Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab dipanggil Tiko mengungkap kecenderungan bisnis yang dijalankan perusahaan pelat merah. Ternyata dulunya, BUMN dinilai kurang menyentuh langsung pada hal pelayanan masyarakat.
Tiko menerangkan, dulunya, BUMN lebih banyak yang menjalankan bisnis dengan skema business-to-business (B2B) ketimbang business-to-customer (B2C). Namun, skema ini mulai berubah dalam 5 tahun terkahir.
Baca Juga
"Harus diakui bahwa BUMN di masa lalu lebih banyak yang B2B, jarang yang B2C. Jadi baru di 5 tahun terakhir ini, BUMN dan B2C bisa mulai naik kelas," ujarnya dalam Indonesia Human Capital Summit 2023, di Jakarta, ditulis Selasa (7/11/2023).
Advertisement
Tiko mencontohkan, salah satu bukti keseriusan pelayanan terlihat dari penghargaan best cabin crew in the world yang disabet Garuda Indonesia. Hal serupa juga menurutnya tidak lepas dari bisnis BUMN lainnya seperti rumah sakit hingga hotel.
"Dan ini kita lihat seperti bahkan Garuda yang memenangkan award The Best Building Crew in the World. Ini menunjukkan bahwa BUMN sudah mampu menjalankan fokus B2C-nya, termasuk sekarang di hotel, di rumah sakit," ungkapnya.
Contoh lainnya adalah aplikasi PLN Mobile yang bisa langsung melakukan interaksi. Misalnya, ketika ada pemadaman listrik, pengguna bisa langsung melayangkan komplain melalui aplikasi tersebut.
"Nah ini tentu kita dorong, bagaimana layanan-layanan seperti layanan di kereta api, kereta cepat, LRT kita perbaiki semua," kata Tiko.
"Tapi harapan kita ini juga nantinya bisa menjadi platform supaya yang B2B pun bisa menerapkan layanan yang baik," tegasnya.
Â
BUMN Pernah Saling Gugat
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkap kondisi perusahaan pelat merah yang pernah saling gugat. Hal itu disebut terjadi sebelum BUMN dibenahi Erick Thohir.
Arya mengatakan, proses pembenahan bisnis BUMN dilakukan Erick Thohir melalui sederet upaya transformasi. Ada beberapa pos yang langsung dibenahi Erick ketika menjabat Menteri BUMN mulai 2019 lalu.
"Reformasi birokrasi, itu menjadi sangat penting. Dulunya kita punya deputinya itu bsia sampai 9 atau berapa gitu ya, itu tinggal 3 kedeputian. Kemudian ada 2 wakil menteri, kemudian begitu pun yang namanya deputinya bukan lagi ke bisnis, dulu kan dia ke bisnis masing-masing ada bisnis perbankan dan sebagainya. Ini enggak," ujarnya dalam Ngopi BUMN di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Arya mengatakan, saat ini ada 3 kedeputian. Diantaranya, kedeputian bidang SDM dan Teknologi Informasi, kedeputian Manajemen Risiko, dan kedeputian Hukum.
Pada aspek hukum, anak buah Erick Thohir ini menyebut kondisi menyedihkan BUMN yang pernah saling menggugat.
"Kita lihat pada saat awal masuk ke BUMN pak Erick itu melihat bahwa masalah hukum ini banyak sekali dialamin oleh kawan-kawan BUMN. Bahkan yang lebih menyedihkan dulu adalah antar BUMN itu saling gugat, saling gugat di kejaksaan sampai di pengadilan, effort-nya terlalu besar," urainya.
Â
Advertisement
Masalah Antar-BUMN
Dia mengatakan, setelah pembenahan, masalah antar-BUMN pada aspek bisnis dilakukan di Kementerian BUMN. Khususnya pada fokus masalah yang berkaitan dengan perdata seperti utang-piutang.
"Maka, sekarang bisa praktis dikatakan gak ada lagi yang namanya BUMN saling gugat di jalur hukum. Karena semua diselesaikan di Kementerian BUMN. Kan lucu gitu antara saudara sendiri itu saling gugat gitu, dulu itu terjadi, sekarang sih udah praktis gak ada lagi, semua diselesaikan dibicarakan baik-baik, bicara soal bisnis semua pasti bisa," ungkap Arya.
"Bukan artinya masalah hukum bisa selesai, enggak, tapi karena problemnya perdata banyak, masalah aset dan sebagainya yang bisa dibicarakan atau masalah utang dan sebagainya bisa diselesaikan di sisi di meja kita gitu," imbuhnya.
Â
Proyek Berantakan
Lebih lanjut, Arya menjelaskan BUMN pada waktu itu juga menghadapi masalah di sektor manajemen risiko. Hal ini terlihat dari banyak proyek yang dinilai berantakan.
"Kemudian manajemen risiko. Karena dilihat pak Erick dulu banyak sekali risiiko-risiko aksi-aksi korporasi yang dilakukan di BUMN-BUMN itu tidak melihat faktor risikonya. Sehingga banyak proyek atau aksi korporasi yang akhirnya berantakan, gak mau dibereskan. Ataupun ada aksi korporasi yang besar yang harus dibereskan," ungkap dia.
Sebagai langkah perbaikan, saat ini di setiap BUMN diwajibkan memiliki bidang pengawasan sektor manajemen risiko. Posnya berada berdampingan dengan direktur keuangan.
"Kemudian, disamping itu, setelah itu restrukturisasi BUMN. Dari 140 sekian BUMN sekarang tinggal 40 BUMN. Itu juga perubahan besar baik itu yang namanya merger maupun holdingisasi," pungkas Arya Sinulingga.
Advertisement