Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyebut Indonesia berada di urutan ke-3 terendah di dunia soal keamanan siber.
"Indonesia dilihat dari persoalan yang dihadapi ternyata Indonesia itu masuk pada 5 besar dari negara yang paling banyak mendapatkan serangan, nomor ketiga lah persisnya," kata Dian Ediana Rae dalam acara The Finance Executive Forum: The Future of Digitalization and Cyber Crime Mitigation Towards 2045 dii Kempinski Grand Ballroom Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Baca Juga
Adapun berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada periode Januari sampai awal Juni 2023, BSSN mendeteksi ada 204 juta lebih anomali trafik yang terjadi di dunia maya.
Advertisement
Menurutnya, hal itu penting untuk diwaspadai. Lantaran jika dilihat berdasarkan sektor, kejahatan siber terbesar banyak menyerang tiga sektor yakni sektor administrasi Pemerintahan, Energi dan SDM, serta sektor keuangan.
"Ini yang perlu kita waspadai karena juga serangan siber ini kalau dibagi berdasarkan sektor itu keuangan itu berada diurutan ketiga, setelah administrasi Pemerintahan nomor satu, dan Energi dan SDM nomor 2, dan ketiga, sektor keuangan itu menjadi sasaran," ujarnya
Lebih lanjut, Dian menyampaikan, berdasarkan data World Economic Forum Global Risk Resport 2023, dalam 10 tahun ke depan kejahatan dunia maya dan kejahatan siber masih menjadi tantangan dunia.
"Kalau kita melihat tantangan digitalisasi ini, yang terkait dengan keamanan cyber dan security ini ada 10 resiko yang sangat berpengaruh terhadap dunia dalam 10 tahun ke depan, diurutan ke-8 ada widespread cybercrime and cyber insecurity (kejahatan dunia maya dan kejahatan siber)," ujarnya.
"Saya kira ini tantangan-tantangan yang real. Ini menunjukkan bahwa tantangan ke depan tidak akan mudah," tutupnya.
Bank ICBC Kena Serangan Hacker, Duit Nasabah Aman?
Divisi jasa keuangan Amerika Serikat di bank asal Tiongkok, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC( mengungkapkan terkena serangan siber yang dilaporkan mengganggu perdagangan Treasurys.
Bank ICBC, pemberi pinjaman terbesar di dunia berdasarkan aset, mengatakan bahwa cabang layanan keuangannya, ICBC Financial Services, mengalami serangan ransomware yang mengakibatkan gangguan pada sistem tertentu.
Segera setelah mengetahui peretasan tersebut, ICBC "mengisolasi sistem yang terkena dampak untuk mengatasi insiden tersebut," kata bank dalam keterangannya, dikutip dari CNBC International, Senin (13/11/2023).
Sebagai informasi, ransomware merupakan salah satu jenis serangan siber.
Serangan siber ini melibatkan peretas yang mengambil kendali sistem atau informasi dan hanya melepaskannya setelah korban membayar uang tebusan.
ICBC tidak mengungkapkan siapa dalang di balik serangan hacker tersebut namun mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan menyeluruh dan melanjutkan upaya pemulihannya dengan dukungan tim profesional yang terdiri dari pakar keamanan informasi.
Kerja Sama dengan Penegak HukumBank asal Tiongkok itu juga mengatakan pihaknya bekerja sama dengan penegak hukum.
Selain itu, ICBC juga memastikan pihaknya berhasil menyelesaikan perdagangan Treasury AS yang dilaksanakan pada hari Rabu dan repo pembiayaan perdagangan yang dilakukan pada hari Kamis.
Repo adalah perjanjian pembelian kembali, sejenis pinjaman jangka pendek untuk dealer obligasi pemerintah.
Â
Advertisement
Gangguan Perdagangan Treasury AS
Namun, beberapa outlet berita melaporkan adanya gangguan terhadap perdagangan Treasury AS.
Laporan Financial Times, yang mengutip para pedagang dan bank, menyebutkan serangan ransomware mencegah divisi ICBC menyelesaikan perdagangan Treasury atas nama pelaku pasar lainnya.
"Kami menyadari adanya masalah keamanan siber dan melakukan kontak rutin dengan pelaku utama di sektor keuangan, selain regulator federal. Kami terus memantau situasinya," demikian respon Departemen Keuangan AS.
ICBC menjelaskan, email dan sistem bisnis cabang layanan keuangan AS beroperasi secara independen dari operasi ICBC di Tiongkok.
Sistem kantor pusatnya, cabang ICBC New York, dan lembaga afiliasi lainnya di dalam dan luar negeri tidak terpengaruh oleh serangan siber tersebut.