Sukses

Kasus Pinjol Makin Marak, OJK Terbitkan Aturan Fintech P2P Lending

OJK merilis surat edaran OJK atau SEOK Nomor 19/SEOJK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang terbit pada 8 November 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan aduan soal Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) meningkat setiap tahun.

Peningkatan aduan ini juga di tengah tingkat inklusi dan literasi masyarakat mengenai industri dan produk Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi masih sangat rendah yang berdasarkan data survei nasional literasi dan inklusi Tahun 2022.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan (PVML) OJK Agusman menuturkan, kondisi itu sejalan masih maraknya kasus masyarakat yang terjerat pinjol ilegal.

“Data OJK juga menunjukkan pengaduan semakin meningkat setiap tahunnya,” tutur Agusman dalam acara peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com, Sabtu (11/11/2023).

Melihat kondisi itu, OJK merilis surat edaran OJK atau SEOK Nomor 19/SEOJK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang rilis pada 8 November 2023.

Agusman menuturkan, UU yang dikeluarkan tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan atau undang-undang (P2SK), LPBBTI saat ini telah memiliki landasan yang sangat kuat bagi penyelenggaraan kegiatan usaha.

"Untuk itulah diperlukan suatu roadmap yang akan memperjelas arah pengembangan dan penguatan kedepan dari industri LPBBTI ini," tutur dia.

Adapun atas latarbelakang tersebut, OJK melibatkan berbagai stakeholder baik internal maupun eksternal, telah melakukan penyusunan roadmap pengembangan dan penguatan LPBBTI 2023-2028.

"Kehadiran roadmaps ini dibutuhkan untuk membenahi serta mendorong kontribusi industri ini terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam rangka pembiayaan sektor produktif dan UMKM," ujar dia.

Mengatur Batas Manfaat Ekonomi

Pada surat edaran OJK itu mengatur batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga pinjaman terhadap industri fintech peer-to-peer lending atau lebih dikenal pinjaman online (pinjol). Hal ini diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun antara 2024-2026.

2 dari 4 halaman

Bunga Pinjaman

Berdasarkan peraturan di Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) batasan tingkat suku bunga jasa layanan fintech semula sebesar 0,4 persen per hari. Akan tetapi, dengan ada SE OJK itu menjadi 0,3 persen hingga nanti di level 0,1 persen per hari.

“Untuk pendanaan konsumtif mulai Januari 2024 itu 0,3 persen per hari. Kemudian tahun 2025 0,2 persen per hari. Mulai 2026 dan seterusnya, 0,1 persen per hari," kata Agusman.

Sedangkan untuk pendanaan produktif pada tahun 2024-2025 bunga pinjamannya menjadi 0,1 persen per hari. Kemudian tahun 2026 dan seterusnya akan menjadi lebih kecil yakni 0,067 persen per hari.

Agusman mengungkapkan, alasan batasan tingkat suku bunga produktif lebih rendah dibandingkan konsumtif yaitu untuk mendorong UMKM agar lebih produktif lagi dalam memperoleh pendanaan.

"Mengapa yang produktif jauh lebih rendah, ini memang untuk mendorong kegiatan produktif. Karena selama ini UMKM kita, kegiatan kegiatan produktif, salah satu yang menjadi kendala bagi mereka adalah mahalnya pendanaan ini," tutur Agusman.

3 dari 4 halaman

Denda Tak Boleh 100 Persen

Untuk melindungi kepentingan konsumen, seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dapat dikenakan tidak dapat melebihi 100 persen dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan.

Denda keterlambatan untuk pendanaan konsumtif, mulai 2024 menjadi maksimum 0,3 persen per hari, selanjutnya tahun 2025 menjadi 0,2 persen per hari, lalu tahun 2026 dan seterusnya menjadi 0,1 persen per hari.

Sementara untuk denda keterlambatan pada pendanaan produktif sebesar 0,1 persen per hari untuk tahun 2024-2025, selanjutnya pada tahun 2026 dan seterusnya akan dikenakan denda sebesar 0,067 persen per hari.

4 dari 4 halaman

Tata Cara Penagihan

Dikutip dari Antara, Agusman menuturkan, penagihan dana dari penyelenggara industri fintech peer-to-peer lending terhadap debitur yang melakukan pinjol juga telah diatur. Hal ini untuk menjaga agar kinerja industri tetap bertumbuh baik,

“Sudah diatur dalam melakukan penagihan baik yang dilakukan langsung oleh penyelenggara maupun pihak lain yang ditunjuk, harus memastikan tenaga penagihan harus mematuhi etika penagihan,” kata dia.

Adapun etika penagihan yang patut ditaati oleh penyelenggara antara lain penagihan tidak diperkenakan dengan cara ancaman, mengintimidasi dan merendahkan Suku, Agama, Rasa, Antar Golongan (SARA).  Kemudian waktu penagihan dilakukan pada jam tertentu atau tidak 24 jam.

“Jadi kami batasi sampai jam 8 malam, boleh ditelepon dan sebagainya,” kata Agusman.

Agusman menuturkan, penyelenggara wajib bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penagihan.

Agusman berharap kasus seperti dalam pemberitaan terkait dengan warga yang melakukan bunuh diri karena pinjaman daring tidak terjadi lagi denga nada penataan tata cara penagihan yang sudah ditetapkan.

“Jadi kami betul-betul menjaga agar industri ini berjalan dengan baik, bermanfaat bagi masyarakat luas dan perekonomian kita,” ujar dia.

Masyarakat Hanya Boleh Utang Maksimal di 3 Pinjol

Selain itu, OJK bakal batasi sumber pinjaman yang bisa diakses peminjam atau masyarakat. Peminjam hanya dapat meminjam dana dari tiga platform pinol saja. Hal ini bertujuan supaya peminjam tidak menerapkan praktik gali lubang tutup lubang di pinjol sehingga berdampak sangat besar.

"Untuk memagari perilaku gali lubang tutup lubang itu, hanya boleh maksimal 3 platform yang kita harapkan ke depan. Karena kalau platformnya makin banyak, dikasi kesempatan betul-betul terjadi itu gali lubang tutup lubang itu. Arisan aja itu. Kan membahayakan,” kata Agusman.