Sukses

USD Melemah Usai The Fed Tahan Suku Bunga, Rupiah Diramal Menguat ke 15.890

Rupiah ditutup menguat 80 point dalam penutupan pasar sore ini.

Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat (USD) melemah hari ini pada Kamis, 2 November 2023.

USD melemah ketika The Fed mempertahankan suku bunganya seperti yang diperkirakan banyak analis.

Ketua The Fed Jerome Powell memberikan nada yang tidak terlalu hawkish dibandingkan ekspektasi pasar. Ia mengakui bahwa kondisi moneter telah mengalami pengetatan secara substansial dalam beberapa bulan terakhir.

"Pasar menganggap hal tersebut sebagai lampu hijau untuk tetap berpegang pada peluang di bawah 20 persen bahwa suku bunga akan naik pada bulan Desember. Imbal hasil Treasury sepuluh tahun turun 20 basis poin dari level tertinggi pada hari Rabu, ekuitas menguat dan mata uang yang sensitif terhadap risiko menguat," kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis dikutip Kamis (2/11/2023).

Lebih lanjut Ibrahim mengatakan, bahwa “para pedagang juga mendapat keyakinan bahwa suku bunga AS bisa saja mencapai puncaknya setelah data menunjukkan manufaktur AS berkontraksi tajam pada bulan Oktober, meskipun data terpisah menunjukkan pasar tenaga kerja masih tangguh, yang kemungkinan akan membuat The Fed mempertahankan suku bunga pada tingkat yang membatasi lebih lama”.

"Fokusnya kini tertuju pada data utama nonfarm payrolls, yang akan dirilis pada hari Jumat. Tanda-tanda pasar tenaga kerja yang melemah kemungkinan akan memberi The Fed lebih banyak dorongan untuk mempertahankan suku bunganya," jelasnya.

Sementara itu, di zona Euro, pasar memperkirakan hampir 90 persen kemungkinan Bank of England akan mempertahankan suku bunganya pada level tertinggi dalam 15 tahun pada hari Kamis ini, namun belum sepenuhnya memperhitungkan penurunan suku bunga hingga September 2024 – jauh setelah penurunan suku bunga diperkirakan akan dimulai di benua tersebut.

Rupiah Menguat pada 2 November 2023

Rupiah ditutup menguat 80 point dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat menguat 90 point dilevel Rp. 15.855 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.935.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 15.800- Rp. 15.890," demikian prediksi Ibrahim.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Inflasi Indonesia Oktober 2023

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia pada Oktober 2023 tercatat sebesar 2,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Inflasi kali ini menandai peningkatan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di mana inflasi tercatat sebesar 2,28 persen yoy.

BPS mengungkapkan, inflasi utamanya dipicu oleh kenaikan harga bahan pangan, termasuk cabai rawit, beras, dan bawang merah, akibat musim kemarau yang berkepanjangan karena El-Nino.

Di samping itu, inflasi Indonesia pda Oktober 2023 juga dipengaruhi oleh kenaikan harga bensin non-subsidi seiring dengan naiknya harga minyak dunia.

Sementara itu, inflasi inti melanjutkan tren penurunan tercatat sebesar 1,9 persen yoy pada Oktober 2023.

Perkembangan inflasi inti ini sejalan dengan melandainya pertumbuhan biaya input, terutama di sektor manufaktur. Pada saat yang sama, ekspansi sektor manufaktur telah menunjukkan tanda-tanda pelemahan, terlihat dari penurunan angka PMI Manufaktur yang sebesar 51,5 pada Oktober 2023, dibandingkan dengan 52,3 pada bulan sebelumnya.

3 dari 3 halaman

Perkiraan Inflasi

"Dengan perkembangan hingga Oktober 2023, laju inflasi akan terjaga di bawah tingkat 3 persen pada akhir 2023. Rendahnya inflasi dipengaruhi oleh low base effect dari penyesuaian harga BBM bersubsidi pada tahun lalu, serta dampak ringan dari El Nino terhadap harga pangan bergejolak di dalam negeri," kata Ibrahim.

"Dengan mempertimbangkan perkembangan terakhir ini, perkiraan inflasi umum akhir tahun sebesar 2,7 persen, jauh di bawah target atas Bank Indonesia," ungkapnya.

Di sisi lain, konflik geopolitik masih menimbulkan ketidakpastian dan risiko terhadap perkiraan inflasi.

Kondisi tersebut mendorong kenaikan harga minyak, yang berisiko memicu lonjakan inflasi domestik jika harga minyak global melebihi USD 120 per barel dan pemerintah harus menyesuaikan harga bahan bakar bersubsidi di dalam negeri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini