Sukses

Kenaikan UMP 2024 Bakal Lebih Kecil dari Perhitungan Buruh?

Kelompok buruh menilai perhitungan kenaikan UMP 2024 masih belum sesuai perhitungan. Sehingga potensi menimbulkan kenaikan upah minimum provinsi tahun depan yang belum sesuai harapan.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok buruh menilai perhitungan kenaikan UMP 2024 masih belum sesuai perhitungan. Sehingga potensi menimbulkan kenaikan upah minimum provinsi tahun depan yang belum sesuai harapan.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, mempertanyakan komponen indeks tertentu (alfa) yang jadi perhitungan kenaikan UMP 2024, selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Indeks tertentu itu kan alfa, itu masih membingungkan, soalnya perhitungannya baru dan tidak ada sebelumnya," kata Elly kepada Liputan6.com, dikutip Jumat (10/11/2023).

Elly lantas mengibaratkan, kenaikan upah akan menggunakan formula yang pernah diatur pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Dengan rumusan, inflasi plus pertumbuhan ekonomi dikali indeks tertentu.

Sehingga, besar kecilnya UMP kelak tergantung dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi di setiap daerah, karena tidak menggunakan lagi acuan nasional. Sementara untuk menghitung Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) menggunakan inflasi tingkat provinsi, dan pertumbuhan ekonomi tingkat kabupaten/kota.

"Ini sebenarnya menjadi persoalan, ada beberapa kabupaten/kota yang inflasinya tinggi tapi ada juga yang tidak memiliki inflasi. Seharusnya untuk UMK menggunakan inflasi kabupaten/kota bagi yang memiliki inflasi, tapi bagi kabupaten/kota yang tidak memiliki inflasi baru menggunakan inflasi provinsi, bukan dibuat sama rata," paparnya.

Di sisi lain, Elly menilai indeks tertentu dengan rentang 0,1-0,3 yang ditentukan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengganti PP 36/2021 terlalu rendah. "Seharusnya apabila tujuan untuk mendorong daya beli rentang alfa yang ideal antara 0.5-1," paparnya.

 

2 dari 4 halaman

Kenaikan UMP

Satu lagi, ia menekankan, serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) juga menolak ketentuan Pasal 26A RPP, mengenai daerah yang memiliki konsumsi rumah tangga diatas upah minimun akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi dikali indeks tertentu. Sehingga kenaikan hanya di kisaran 1-2 persen.

"Kenaikan upah tahun depan tidak akan lebih dari 6-7 persen kalau menggunakan PP 36," tegas Elly.

Sebenarnya, ia mengaku tidak terlalu mempermasalahkan kenaikan UMP 7 persen, asalkan bersifat mengikat. Sehingga tak lagi dipermainkan sekelompok pengusaha untuk menetapkan kenaikan upah di bawah standar itu. Meskipun, secara perhitungan angka tersebut masih di bawah kehendaknya.

"Memang kalau dihitung hampir mencapai kurang lebih 10 persen. Ini versi kami dari KSBSI," pungkas Elly.

3 dari 4 halaman

5 Juta Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional Jika UMP 2024 Tak Naik 15%

Serikat buruh akan melakukan mogok kerja nasional, apabila Pemerintah tidak mengabulkan permintaan buruh terkait kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2024 sebesar 15 persen.

Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal, mengatakan pihaknya telah mempersiapkan untuk aksi mogok kerja nasional dengan melibatkan 5 juta orang.

"Sebenarnya sudah diputuskan tgl 10 November akan melakukan aksi mogok nasional dengan 5 juta buruh. Tp berhubung saat ini saya tengah menghadiri sidang ILO ini, yang agendanya cukup panjang, kemungkinan akan direncanakan ulang," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Sabtu (4/11/2023).

Kendati demikian, pihaknya akan tetap melakukan aksi mogok nasional apabila pemerintah tidak menggubris tuntutan buruh. Para buruh akan menghentikan produksi dan melakukan unjuk rasa di pabrik, dan pemogokan nasional akan diorganisir oleh Serikat Buruh, bukan Partai Buruh.

 

4 dari 4 halaman

Tuntut UMP Naik 15%

Lebih lanjut, Serikat buruh mendesak pemerintah untuk segera menaikkan upah minimum di Tahun 2024 sebesar 15 persen. Sebab, berdasarkan aturan yang ada, penetapan UMR adalah 60 hari sebelum pemberlakuan, yakni di tanggal 1 Januari 2024.

"Dan kalau ditarik 60 hari, maka sudah lewat, yakni 1 November 2023, sedangkan sampai hari ini pemerintah masih kebingungan. Pemerintah lewat Kemnaker mencoba terus mengakali agar kenaikan upah buruh lebih rendah dari TNI/Polri maupun Pensiunan," ujarnya.

Said menegaskan, penjelasan terkait alasan meminta kenaikan upah sebesar 15 persen pun sudah dikatakannya berkali-kali. Seperti fakta bahwa Indonesia telah masuk ke dalam upper middle income country, dengan pendapatan per kapita minimal USD 4.500 /tahun. Sehingga jika di-rupiahkan, menjadi Rp 67,5 juta dengan kurs Rp 15.000 per satu dolar. Dan jika dibagi menjadi 12 bulan, maka per bulannya menjadi Rp 5,6 juta.

"Sedangkan rata-rata upah minimum nasional, baru di angka Rp 3,7 juta. Dan kita acuannya adalah Jakarta, sehingga dari Rp 4,9 juta ke Rp 5,6 juta, ketemu di angka 15 persen," tambah Saiq Iqbal.

Â