Sukses

Maskapai Kena Dampak Perang Israel-Hamas

Beberapa hari setelah serangan Hamas, maskapai besar menangguhkan atau mengurangi penerbangan ke Bandara Ben Gurion Israel di Tel Aviv.

Liputan6.com, Jakarta - Maskapai alami penurunan pemesanan dalam beberapa minggu setelah dimulainya perang Israel melawan Hamas di Jalur Gaza. Sejumlah pihak prediksi hal ini akan memangkas keuntungan maskapai ke depan.

Dikutip dari CNBC, Selasa (14/11/2023), menurut firma analisis perjalanan ForwardKeys, pemesanan penerbangan internasional berada 20 persen di bawah level 2019 dalam tiga minggu setelah serangan kelompok militan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

Serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 240 orang disandera, memicu Israel membalas serangan. Balasan serangan itu baik di udara dan serangan darat di Gaza telah menewaskan lebih dari 11.000 orang, menurut otoritas kesehatan.

Beberapa hari setelah serangan itu, maskapai besar menangguhkan atau mengurangi penerbangan ke Bandara Ben Gurion Israel di Tel Aviv. Namun, permintaan perjalanan udara ke dan negara serta wilayah lain juga terkena dampak signifikan.

Dalam periode tiga minggu sebelum 7 Oktober, tiket yang dirilis dari Timur Tengah hanya 3 persen di bawah level 2019, menurut data ForwardKeys yang menggambarkan pemulihan yang stabil di sektor ini dari pandemi COVID-19.

Sebaliknya periode tiga minggu setelah 7 Oktober, tiket yang dirilis dari Timur Tengah 12 persen lebih rendah dibandingkan 2019.

Namun, penurunan terbesar dalam hal keberangkatan internasional terjadi pada penerbitkan tiket penerbangan dari Amerika Serikat turun menjadi 4 persen dalam tiga minggu setelahnya dengan total penurunan sebesar 10 pon. Sebelumnya naik 6 persen dari 2019 dalam tiga minggu sebelum serangan.

2 dari 4 halaman

Kunjungan Turis Asing ke Timur Tengah Merosot

Sementara itu, kedatangan wisatawan internasional ke Timur Tengah turun 26 poin dalam jangka waktu tersebut dengan penurunan terbesar menurut negaranya adalah Israel, diikuti Arab Saudi, Yordania, dan Lebanon.

Adapun ForwardKeys mengambil data dari databse tiket industri asosiasi transportasi udara internasional yang mencakup maskapai besar, tetapi tidak mencakup maskapai berbudget rendah yakni easyjet dan Ryanair.

Di Amerika Serikat, setidaknya satu maskapai penerbangan besar memberikan peringatan untung terkait perang itu.

United Airlines pada pertengahan Oktober mengatakan, harga bahan bakar jet yang lebih mahal dan penghentian penerbangan di Tel Aviv akibat perang Israel-Hamas akan menggerus keuntungan dalam tiga bulan terakhir tahun ini.

United Airlines memiliki lebih banyak layanan ke Israel dibandingkan maskapai mana pun yang berbasis di Amerika Serikat yang memiliki jaringan penerbangan dari Washington DC, Newark, New Jersey, dan San Francisco yang mencakup 2 persen dari kapasitasnya.

“Panduan kuartal keempat untuk United suram dan lebih buruk dari perkiraan kami. Mengingat proyeksi ini akan menjadi perang yang panjang, kami melihat perkiraan lebih rendah dan dengan asumsi tidak ada layanan pada akhir tahun,” ujar Analis TD Cowen, Helane Becker.

3 dari 4 halaman

Selama Aman, Maskapai Bakal Terbang

Maskapai Uni Emirat Arab (UEA), Etihad Airways yang berbasis di Abu Dhabi terus terbang ke Israel. Maskapai ini mulai menerbangi rute Abu Dhabi-Tel Aviv pada April 2021, kira-kira delapan bulan setelah the Abraham Accords yang menormalisasi hubungan antara Israel dan UEA.

“Ini berdampak. Permintaan kami ke Israel masih ada, tapi jumlahnya tidak sebesar dulu,” ujar CEO Etihad Antonoaldo Neves kepada CNBC.

“Kami tetap terbang, sangat aman. Saya menindaklanjutinya setiap hari, setiap hari. Kami hanya berharap ini akan segera berakhir, demi semua orang yang terlibat dalam konflik ini,” ia menambahkan.

“Saya tidak akan memberi tahu Anda hal itu tidak berdampak. Ketika keadaan kembali normal, saya yakin semua orang akan ingat Etihad tidak hanya didorong oleh keuntungan,” ujar Neves.

“Sebagai perusahaan transportasi, kami mempunyai kewajiban untuk hadir saat kami hasilkan uang dan saat kami menghasilkan lebih sedikit uang. Jadi itulah pendekatan yang kami ambil, selama aman, kami akan terus terbang,” ia menambahkan.

4 dari 4 halaman

Pemesanan Emirates Tetap Kuat

Sementara itu, Emirates Airline optimistis dengan permintaan pada masa depan. “Sejauh menyangkut bisnis, lihat, kita telah berada di bagian dunia yang selama 35 tahun terakhir mengalami banyak masalah geopolitik,” ujar Presiden Emirates Airline, Tim Clark.

"Saya tidak akan berpuas diri dan mengatakan kita kebal terhadap berbagai permasalahan, karena ini adalah permasalahan yang sangat sulit untuk dihadapi oleh Timur Tengah,” ujar dia.

"Tetapi sejauh menyangkut pemesanan kami, jumlahnya tetap kuat,” ia menambahkan.

Ia menuturkan, memang ada kelemahan di pasar Asia. Namun, pihaknya melihat saat ini permintaan masih terlihat sangat kuat. Clark menunjuk pada acara KTT Iklim COP28 pada awal Desember.

Untuk menunjukkan optimisme jangka panjang, Emirates Airline pada Senin, 13 November 2023 mulai kesepakatan besar pertama Dubai Airshow 2023 dengan memesan 95 pesawat Boeing senilai USD 52 miliar. “Banyak hal lain yang terjadi di Dubai. Dubai kini merupakan kota yang sangat kuat, kota metropolis global yang mendatangkan bisnis,” kata dia.

"Jadi dengan semua itu, terlepas dari kesulitan yang dihadapi Timur Tengah saat ini, saya pikir kita akan baik-baik saja,” ia menambahkan.