Sukses

Pengangguran di Indonesia 7,86 Juta Orang, di Kota Turun Tapi di Desa Naik

Benurut jenis kelamin dibandingkan periode yang sama tahun lalu, komposisi pengangguran laki-laki sebesar 5,42 persen atau mengalami penurunan sebanyak 0,5 persen, sedangkan pengangguran perempuan tercatat 5,15 persen atau turun 0,6 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2023 tercatat sebanyak 7,86 juta orang. Komposisi tersebut berasal dari 212,59 juta penduduk usia kerja dan 147,71 juta angkatan kerja.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, jumlah pengangguran itu turun sebanyak 560 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2023 terdapat sebanyak 7,86 juta orang pengangguran atau setara dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,32 persen. Angka ini lebih rendah 0,54 persen poin jika dibandingkan dengan Agustus 2022, namun masih relatif lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi atau Agustus 2019," kata Amalia dalam konferensi pers Pertumbuhan Ekonomi Kurtal III-2023 di Kantor BPS, Senin (6/11/2023).

Adapun Amalia melaporkan, jika dilihat menurut wilayah, terjadi penurunan pengangguran pada wilayah perkotaan. Sementara pada wilayah pedesaan terjadi peningkatan.

Sementara menurut jenis kelamin dibandingkan periode yang sama tahun lalu, komposisi pengangguran laki-laki sebesar 5,42 persen atau mengalami penurunan sebanyak 0,5 persen, sedangkan pengangguran perempuan tercatat 5,15 persen atau turun 0,6 persen.

Di samping pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tumbuh positif sepanjang periode Agustus 2022 hingga Agustus 2023, tercatat mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 4,55 juta orang.

Lebih lanjut, BPS mencatat jumlah orang bekerja saat ini mencapai 139,85 juta orang. Dari angka tersebut, sekitar 37,68 persen di antaranya berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai, lalu yang berusaha sendiri 23,03 persen dan berusaha dibantu buruh tidak tetap presentasenya sebanyak 14,15 persen.

Untuk rincian lengkapnya, BPS mencatat penduduk yang bekerja terdiri dari pekerja penuh sebanyak 96,39 juta orang, pekerja paruh waktu 34,12 juta orang, dan setengah pengangguran 9,34 juta orang.

"Peningkatan proporsi pekerja formal ini mengindikasikan keadaan ketenagakerjaan yang terus membaik, meskipun proporsinya masih lebih kecil dibandingkan kondisi sebelum pandemi," pungkasnya.

 

2 dari 3 halaman

Menaker Yakin Angka Pengangguran Bakal Turun, Gimana Caranya?

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meyakini angka pengangguran bisa turun ditengah beragamnya jenis pekerjaan baru. Lantas, bagaimana cara untuk meningkatkan serapan kerja untuk menekan angka pengangguran tersebut?

Menaker Ida menjelaskan, titik utama agar tenaga kerja bisa terserap adalah dengan penguatan kompetensinya. Hal ini perlu didukung oleh lembaga pelatihan kerja (LPK), baik yang disediakan pemerintah maupun swasta.

LPK Swasta, Balai Latihan Kerja (BLK) pemeritah, hingga BLK Komunitas dinilai perlu meningkatkan kompetensinya untuk melatih calon tenaga kerja. Dengan begitu, angka pengangguran bisa berangsur turun.

"Tentu, itu salah satunya. Kalau menurut McKinsey kan banyak jenis pekerjaan baru yang muncul. Nah jenis pekerjaan baru yang muncul itu harus disiapkan kompetensinya," kata dia di Gedung Vokasi Kemnaker, Jakarta, Minggu (15/10/2023).

3 dari 3 halaman

Pelatihan Vokasi

Dia mencatat, hingga tahun 2023, Kemnaker memiliki modalitas kelembagaan pelatihan vokasi yang terdiri dari 292 BLK Pemerintah, 2.908 LPK Swasta, 3.757 BLK Komunitas, 79 BLK LN.

Jika dihitung, secara kumulatif lembaga pelatihan kerja itu bisa punya kapasitas pelatihan vokasi nasional sebanyak 5.778.881 orang/tahun dan kapasitas sertifikasi sebanyak 8.873.200 orang/tahun.

Dia ingin ada kerja sama antara LPK pemerintah maupun LPK swasta guna mendorong penguatan tenaga kerja tadi.

"Maka, baik pendidikan maupun pelatihan vokasi harus menjawab kebutuhan pasar kerja yang sangat dinamis, kebutuhan akan jenis pekerjaan baru yang membutuhkan kompetensi baru. Itu melakukan lembaga pelatihannya pemerintah maupun lembaga pelatihan kerja swasta," beber Ida Fauziyah.

Lebih lanjut, Menaker Ida mengamini adanya ketidaksesuaian antara kemampuan (skill) tenaga kerja dan kebutuhan kompetensi tenaga kerja. Pasalnya, kebutuhan tenaga kerja saat ini makin dinamis dengan munculnya jenis-jenis pekerjaan baru.

"Diantara yang dilakukan, kita kan punya revitalisasi pendidikan dna pelatihan vokasi, itu yang menjawab itu, bagaimana output dari pendidikan maupun pelatihan vokasi itu siap masuk di pasar kerja," kata dia.

"Jadi selama ini kan terjadi mismatch ya. Output dari pendidikan ataupun pelatihan itu tidak bisa menjawab kebutuhan pasar kerja. Nah dengan revitalisasi ini kita harapkan output dari pendidikan maupun pelatihan vokasi itu bisa menjawab kebutuhan kerja itu," pungkas Ida Fauziyah.

Video Terkini