Sukses

Startup Terratai Dapat Suntikan Rp 31 Miliar untuk Lawan Perubahan Iklim di Indonesia

Pendanaan UBS Optimus Foundation dan Swiss Re Foundation akan diarahkan pada pengembangan dan peningkatan bisnis rintisan yang Terratai dampingi, yang dapat menunjukkan dampak terukur pada perlindungan alam dan keanekaragaman hayati.

Liputan6.com, Jakarta - UBS Optimus Foundation dan Swiss Re Foundation memberikan dukungan pendanaan kepada Terratai, sebuah venture builder untuk mendorong investasi ke perusahaan rintisan berbasis alam. Suntikan dana mencapai USD 2 juta atau Rp 31,12 miliar (estimasi rupiah 15.564 per dolar AS) yang akan digunakan menjalanakn program di Indonesia, dengan potensi untuk diperluas ke Asia Tenggara.

Pendanaan UBS Optimus Foundation dan Swiss Re Foundation akan diarahkan pada pengembangan dan peningkatan bisnis rintisan yang Terratai dampingi, yang dapat menunjukkan dampak terukur pada perlindungan alam dan keanekaragaman hayati.

Dampak tersebut diharapkan dapat dibuktikan melalui beragam pengukuran yang dilakukan secara ketat. Termasuk di antaranya mitigasi karbon dan penghindaran emisi, perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan spesies, perlindungan dan pemulihan habitat, serta peningkatan layanan ekosistem.

CEO dan Pendiri Terratai Matt Leggett menjelaskan, kemitraan antara Terratai, UBS Optimus Foundation dan Swiss Re Foundation merupakan sebuah bukti dari komitmen kolektif untuk meninjau ulang bagaimana modal bisa disalurkan untuk Solusi Berbasis Alam (nature-based solutions) dan merupakan sebuah langkah penting dalam proses menjembatani kekurangan pembiayaan global senilai USD 800 per tahun untuk melindungi dan memperbaiki alam.

"Kolaborasi ini melanjutkan dukungan awal dari RS Group, yang sejak awal menyadari bahwa jika kita ingin melindungi dan memperbaiki alam secara sistemik dan mendukung komunitas yang bergantung hidupnya langsung dari alam, kita harus secara radikal mengevaluasi bagaimana kita menghargai alam dalam konteks ekonomi kita,"jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (23/11/2023).

Dukungan dari UBS Optimus dan Swiss Re Foundation ini memungkinkan Terratai untuk melakukan akselerasi upaya mengidentifikasi bisnis model yang berbeda dan dapat melindungi bentang tanah dan laut yang paling rentan di Indonesia, serta memberikan dukungan yang sesuai dan fasilitasi investasi rintisan yang dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan ini untuk tumbuh berkembang, dan membuka jalan ke aktivitas ekonomi yang memperhatikan kelestarian alam.

 

2 dari 3 halaman

Indonesia Garus Terdepan

CEO UBS Optimus Foundation Maya Ziswiler menambahkan, Indonesia ada di garis depan perjuangan global melawan perubahan iklim. Lebih dari setengah permukaan tanah Indonesia ditutupi oleh hutan, dan sangat penting bagi kita untuk melindungi ‘modal alam’ ini dengan bantuan solusi-solusi berbasis alam.

"Kami percaya dengan kekuatan kemitraan untuk bisa menghadirkan solusi-solusi yang inovatif dan bisa ditingkatkan skala dampaknya," kata dia. 

Kemitraan baru UBS Optimus Foundation dengan Terratai untuk melindungi keanekaragaman hayati dan penghidupan yang layak dari masyarakat di Indonesia, dan seiring waktu di Asia Tenggara, adalah sebuah contoh yang sempurna bagaimana UBS Optimus Foundation menginkubasi usaha-usaha yang membawa dampak positif, membuat mereka menjadi lebih siap untuk menerima investasi dan meningkat skala bisnisnya, sambil memastikan bahwa mereka tetap dapat mencapai hasil positif dalam perjuangan melawan perubahan iklim, perlindungan keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Stefan Huber Fux, Director at Swiss Re Foundation, menyampaikan: "Misi Terratai sejalan dengan komitmen kami untuk membangun dunia yang lebih tangguh (resilient). Kami sangat bersemangat dapat mendorong solusi-solusi berbasis alam, yang merupakan sebuah fokus utama dalam komitmen strategis kami untuk membangun bersama suatu ekosistem yang dinamis dengan peluang investasi untuk solusi yang memiliki dampak positif tidak hanya pada lingkungan tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat lokal."

 

3 dari 3 halaman

Berkurangnya Keanekaragaman Hayati

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sistem pangan global - cara menanam, memanen, memproses, dan memperdagangkan apa yang dimakan - sangat bergantung pada alam. Namun sistem pangan global juga merupakan sumber tunggal terbesar pendorong rusaknya alam dan berkurangnya keanekaragaman hayati, serta bertanggungjawab atas lebih dari 30% emisi gas rumah kaca global.

ASEAN memperkirakan bahwa populasi penduduk di Asia akan tumbuh hingga 770 juta pada tahun 2040, sehingga menambah beban ekosistem air dan daratan untuk produksi pangan populasi tersebut kelak. Dengan proyeksi saat ini, Asia Tenggara bisa jadi akan kehilangan lagi 70% habitat alami dan 40% dari spesies yang ada, kecuali kita mengambil tindakan tegas.

Solusi berbasis alam (NBS) menawarkan pendekatan yang berkelanjutan dan efektif untuk mengatasi tantangan lingkungan yang saling terkait ini dengan memanfaatkan kekuatan alam untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan planet ini.

Video Terkini