Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya, mengaku optimis industri Fintech Syariah akan bisa tumbuh dikisaran 30 persen pada tahun politik di 2024 nanti.
Kendati begitu, ia tak memungkiri bahwa tahun politik akan mempengaruhi pertumbuhan industri fintech syariah, lantaran investor diprediksi akan menunggu dan melihat (wait and see) terlebih dahulu sebelum melakukan investasi.
Baca Juga
Advertisement
"Secara keseluruhan ada pengaruhnya. Pastinya tahun politik investor akan menahan uang, karena serba tidak pasti," kata Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya saat ditemui di konferensi pers Bulan Fintech Nasional di Jakarta, Minggu (12/11/2023).
Meskipun tahun depan akan diwarnai dengan tahun politik. Ia menegaskan berbagai proyek yang digarap fintech syariah akan terus ada, karena ekonomi harus tetap tumbuh.
Ronald menyadari, industri fintech saat ini masih kecil khususnya fintech syariah. Namun, potensi untuk bertumbuhnya masih sangat luas. Hal itu terlihat dari pertumbuhan fintech keseluruhan tahun ini tumbuh sekitar 20 persen, sementara fintech syariah mampu tumbuh 30 persen.
"Secara data asosiasi (tahun ini) fintech keseluruhan tumbuh 20 persen. Kalau fintech syariah sekitar 30 persen," kata Ronald.
Proyeksi Bisnis Fintech
Oleh karena itu, pihaknya memproyeksikan bisnis fintech syariah bisa tumbuh 30 persen di tahun 2024. Karena tahun depan, akan ada momentum Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden (Pilpres) sehingga konsumsi diproyeksikan juga tumbuh.
"Karena banyak amplop dan sebagainya. Itu membantu buat meningkatkan konsumsi, tinggal bagaimana sebagai fintech pintar-pintar cari industri paling pas," tutup Ronald.
Kasus Pinjol Makin Marak, OJK Terbitkan Aturan Fintech P2P Lending
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan aduan soal Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) meningkat setiap tahun.
Peningkatan aduan ini juga di tengah tingkat inklusi dan literasi masyarakat mengenai industri dan produk Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi masih sangat rendah yang berdasarkan data survei nasional literasi dan inklusi Tahun 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan (PVML) OJK Agusman menuturkan, kondisi itu sejalan masih maraknya kasus masyarakat yang terjerat pinjol ilegal.
“Data OJK juga menunjukkan pengaduan semakin meningkat setiap tahunnya,” tutur Agusman dalam acara peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com, Sabtu (11/11/2023).
Melihat kondisi itu, OJK merilis surat edaran OJK atau SEOK Nomor 19/SEOJK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang rilis pada 8 November 2023.
Agusman menuturkan, UU yang dikeluarkan tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan atau undang-undang (P2SK), LPBBTI saat ini telah memiliki landasan yang sangat kuat bagi penyelenggaraan kegiatan usaha.
"Untuk itulah diperlukan suatu roadmap yang akan memperjelas arah pengembangan dan penguatan kedepan dari industri LPBBTI ini," tutur dia.
Adapun atas latarbelakang tersebut, OJK melibatkan berbagai stakeholder baik internal maupun eksternal, telah melakukan penyusunan roadmap pengembangan dan penguatan LPBBTI 2023-2028.
"Kehadiran roadmaps ini dibutuhkan untuk membenahi serta mendorong kontribusi industri ini terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam rangka pembiayaan sektor produktif dan UMKM," ujar dia.
Mengatur Batas Manfaat Ekonomi
Pada surat edaran OJK itu mengatur batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga pinjaman terhadap industri fintech peer-to-peer lending atau lebih dikenal pinjaman online (pinjol). Hal ini diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun antara 2024-2026.
Advertisement
Bunga Pinjaman
Berdasarkan peraturan di Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) batasan tingkat suku bunga jasa layanan fintech semula sebesar 0,4 persen per hari. Akan tetapi, dengan ada SE OJK itu menjadi 0,3 persen hingga nanti di level 0,1 persen per hari.
“Untuk pendanaan konsumtif mulai Januari 2024 itu 0,3 persen per hari. Kemudian tahun 2025 0,2 persen per hari. Mulai 2026 dan seterusnya, 0,1 persen per hari," kata Agusman.
Sedangkan untuk pendanaan produktif pada tahun 2024-2025 bunga pinjamannya menjadi 0,1 persen per hari. Kemudian tahun 2026 dan seterusnya akan menjadi lebih kecil yakni 0,067 persen per hari.
Agusman mengungkapkan, alasan batasan tingkat suku bunga produktif lebih rendah dibandingkan konsumtif yaitu untuk mendorong UMKM agar lebih produktif lagi dalam memperoleh pendanaan.
"Mengapa yang produktif jauh lebih rendah, ini memang untuk mendorong kegiatan produktif. Karena selama ini UMKM kita, kegiatan kegiatan produktif, salah satu yang menjadi kendala bagi mereka adalah mahalnya pendanaan ini," tutur Agusman.