Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah melemah pada Senin pagi. Kurs rupiah turun sebesar 0,06 persen atau 10 poin menjadi 15.705 per USD dari sebelumnya 15.695 per USD.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan potensi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terbuka karena pelaku pasar masih mengantisipasi pernyataan sejumlah pejabat Bank Sentral/Federal Reserve (The Fed) AS terkait peluang kenaikan suku bunga AS.
Baca Juga
“Potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka hari ini karena pelaku pasar mungkin masih mengantisipasi pernyataan beberapa pejabat bank sentral AS pekan lalu, termasuk (Gubernur Bank Sentral AS) Jerome Powell yang masih membuka peluang kenaikan suku bunga acuan AS lagi untuk menurunkan tingkat inflasi AS yang sampai saat ini masih belum turun ke level target 2 persen,” kata dia dikutip dari Antara, Senin (13/11/2023).
Selain itu, beberapa sentimen eksternal juga masih berpotensi mendorong pelaku pasar menjauhi aset berisiko seperti konflik di Timur Tengah yang masih berlangsung dan isu pelambatan ekonomi China.
Advertisement
Pada pekan lalu, aktivitas ekspor China pada Oktober 2023 menunjukkan penurunan melebihi konsensus pasar, yakni -6,4 persen dengan konsensus -3,3 persen.
“China juga melaporkan terjadi deflasi yang bisa diartikan penurunan permintaan dan pelambatan ekonomi di China,” ucap Ariston.
Utang AS
Di sisi lain, downgrade outlook utang AS oleh Moody’s dari stabil menjadi negatif berpeluang menahan penguatan dolar AS.
Melihat kondisi dari dalam negeri, lanjutnya, tidak ada sentimen yang negatif. Data ekonomi Indonesia masih cukup bagus meski pertumbuhan ekonomi kuartal III/2023 sedikit di bawah proyeksi, yakni 4,94 persen secara tahunan (year on year/yoy) dengan harapan di atas 5 persen, dan tingkat inflasi masih terkendali di bawah target.
“Potensi pelemahan hari ini ke arah 15.730 per USD dengan potensi penguatan di kisaran 15.630 per USD,” ungkapnya.
USD Menguat Usai Pernyataan Bos The Fed
Indeks dolar Amerika Serikat kembali menguat pada Jumat, 10 November 2023. Penguatan USD terjadi menyusul pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell bahwa pihaknya masih belum yakin kebijakan moneter cukup ketat, dan memperingatkan kenaikan suku bunga lebih lanjut jika diperlukan.
Komentar Powell muncul setelah pejabat The Fed lainnya menyampaikan sinyal serupa, dan pasar mempertimbangkan kembali ekspektasi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya.
“Inflasi yang tinggi dan ketahanan perekonomian AS diperkirakan akan membuat The Fed bersikap hawkish dalam beberapa bulan mendatang,” kata Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis pada Jumat (10/11/2023).
Di sisi lain, ekspektasi untuk mengakhiri kenaikan suku bunga The Fed telah meningkat minggu lalu setelah para pedagang menafsirkan komentar Powell pada pertemuan tersebut sebagai komentar yang kurang hawkish.
“Meskipun sebagian besar spekulasi ini masih ada, pasar kini menjadi kurang yakin bahwa bank akan memangkas suku bunga dengan selisih yang besar pada tahun 2024,” beber Ibrahim.
“Prospek suku bunga AS yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menjadi pertanda buruk bagi mata uang Asia, karena kesenjangan antara imbal hasil yang berisiko dan yang berisiko rendah semakin menyempit. Imbal hasil Treasury AS juga melonjak dalam perdagangan semalam, sehingga semakin menekan pasar regional,” dia menyoroti.
Risiko perlambatan di China juga mengurangi sentimen terhadap Asia, menyusul serangkaian data yang lemah pada bulan Oktober.
Advertisement
Rupiah Melemah pada Jumat, 10 November 2023
Rupiah kembal ditutup melemah 40 point dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 50 point dilevel Rp. 15.695 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.655
“Sedangkan untuk perdagangan senen depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.680- Rp. 15.770,” ungkap Ibrahim.
Menjaga Momentum Ekonomi
Dengan ketidakpastian global akibat geopolitik, menurut Ibrahim, yang paling utama harus diupayakan oleh pemerintah adalah bagaimana menjaga momentum pulihnya permintaan domestik pascapandemi.
“Permintaan domestik jauh lebih berperan terhadap perekonomian nasional Indonesia. Sementara peran ekspor atau hubungan perdagangan luar negeri tidak terlalu signifikan,” katanya.
“Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya menjaga momentum pulihnya permintaan domestik. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan berbagai stimulus dan belanja pemerintah, termasuk di antaranya stimulus pajak dan bantuan sosial,” sambungnya.
Ibrahim lebih lanjut mengatakan, Pemerintah juga perlu menghindari guncangan yang bersifat kontra produktif dari kebijakan seperti menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.