Liputan6.com, Jakarta - Perang Israel dengan Hamas yang sedang berlangsung di Gaza dapat merugikan ekonomi Israel sebesar USD 48 miliar atau sekitar Rp 748,14 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah di kisaran 15.568) pada 2023 dan 2024.
Perkiraan biaya kerugian terhadap ekonomi Israel tersebut dirilis perusahaan konsultan keuangan Israeli Leader Capital Markets pada Kamis, 23 November 2023.
"Kemungkinan besar Israel akan menanggung dua pertiga dari total biaya perang, dan sisanya ditanggung oleh Amerika Serikat dalam bentuk bantuan militer,” demikian disebutkan dari laporan Israel Leader Capital Markets, dikutip dari Anadolu Ajansi, ditulis Jumat (24/11/2023).
Advertisement
Perkiraan ini lebih rendah dari sebelumnya termasuk pengumuman baru-baru ini oleh Dewan Ekonomi Nasional Israel yang perkirakan kerugian akibat perang terhadap ekonomi Israel berpotensi mencapai 200 miliar shekel atau USD 54 miliar. Nilai ini setara Rp 841,44 triliun.
Kementerian Keuangan Israel prediksi pada Oktober kerugian ekonomi akibat perang tersebut sekitar USD 270 juta atau sekitar Rp 4,20 triliun per hari. Israel juga menekankan kalau berakhirnya perang tidak berarti hilangnya kerugian.
Angka-angka dari Leader Capital Markets menunjukkan pemerintah Israel mungkin perlu meminjam lagi untuk hadapi apa yang digambarkan sebagai konflik bersenjata terburuk dalam setengah abad, demikian dari laporan Bloomberg.
Mengutip Yali Rotenberg, Chief Accountant di Kementerian Keuangan Israel menuturkan, pihaknya bergerak maju dengan skenario dasar yang menunjukkan pertempuran selama beberapa bulan. "Dan kami sedang membangun penyangga tambahan. Kami bisa membiayai negara,” kata dia.
Pemerintah meski menerbitkan obligasi internasional melalui penempatan swasta lewat bank-bank di wall street yakni Golmand Sachs, pemerintah bergantung pada pasar lokal untuk serap sebagian besar kebutuhan pendanaannya.
Perang Israel-Hamas Bakal Telan Biaya Setara Rp 789,54 Triliun
Sebelumnya diberitakan, perang Israel dengan Hamas di Jalur Gaza akan menelan biaya sekitar 200 miliar shekel atau USD 51 miliar. Biaya itu setara Rp 789,54 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran Rp 15.481).
Laporan tersebut disampaikan surat kabar Calcalist pada Minggu, 5 November 2023 yang mengutip angka awal dari Kementerian Keuangan. Harian tersebut menyebutkan perkiraan itu setara dengan 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang didasarkan pada perang yang berlangsung antara 8-12 bulan. Lantaran terbatasnya aktivitas di Gaza, tanpa partisipasi penuh Hizbullah Lebanon, Iran, Yaman dan sekitar 350 ribu warga Israel yang direkrut sebagai cadangan militer segera kembali bekerja.
Dikutip dari Yahoo Finance, Senin (6/11/2023), Calcalist menggambarkan kementerian tersebut menganggap 200 miliar shekel sebagai perkiraan yang optimistis. Namun, kementerian mengatakan tidak mendukung data Calcalist.
Kelompok bersenjata Hamas dari Gaza melancarkan serangan paling mematikan terhadap warga sipil Israel pada 7 Oktober 2023. Sejak itu, Israel menyerang Gaza dengan tujuan membidik Hamas.
Calcalist mengatakan, setengah dari biaya itu akan dipakai untuk biaya pertahanan yang berjumlah sekitar 1 miliar shekel per hari. 40-60 miliar shekel lainnya berasal dari hilangnya pendapatan, 17-20 miliar shekel untuk kompensasi bisnis dan 10-20 miliar shekel untuk rehabilitasi.
Advertisement
Israel Persiapkan Paket Bantuan Ekonomi
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich sebelumnya menuturkan, pemerintah Israel sedang mempersiapkan paket bantuan ekonomi bagi mereka yang terkena dampak serangan yang akan lebih besar dan lebih luas dibandingkan pandemi COVID-19.
Pada Kamis, 2 November 2023, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuturkan, pihaknya berkomitmen membantu semua pihak yang terkena dampak.
"Arahan saya jelas, buka keran dan salurkan dana kepada siapapun yang membutuhkan,” ujar dia tanpa menyebutkan angka.
"Sama seperti yang kami lakukan pada masa COVID-19. Dalam satu dekade terakhir, kami telah membangun perekonomian yang sangat kuat di sini dan bahkan jika perang menuntut dampak ekonomi dari kami, seperti yang terjadi saat ini, kami akan membayarnya tanpa ragu-ragu,” ia menambahkan.
S&P Turunkan Prospek Peringkat Israel
Sementara itu, lembaga pemeringkat internasional S&P memangkas prospek peringkat Israel menjadi “negatif”, sedangkan Moody’s dan Fitch meninjau ulang peringkat Israel untuk kemungkinan penurunan peringkat.
Perang Israel-Hamas Bakal Berdampak terhadap Ekonomi Eropa
Sebelumnya diberitakan, Goldman Sachs menilai perang Israel-Hamas dapat berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi di zona euro kecuali tekanan harga energi tetap terkendali.
Dikutip dari CNBC, ditulis Minggu (5/11/2023),dalam sebuah riset, Analis Goldman Sachs, Katya Vashkinskaya menilai, konflik Israel-Hamas yang sedang berlangsung dapat pengaruhi ekonomi Eropa melalui perdagangan regional yang lebih rendah, kondisi keuangan lebih ketat, harga energi lebih tinggi dan kepercayaan konsumen yang rendah.
Kekhawatiran semakin meningkat di kalangan ekonom kalau konflik tersebut dapat meluas dan melanda Timur Tengah. Hal ini menyusul Israel dan Lebanon saling tembak rudal saat Israel terus memborbardir Gaza yang akibatkan banyak korban sipil dan krisis kemanusiaan yang semakin parah.
Ketegangan meski dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi Eropa melalui perdagangan yang lebih rendah dengan Timur Tengah, Vashkinskaya menyoroti paparan terhadap benua ini terbatas mengingat ekspor kawasan euro sekitar 0,4 persen produk domestik bruto (PDB) ke Israel dan negara-negara tetangganya, sedangkan paparan perdagangan Inggris lebih sedikit sekitar 0,2 persen terhadap PDB.
Ia mencatat kondisi keuangan yang lebih ketat dapat membebani pertumbuhan dan memperburuk hambatan yang ada pada aktivitas ekonomi akibat kenaikan suku bunga di kawasan euro dan Inggris.
Namun, Goldman Sachs tidak melihat pola yang jelas antara kondisi keuangan dan episode ketegangan sebelumnya di kawasan Eropa Timur.
“Cara paling penting dan berpotensi berdampak pada ketegangan yang dapat meluas ke ekonomi Eropa adalah melalui pasar minyak dan gas,” ujar Vashkinskaya.
Ia menuturkan, sejak konflik saat ini terjadi, pasar komoditas mengalami peningkatan volatilitas. Harga minyak mentah Brent dan gas alam Eropa masing-masing naik 9 persen dan 34 persen pada puncaknya.
Advertisement