lalu.
Mata uang tersebut diprediksi akan kembali merosot hingga 5 persen ke rekor terendah, kata Mahathir dalam sebuah wawancara di kantornya di Putrajaya.
"Bayangkan saja dampaknya terhadap biaya hidup Anda," ujarnya, seraya menambahkan bahwa mematok Ringgit juga akan membantu meringankan tekanan inflasi.
Aset-aset Malaysia mengalami penurunan tahun ini karena melonjaknya suku bunga AS yang menyedot dana kembali ke negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Bank Negara Malaysia (BNM) telah mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 3% sejak bulan Juli, menempatkan indeks tersebut pada rekor diskon hingga batas atas acuan Federal Reserve.
Pada saat yang sama, pertumbuhan yang melambat di Tiongkok, mitra dagang terbesar Malaysia, telah membebani ekspor negara tersebut.
Gubernur Bank Negara Malaysia Abdul Rasheed Ghaffour pekan lalu menyarakan bahwa para pengambil kebijakan tetap berkomitmen untuk memastikan penyesuaian Ringgit secara tertib. "Kami telah berada di pasar, dan jika diperlukan, kami akan terus berada di pasar," ucap Abdul.
Â
Gagasan Mahathir Mohamad
Sejauh ini, BNM belum memberikan komentar mengenai potensi patokan ringgit.
Mahathir mengatakan dia telah melontarkan gagasan untuk mematok kembali Ringgit ke bank sentral ketika dia kembali sebagai perdana menteri.
"Mereka bilang: ‘Tidak, itu tidak bisa dilakukan karena secara internasional salah, menetapkan nilai tukar itu salah’," ujarnya.
Advertisement
Ringgit Malaysia Ambrol, Nyaris Sentuh Level Terendah Sejak 1998
Selain Rupiah, Ringgit Malaysia kini menjadi salah satu mata uang di Asia Tenggara yang mengalami pelemahan.
Mengutip Bloomberg, Selasa (31/10/2023) Ringgit Malaysia telah berada di dekat level terlemahnya sejak tahun 1998, jatuh hampir 8 persen terhadap dolar Amerika Serikat (USD) tahun ini.
Pekan lalu, Ringgit Malaysia turun menjadi 4,7958 per dolar AS, menandai nilai terlemah dalam lebih dari 25 tahun.
Penembusan titik terendah tahun 1998 di 4,8850 per dolar akan membawanya ke rekor terendah.
Investor Ringgit Malaysia kini berharap bank sentral negara tersebut akan mengambil tindakan untuk mendukung Ringgit.
Hal ini membuat keputusan kebijakan Bank Negara Malaysia (BNM) pada hari Kamis menjadi fokus, terutama setelah bank sentral Indonesia (BI) dan Filipina baru-baru ini menaikkan suku bunga untuk mendukung mata uang mereka.
Meskipun Bloomberg Economics memperkirakan tidak ada perubahan dalam suku bunga kebijakan BNM, beberapa analis memperkirakan bank sentral akan mengumumkan langkah-langkah lain untuk menyelematkan Ringgit.
"Mungkin ada beberapa kebingungan yang menunjukkan bahwa BNM mewaspadai pergerakan Ringgit yang menyimpang terlalu jauh dari fundamental dan bersifat spekulatif," kata Vishnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank Ltd di Singapura.
BNM juga diprediksi dapat memberlakukan beberapa batasan sementara pada posisi valas, dan insentif untuk memarkir deposit valas dan investasi masuk, katanya.
Suku Bunga BNM
Sejak bulan Juli 2023, BNM telah mempertahankan suku bunga utama sebesar 3 persen. Langkah ini menempatkannya pada rekor diskon relatif terhadap batas atas suku bunga Fed Funds, yang membuatnya kurang menarik bagi investor berbasis dolar untuk membeli aset-aset dalam mata Ringgit.
"(Bagi Malaysia) sejumlah faktor mendukung penahanan tersebut, termasuk inflasi yang kembali mendekati rata-rata jangka panjang," menurut Tamara Henderson, ekonom Asia Tenggara di Bloomberg Economics.
"Kenaikan suku bunga tidak akan mengubah sentimen Ringgit. Namun, hal ini akan menambah hambatan pertumbuhan akibat kebijakan fiskal (Malaysia) yang lebih ketat dan melemahnya permintaan global," tambah dia.
Namun, dengan nilai Ringgit yang mendekati titik terendah sepanjang masa, kenaikan suku bunga tidak dapat dikesampingkan, kata Henderson.
United Overseas Bank mengatakan dalam sebuah catatan bahwa kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin tidak akan cukup untuk menutup kesenjangan suku bunga dengan AS dan meningkatkan kepercayaan terhadap Ringgit, dengan perbedaan kebijakan saat ini sebesar 250 basis poin.
BNM sendiri sementara itu telah menjaga ketat likuiditas dengan menjual surat utang untuk mendukung mata uang dan suku bunga antar bank negara tersebut telah meningkat ke level tertinggi sejak Februari.
Gubernur BNM Abdul Rasheed Ghaffour, pekan lalu mengatakan bahwa pihaknya tetap berkomitmen untuk memastikan penyesuaian ringgit secara tertib dan bisnis terus difasilitasi.
Advertisement