Liputan6.com, Jakarta Maraknya peredaran rokok elektrik ilegal dengan pita cukai palsu telah menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha dan juga penerimaan negara. Padahal, rokok elektrik atau vape saat ini telah menjadi salah satu sumber penerimaan cukai hasil tembakau.
Bahkan, kalangan pebisnis mengestimasi kerugian dari maraknya peredaran rokok ilegal mencapai Rp18 miliar, baik produk hasil tembakau bernikotin noncair maupun produk hasil tembakau yang menggunakan nikotin cair.
Baca Juga
Sejumlah asosiasi dan pelaku usaha rokok elektrik Indonesia berkomitmen untuk melawan produk vape ilegal. Salah satu pelaku usaha rokok elektrik yang berkomitmen untuk melawan peredaran produk rokok elektrik palsu atau ilegal adalah RELX melalui Golden Shield, yakni program Anti-Illicit Trade yang terintegrasi di dalam setiap produk mereka melalui barcode yang dapat di pindai.
Advertisement
General Manager RELX Internasional di Indonesia, Yudhistira Eka Saputra mengatakan, produksi serta pemasaran vape ilegal dan bercukai palsu dapat menimbulkan ancaman kesehatan bagi konsumen hal itu disebabkan komposisi liquid pada rokok elektrik ilegal tidak melalui proses pengawasan yang ketat.
"Berdasarkan temuan, liquid rokok elektrik illegal palsu biasanya merupakan campuran antara minyak kelapa sawit, minyak goreng, alkohol, air distilasi maupun air mineral," ujarnya Selasa (7/11/2023).
"Maka dari itu, melalui Golden Shield, kami berkomitmen untuk turut serta melawan peredaran produk REL ilegal, serta mendukung langkah pemerintah melalui pemberian informasi yang dapat kami berikan guna mengembangkan strategi untuk menanggulangi peredaran produk ilegal," lanjut dia.
Yudhistira menambahkan, untuk mengurangi dampak kerugian akibat produk rokok ilegal, diperlukan edukasi kepada penjual produk rokok agar dapat membedakan pita cukai asli dan palsu.
Menurutnya, sosialisasi juga perlu dilakukan dengan masif kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mendominasi agen pemasar rokok elektrik namun masih belum memiliki pemahaman soal penyematan cukai.
Rokok Sumbang Inflasi, Industri Minta Tarif Cukai Tak Naik Tinggi
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi menyatakan kenaikan cukai rokok yang tinggi pada 2023 dapat memicu inflasi.
Besar kecilnya pengaruh rokok terhadap inflasi di suatu daerah dipengaruhi di antaranya oleh tingkat konsumsi rokok penduduk di daerah. Tingkat konsumsi ini yang lantas membedakan bobot tingkat konsumsi rokok pada penghitungan inflasi di tiap daerah. Sehingga, dampak kenaikan rokok terhadap inflasi di masing-masing daerah memang dapat berbeda-beda, tergantung perbedaan bobot pada setiap wilayah.
"Itulah sebabnya kami mengusulkan agar kenaikan cukai rokok tidak terlalu tinggi,” katanya dikutip Selasa (31/10/2023).Menurutnya, kondisi industri yang masih belum pulih membuat kenaikan cukai menjadi tidak efektif sebagai instrumen penerimaan negara. Kenaikan cukai yang tinggi justru menekan kinerja industri yang tadinya perlahan sedang membaik.
Advertisement
Tarif Cukai Rokok Naik
Sebagai informasi, kenaikan CHT pada tahun 2023 ditetapkan sebesar rata-rata 10%. Kini, pemerintah telah kembali berencana menaikkan cukai rokok dengan besaran yang sama untuk tahun 2024, berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot, dan Tembakau Iris.
"Di samping itu kenaikan yg terlalu tinggi akan mengakibatkan meningkatnya peredaran rokok ilegal," ujarnya.
Sebelumnya, Benny mengatakan GAPRINDO telah berulang kali menyampaikan kepada pemerintah agar kenaikan cukai hendaknya disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Menurutnya, persentase kenaikan tarif cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir melampaui angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kenaikan tersebut juga sudah jauh melebihi daya tahan industri rokok nasional.