Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat mencatat inflasi dengan tingkat terendah sejak bulan Juli 2023, didorong oleh penurunan harga BBM.
Melansir BBC, Rabu (15/11/2023) inflasi AS tercatat 3,2 persen secara tahunan pada kuartal ketiga 2023, menurut data Departemen Tenaga Kerja negara itu.
Baca Juga
Angka itu menandai penurunan dari 3,7 persen di bulan sebelumnya.
Advertisement
Sementara itu, biaya perumahan di AS terus meningkat, namun tekanan harga secara keseluruhan lebih ringan dari perkiraan para analis, menunjukkan bahwa perjuangan negara tersebut melawan inflasi mungkin hampir berakhir.
Dari September hingga Oktober, indeks harga yang mengukur harga sekumpulan barang tidak berubah.
Inflasi inti yang tidak termasuk harga pangan dan energi, naik sebesar 0,2 persen, menurun dibandingkan bulan sebelumnya.
Saham-saham melonjak menyusul laporan terbarubinflasi AS, karena investor bertaruh bank sentral AS tidak perlu berbuat lebih banyak untuk mendinginkan perekonomian guna memperlambat inflasi.
Federal Reserve telah menaikkan suku bunga secara tajam sejak tahun lalu, dengan tujuan untuk menstabilkan inflasi yang melonjak pada laju tercepat dalam beberapa dekade.
Para analis mengatakan kenaikan inflasi yang relatif kecil membuat bank sentral AS cenderung tidak menaikkan biaya pinjaman lagi.
“Moderasi inflasi yang berkelanjutan akan membantu Federal Reserve untuk tidak melakukan apa-apa,” kata Greg McBride, kepala analis keuangan di Bankrate.com.
Harga bensin Turun
Harga bensin di AS telah turun lebih dari 5 persen sejak tahun lalu, dan anjlok dari bulan September hingga Oktober, menurut Departemen Tenaga Kerja. Harga mobil dan truk baru dan bekas juga turun.
Namun McBride mengatakan bahwa titik masalah masih tetap ada, terutama pada biaya perumahan, yang telah meningkat 6,7 persen selama 12 bulan terakhir.
Biaya perumahan menyumbang lebih dari 70 persen inflasi bulan lalu.
"Laju inflasi yang lebih lambat memberikan sedikit kenyamanan bagi rumah tangga yang masih menghadapi dampak kumulatif kenaikan harga," katanya.
"Ketegangan pada anggaran rumah tangga nyata dengan indeks harga konsumen yang naik lebih dari 18 persen dalam tiga tahun terakhir," tambah McBride.
Jaga Inflasi, BI Awasi Dampak Kenaikan Harga Energi dan Pangan Global
Bank Indonesia (BI) akan terus mencermati sejumlah risikoyang dapat menimbulkan tekanan terhadap tetap terkendalinya inflasi di ke depannya. Ini termasuk dampak kenaikan harga energi dan pangan global serta tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap imported inflation.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Bank Indonesia (BI) Erwindo Kolopaking, menyebutkan Inflasi IHK Oktober 2023 tercatat sebesar 2,56% (yoy) dan tetap terjaga dalam kisaran sasaran.
Sementara inflasi inti disebut terjaga tercatat sebesar 1,91% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2% (yoy).
"Ke depan target IHK akan turun dari 3,0±1% pada 2023 menjadi 2,5±1% pada 2024. Jadi kita pastikan ini adalah inflasi yang terjaga ekspektasi inflasinya terutama," jelas dia di Papua, akhir pekan kemarin.
Kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar 5,54% meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,62%(yoy). Dikatakan ini sebagai dampak dari kenaikan harga beras.
Advertisement
Administered prices
Inflasi kelompok administered prices juga meningkat menjadi 2,12%(yoy),dari bulan sebelumnya sebesar1,99%(yoy).
"Seperti kita tahu beras di oktober sangat tinggi tetapi pemerintah melakukan intervensi cukup besar sehingga kita melihat angka relatif menurun jadi administered prices relatif stabil," jelas dia.
Dalam pemaparannya disebutkan, inflasi yang terjaga merupakan hasil nyata dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.