Sukses

Pemda Diminta Tiru Jakarta soal Insentif Mobil Listrik

Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kemenko Marves M Firdausi Manti meminta pemda bisa memberikan kemudahan atau insentif non-fiskal mobil listrik

Liputan6.com, Jakarta Pengguna mobil listrik bisa mengaspal tanpa perlu khawatir dengan batasan ganjil-genap (gage) di DKI Jakarta. Ini menjadi bentuk insentif non fiskal dari pemerintah untuk pengguna mobil listrik.

Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kemenko Marves M Firdausi Manti meminta pemerintah daerah lain bisa memberikan kemudahan atau insentif non-fiskal serupa.

"Kalau di Jakarta itu genap-ganjil yang pakai platnya ada birunya itu bebas genap-ganjil. Mungkin nanti, kami berharap juga pemerintah-pemerintah daerah bisa mendukung program ini dengan memberikan insentif non fiskal kepada pengguna kendaraan listrik," paparnya dalam agenda Dekarbonisasi Sektor Transportasi melalui Adopsi KBLBB, Jumat (17/11/2023).

Fiedausi mengatakan insentif fiskal juga disiapkan bagi masyarakat yang mau menggunakan kendaraan listrik. Baik itu motor listrik maupun mobil listrik. Insentif ini berlaku untuk pembelian mobil atau motor baru.

"Pemerintah sendiri melakukan insentif di beberapa hal, melalui pengurangan-pengurangan pajak," katanya.

Insentif Motor Listrik

Untuk pembelian motor listrik baru, pemerintah menyiapkan dana Rp 7 Juta per orang untuk membeli 1 unit motor listrik yang telah memenuhi syarat. Sementara itu, untuk mobil listrik, calon pengguna bisa mendapatkan pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen.

"Mobil baru 2 (jenis), sepeda motor sudah banyak ada 30-an model dari 15 atau 16 produsen," urainya.

 

2 dari 3 halaman

Manfaat Kendaraan Listrik

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menilai penggunaan kendaraan listrik punya banyak manfaat. Mulai dari nol emisi karbon hingga bisa menurunkan impor bahan bakar minyak (BBM).

Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kemenko Marves M Firdausi Manti mengatakan motor listrik, misalnya, yang tak akan mengeluarkan emisi pembakaran. Ini bisa sejalan dengan target Indonesia mengejar nol emisi karbon (NZE) di 2060 mendatang.

"Pertama, pasti pengurangan emisi karena dari motor lialstrik sendiri gak ada knalpot, tidak mengeluarkan emisi," ujar dia dalam agenda Dekarbonisasi Sektor Transportasi melalui Adopsi KBLBB, Jumat (17/11/2023).

Penurunan emisi juga tengah jadi perhatian serius dari pemerintah saat ini. Di sisi lain, penggunaan kendaraan listrik bisa menurunkan rasio impor Indonesia terhadap BBM.

Harapannya, bisa mengakselerasi ketahanan energi Indonesia. Pasalnya, saat ini Indonesia masih pada posisi mengimpor BBM karena kebutuhan energi dalam negeri belum bisa dipenuhi seluruhnya dari produksi nasional.

"Kemudian juga dari ketahanan energi dan efisiensi. Ketahanan energi sendiri kita ini kan bukan pengekspor minyak ya, sekarang kita pengimpor minyak," kata dia.

Dia mencatat, dengan mengurangi impor BBM tadi bisa berpengaruh pada porsi subsidi energi yang ditanggung APBN. Mengingat lagi ada ratusan triliun yang harus ditanggung uang negara untuk sektor subsidi energi.

"Jadi untuk BBM kita mengeluarkan anggaran besar untuk mengimpor bahan-bahan bakar. Kemudian juga pemerintah mengeluarkan subsidi bahan bakar. Tahun lalu itu subsidi energi itu mencapai Rp 500 triliun lebih," ungkapnya.

"Nah, ini yang kalau tadi kita bisa mentransformasikan transportasi dielektrifikasi ini benefitnya juga cukup banyak. Tadi, impor kita bisa berkurang, kemudian juga subsidi yang harus diberikan juga bisa berkurang, bisa dialihkan untuk mendukung kendaraan listrik," pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

Indonesia Jangan Terlambat

Sejumlah negara di Asia Tenggara tengah berfokus mencari investor untuk membangun pabrik kendaraan listrik. Artinya, ini menjadi pesaing Indonesia yang juga tengah mengejar upaya serupa.

Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi M Firdausi Manti mengatakan Indonesia tak boleh terlambat mengejar hal tersebut. Pasalnya, ada Thailand, Malaysia, hingga Vietnam yang jadi pesaing dalam mencari investor.

"Nah, negara tetangga juga sama-sama nih, sangat agresif untuk mengundang principle investor untuk membangun pabrik kendaraan listrik di negaranya masing-masing. Karena mereka juga melihat kedepannya tren dunia otomotif seperti itu. Nah, kita juga tidak boleh terlambat mengantisipasi hal ini," kata dia dalam agenda Dekarbonisasi Sektor Transportsdi melalui Adopsi KBLBB, Jumat (17/11/2023).

Banjir Produk Impor

Dia mengatakan, jika negara tetangga Indonesia lebih dulu memproduksi kendaraan listrik, khawatirnya itu akan menjamur di Indonesia. Alhasil, Indonesia hanya menjadi pasar konsumen.

Lebih lagi, ada perjanjian dagang antara negara-negara ASEAN yang memungkinkan bea 0 persen. Maka, dia menyebut Indonesia harus mengambil langkah lebih cepat untuk mengundang investor merealisasikan investasinya membangun pabrik kendaraan listrik.

"Karena kalau tidak, kedepannya dikhawatirkan, karena di kita kan ada free trade agreement ya, antara ASEAN itu nol. Kalau banyakan pabriknya yang kendaraan ICE (kendaraan BBM) kita terlalu banyak, kita terlambat untuk membangun industri kendaraan listrik, bisa-bisa nanti kita dipenuhi pasar impor dari Thailand karena bea masuknya juga nol," paparnya.