Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa devisa eksportir senilai USD 8 miliar masih tersimpan di luar negeri.
Airlangga mengatakan, pihaknya akan terus mengevaluasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
“Kita akan melakukan evaluasi terhadap DHE, karena DHE belum maksimal dalam tiga bulan ini. Kita masih bisa melihat potensi USD 8 miliar dari devisa ini masih parkir di tempat lain (luar negeri),” kata Menko Airlangga dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekomonian, Senin (6/11/2023).
Advertisement
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekspor Indonesia mengalami kontraksi sebesar 4,26 persen dan impor mengalami kontraksi 6,18 persen pada kuartal III 2023x
Terkait dengan kontraksi tersebut, Airlangga menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah terus diarahkan untuk meningkatkan ekspor-impor.
Upaya itu salah satunya dengan mengizinkan sektor manufaktur untuk dapat ekspor ke dalam lebih dari 50 persen.
"Kita juga melihat demand (ekspor-impor) relatif melemah. Oleh karena itu beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah, termasuk kebijakan dalam negeri adalah membolehkan sektor manufaktur yang biasanya ekspor bisa ke dalam 50 persen, ini direlaksasi lebih dari 50 persen,“ jelasnya.
Devisa Hasil Ekspor SDA Wajib Ditaruh di LPEI Paling Sedikit 30% Minimal 3 Bulan
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, komitmen pemerintah mendukung kebijakan hilirisasi adalah dengan merilis Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Aturan ini merupakan pembaharuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019.
Agus mengatakan, Devisa Hasil Ekspor dari Sumber Daya Alam (DHE SDA) adalah devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan SDA. Komoditas yang dikenakan wajib DHE SDA yaitu produk dari hasil barang ekspor sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan.
“Sama seperti aturan sebelumnya, dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, eksportir SDA tetap diwajibkan untuk memasukkan DHE SDA ke dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI),” jelas Agus dalam keterangan tertulis, Kamis (2/11/2023).
Namun, dalam aturan terbaru, transaksi eksportir mengalami perubahan. Bagi eksportir yang memiliki komoditas dengan nilai ekspor lebih dari USD 250.000, wajib menempatkannya pada bank khusus atau LPEI dengan jumlah paling sedikit 30% selama minimal tiga bulan.
Dalam PP Nomor 36 Tahun 2023, terdapat penambahan komoditas hilirisasi sebanyak 260 pos tarif yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023.
Penempatan nilai ekspor atas DHE SDA memiliki potensi pemanfaatan mencapai 69,5% dari total ekspor atau setara USD 203 Miliar. Sehingga, Indonesia memiliki potensi ketersediaan likuiditas valas dalam negeri melalui instrumen penempatan DHE SDA.
Agus menambahkan, jika sebelumnya eksportir hanya mendapatkan insentif pajak penghasilan dari dana DHE SDA yang ditempatkan di deposito, maka dengan PP yang baru selain insentif pajak penghasilan, ekportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik dan dapat diberikan insentif lain oleh K/L atau otoritas terkait.
“Selanjutnya, bagi eksportir yang tidak memenuhi kewajiban DHE SDA akan dikenakan sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan ekspor,” ujarnya.
Advertisement
Sudah Diberlakukan di Berbagai Negara
Saat ini, beberapa negara sudah melakukan praktik penempatan DHE SDA. Di Malaysia, eksportir diberikan kewajiban untuk menempatkan DHE ke perbankan domestik paling lambat enam bulan setelah tanggal ekspor.
Sedangkan Thailand mewajibkan devisa masuk ke perbankan domestik paling lambat satu tahun setelah transaksi ekspor dan wajib ditempatkan selama 120 hari, dan jika ditransaksikan diperlukan persetujuan dari bank komersial domestik.
Sementara itu, India memberikan jangka waktu penempatan ke rekening domestik paling lambat 9-15 bulan.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Eko S. A. Cahyanto menyampaikan, dalam kondisi perekonomian global yang cenderung melemah saat ini, penguatan cadangan devisa menjadi kebijakan yang perlu diambil. Apalagi, imbas dari perang Rusia-Ukraina yang berlarut-larut semakin mempengaruhi ekonomi global.
“Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam optimalisasi pemanfaatan SDA untuk masyarakat, melalui PP ini, pemerintah berkomitmen mendorong pembiayaan investasi dan modal kerja untuk percepatan hilirisasi sumber daya alam kemakmuran rakyat,” pungkas Eko.