Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2023 tetap tinggi sebesar USD 133,1 miliar. Meskipun tetap tinggi, angka cadangan devisa tersebut turun dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2023 sebesar USD 134,9 miliar.
Direktur Bank Indonesia Nita A. Muelgini menjelaskan, penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipasi dampak rambatan sehubungan dengan semakin meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Baca Juga
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (7/11/2023).
Advertisement
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tambah dia.
Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Devisa Hasil Ekspor USD 8 Miliar Masih Parkir di Luar Negeri
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa devisa eksportir senilai USD 8 miliar masih tersimpan di luar negeri.
Airlangga mengatakan, pihaknya akan terus mengevaluasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
“Kita akan melakukan evaluasi terhadap DHE, karena DHE belum maksimal dalam tiga bulan ini. Kita masih bisa melihat potensi USD 8 miliar dari devisa ini masih parkir di tempat lain (luar negeri),” kata Menko Airlangga dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekomonian, Senin (6/11/2023).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekspor Indonesia mengalami kontraksi sebesar 4,26 persen dan impor mengalami kontraksi 6,18 persen pada kuartal III 2023x
Terkait dengan kontraksi tersebut, Airlangga menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah terus diarahkan untuk meningkatkan ekspor-impor.
Upaya itu salah satunya dengan mengizinkan sektor manufaktur untuk dapat ekspor ke dalam lebih dari 50 persen.
"Kita juga melihat demand (ekspor-impor) relatif melemah. Oleh karena itu beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah, termasuk kebijakan dalam negeri adalah membolehkan sektor manufaktur yang biasanya ekspor bisa ke dalam 50 persen, ini direlaksasi lebih dari 50 persen,“ jelasnya.
Advertisement