Sukses

Mau Suntik Mati PLTU, Jokowi Tanyakan Komitmen Joe Biden di JETP

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah memohon agar JETP tidak mengenakan bunga komersil untuk porsi pinjamannya.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden soal komitmen pendanaan suntik mati PLTU batu bara dari kelompok negara maju yang tergabung dalam Just Energy Transition Partnership (JETP).

Seperti diketahui, Indonesia tengah menanti pencairan dana JETP senilai USD 20 miliar, atau setara Rp 300 triliun. Sebagian besarnya dicairkan dalam bentuk pinjaman atau utang, dan sebagian kecil hibah untuk mendorong program transisi energi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah memohon agar JETP tidak mengenakan bunga komersil untuk porsi pinjamannya.

 

"Dananya ada, cuman kan hampir sama dengan dana komersil. Kemarin juga dipertanyakan oleh pak Presiden ke pak Biden, bahwa harus ada sumber dana yang bukan hubungannya memudahkan, tidak seperti commercial finance," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/11/2023).

Namun begitu, Arifin menambahkan, dana JETP tidak hanya berfokus pada pensiun dini PLTU batu bara. Pasalnya, ada lima program yang diusung dalam langkah mencapai transisi energi.

"Kan kita juga minta JETP 5 program. Early retirement (pensiun dini), transmission, baseload renewable, kemudian renewable yang tidak baseload, kemudian untuk ekosistemnya," papar dia.

Dampak Perubahan Iklim

Adapun dalam kuliah umum di Stanford University, San Francisco, Amerika Serikat, Jokowi menyoroti urgensi kolaborasi dan langkah strategis dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin mengancam.

RI 1 menyatakan, tanpa kolaborasi dan langkah strategis konkret, keberlanjutan dan kelestarian bumi yang kita cintai tidak mungkin terjamin. Perubahan iklim dan transisi energi diakui oleh Jokowi sebagai isu mendesak di tengah kondisi dunia yang tidak stabil.

Indonesia, menurut Jokowi, telah mengambil peran dan komitmen nyata untuk mengatasi tantangan tersebut. "Untuk Indonesia, komitmen kami tidak perlu diragukan. Indonesia walks the talk, not talk the talk," tegasnya dikutip dari laman setkab.go.id.

Soal pendanaan iklim, Jokowi menekankan perlunya pendekatan yang membangun daripada membebani. Presiden mencatat bahwa pendanaan iklim masih mengikuti pola bisnis konvensional, seperti lembaga keuangan komersial.

Jokowi berpendapat bahwa pendanaan harus lebih bersifat membangun, bukan berbentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin dan berkembang. Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga memaparkan upaya Indonesia dalam melakukan transisi energi, salah satunya melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

2 dari 4 halaman

PLTU Cirebon-1 Bakal Disuntik Mati Akhir Tahun Ini

Sebelumnya, Pemerintah memastikan bakal memulai proses pensiun dini atau suntik mati PLTU Cirebon-1 di akhir tahun ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menilai, PLTU tersebut jadi yang paling memungkinkan untuk dipensiunkan.

"PLTU Cirebon-1, karena kan yang paling memungkinkan," ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/11/2023).

Arifin menyebut, pensiun dini PLTU Cirebon-1 akan memakai sokongan dana dari Asian Development Bank (ADB) melalui skema Energy Transition Mechanism (ETM). Adapun pelaksanaannya masuk dalam comprehensive investment and policy plan (CIPP) dari Just Energy Transition Partnership (JETP).

Namun, ia belum tahu berapa detil alokasinya. "Uangnya dari ADB JETP. (Berapa?) Ini kan baru udah principalnya, tapi udah ada kajiannya. Dananya kan saya belum inget," imbuhnya.

Lebih lanjut, Arifin juga memastikan PLTU Cirebon-1 belum akan serta merta berhenti beroperasi pada akhir 2023. Namun lebih kepada penyetopan lebih cepat dari usia beroperasi seharusnya hingga 2045.

"Sekarang kan di JETP kan disetujui dulu CIPP-nya. Nanti kan baru dibahas dengan stakeholder, abis itu harus disetujui oleh sponsor. Dan diharapkan bulan ini bisa selesai," terang Menteri ESDM.

Ditemui pada kesempatan terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim dan Investasi, Rachmat Kaimuddin pun membenarkan soal rencana pensiun dini PLTU Cirebon-1 tahun ini.

"PLTU Cirebon-1 itu atu hal yang kayaknya lagi dikerjain tuh. Mudah-mudahan bisa di-announce," kata Rachmat.

 

3 dari 4 halaman

99 PLTU Siap Ikut Perdagangan Perdana Bursa Karbon

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kesiapannya untuk mulai mengawasi proses perdagangan karbon melalui bursa karbon. Dalam penyelenggaraan perdana, telah terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang akan ikut perdagangan karbon pada 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan, penyelenggaraan perdana bursa karbon direncanakan mulai pada September 2023.

Sebagaimana diketahui, OJK telah menerbitkan POJK No.14/2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon sebagai aturan pendukung dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon.

Dalam prosesnya, POJK tersebut telah mendapat persetujuan dalam rapat konsultasi bersama Komisi XI DPR RI beberapa waktu yang lalu.

“Perkembangan tersebut, tentunya meningkatkan optimisme kita untuk mencapai target penyelenggaraan perdana unit karbon di Bursa Karbon pada akhir September," kata Hasan dalam keterangan resminya, Senin (4/9/2023).

Dengan berlakunya POJK No. 14/D.04/2023 Perdagangan Karbon di Bursa Karbon, diharapkan dapat meminimalisir multitafsir atas ketentuan perundang-undangan dan kemungkinan pelanggaran atas ketentuan.

4 dari 4 halaman

Tujuan Perdagangan Karbon

Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan nilai ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon.

Menurut ia, untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan perdana unit karbon di Bursa Karbon, telah terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.

Selain dari subsektor pembangkit listrik, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon seperti sektor Kehutanan, Perkebunan, Migas, Industri Umum, dan lain sebagainya.