Sukses

Gerakan Boikot Produk Israel Bikin Pengusaha Indonesia Ketar-Ketir

Pengusaha mendesak pemerintah tidak terlalu lama merespon gerakan boikot masif terhadap sejumlah produk yang disebut terafiliasi dengan gerakan agresi Israel

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia, Uswati Leman Sudi mendesak pemerintah tidak terlalu lama merespon gerakan boikot produk Israel masif terhadap sejumlah produk yang disebut terafiliasi dengan gerakan agresi Israel. Uswati khawatir, jika respon terlalu lama akan berdampak terhadap tren belanja konsumen di kuartal keempat 2023.

"Jangan terlalu lama pemerintah mengambil sikap. Satu minggu bisnis bergulir, untuk kategori yang dimaksud, itu akan menggerus bisnis, sementara Pak Rey (Ketua Umum Aprindo) optimis belanja konsumen di angka 4-4,2 persen," kata Uswati dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/11).

"Kalau ini dibiarkan, objek (pertumbuhan ekonomi) pemerintah pasti tidak tercapai," imbuhnya.

Uswati menegaskan bahwa dia mendukung aksi kemanusiaan yang digerakan beberapa waktu terakhir. Di satu sisi, dia mengingatkan agar hak konsumen tidak terganggu dengan adanya seruan boikot seperti ini.

Disinggung mengenai potensi kerugian dari gerakan boikot, Uswati mengaku belum ada angka pasti. Akan tetapi, dia meyakini gerakan ini setidaknya akan berdampak di sisi hulu ataupun tengah.

"Untuk penurunan tren bisnisnya seperti apa sampai ke Hulu belum kelihatan angkanya mungkin di tengahnya sudah ada," ungkapnya.

2 dari 3 halaman

Pengusaha Ritel Kritik Keras Fatwa MUI soal Produk Pro Israel Haram

Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu telah mengeluarkan fatwa terbaru tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Oleh sebab itu, fatwa MUI menetapkan bahwa membeli produk yang mendukung Israel hukumnya haram.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menilai dikeluarkannya fatwa baru itu merugikan hak konsumen.

Aprindo pun mempertanyakan apakah ada kajian dan observasi resmi terkait fatwa tersebut. Pasalnya hak konsumen itu adalah memilih, membeli, dan mendapatkan produk. Maka ketika produk-produk yang dinilai mendukung Israel diharamkan, hak konsumen tercoreng.

"Kita perlu mempertanyakan observasi yang dibilang atau dikaitkan dengan Israel, itu bagaimana relevansinya. Silakan semua orang boleh beropini dan pendapat, tapi pengkajian dan observasinya sejauh mana?" kata Roy Mandey dalam konferensi Pers atas Ajakan dan aksi Boikot pada Produk/Brand Makanan dan Minuman pada sektor perdagangan Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Hak Konsumen Utama

Roy menegaskan, bahwa hak memilih, membeli, mengkonsumsi adalah hak konsumen yang mutlak. Oleh karena itu, hak konsumen perlu dijaga marwahnya.

"Karena konsumen ketika berbelanja ketika mereka konsumsi, maka kontribusinya ke ekonomi. Karena konsumsi rumah tangga kita 51,8 persen dari konsumsi rumah tangga," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Bisnis Ritel Terganggu

Selain merugikan hak konsumen, fatwa tersebut juga berdampak pada bisnis ritel. Pasalnya, banyak produk-produk yang dinilai pro Israel diproduksi di dalam negeri, dan juga mempekerjakan tenaga kerja di Indonesia.

Menurutnya, jika permasalahan ini tidak cepat diselesaikan maka akan mengganggu produktivitas bisnis ritel, dan juga akan berpengaruh terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi akan turun, bahkan bisa menciptakan pengangguran baru.

"Bisa kita bayangkan ketika tergerus produsennya atau supplier, maka investasi bisa hilang dan kandas. Pertumbuhan tidak bisa terjadi, bahkan yang paling enggak mau dilakukan pengusaha, yaitu pengurangan tenaga kerja atau PHK. Bagaimana mungkin kalau produktivitas turun bagaimana membayarkan tenaga kerja," katanya.

 

Video Terkini