Liputan6.com, Jakarta - Lonjakan inflasi di 2023 dan pelemahan mata uang Lira mendorong otoritas moneter Turki untuk mengerek suku bunganya lebih lanjut, dengan angka yang cukup besar. Pada Oktober 2023, Turki mencatat inflasi sebesar 61 persen.
Melansir CNBC International, Jumat (24/11/2023) Bank sentral Turki pada hari Kamis menaikkan suku bunga utamanya, yang merupakan acuan suku bunga repo satu minggu, sebesar 500 basis poin menjadi 40 persen.
Baca Juga
Kenaikan tersebut dua kali lipat dari ekspektasi para ekonom, yang memperkirakan kenaikan sebesar 250 basis poin.
Advertisement
Langkah tersebut dipandang sebagai kelanjutan dari upaya bank sentral Turki untuk memerangi inflasi yang tinggi dan anjloknya lira.
Lira diperdagangkan pada 28.766 terhadap dolar Amerika Serikat (USD) setelah berita kenaikansuku bunga bank sentral Turki, sedikit lebih kuat terhadap dolar.
Sepanjang tahun ini, nilai Lira telah menurun 35 persne terhadap dolar dan telah kehilangan lebih dari 80 persen nilainya terhadap dolar selama lima tahun terakhir.
Timothy Ash, ahli strategi pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management, adalah salah satu dari sedikit pakar yang memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 500 basis poin.
"Langkah yang benar-benar mengesankan dari CBRT (Bank Sentral Republik Turki), menyelidiki ortodoksi mereka dan melampaui ekspektasi," katanya dalam sebuah catatan.
"Orang-orang ini serius dalam memerangi inflasi. Kita perlu memberi mereka penghargaan atas hal itu," tambahnya.
Keputusan CBRT menyusul serangkaian kenaikan suku bunga yang menyakitkan bagi masyarakat Turki, seiring dengan upaya negara tersebut untuk membalikkan inflasi yang meroket dan mata uang yang melemah selama beberapa tahun terakhir, yang sebagian besar didorong oleh kebijakan moneter longgar.
Suku Bunga The Fed Bakal Naik hingga 2024
Suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (the Fed) diprediksi masih terus naik setidaknya hingga awal tahun depan.Â
Managing Director Investment Strategy, Wealth Management OCBC Vasu Menon menuturkan, para pelaku pasar patut waspada karena masih ada ekspektasi kenaikan suku bunga acuan the Fed berlanjut.
Saat ini, inflasi di Amerika Serikat (AS) berada di angka 3,7 persen yang mana ini masih dipandang cukup tinggi oleh pasar. Maka sebab itu, the Fed tetap pada pendiriannya untuk terus mengerek suku bunga acuan demi menekan angka inflasi AS.
"The Fed memberi kesan bahwa mereka akan tetap hawkish sampai inflasi turun," kata Vasu dalam acara OCBC Experience Supporting Indonesia to The Global Stage di The Ritz-Carlton Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Jika inflasi AS berhasil turun, ada kemungkinan the Fed akan mengurangi sikap hawkish-nya dan bisa berbalik menjadi dovish. Dengan begitu, peluang penurunan suku bunga acuan akan lebih terbuka.
"Harapannya the Fed akan lebih dovish pada semester pertama dan mulai memangkas suku bunga acuan pada semester kedua 2024," ujar dia.
Vasu Menon menambahkan, potensi penurunan suku bunga acuan the Fed bakal lebih terbuka pada 2025 nanti. Hal ini jelas menjadi kabar baik bagi pelaku pasar di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya.
Advertisement
Ketua The Fed Jerome Powell: Ekonomi AS Sudah Mulai Tahan Kenaikan Suku Bunga
Sebelumnya diberitakan, Ketua Federal Reserve (Fed) Jerome Powell memastikan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menyeimbangkan risiko inflasi meningkat kembali versus risiko perlambatan ekonomi AS.
"Mungkin secara struktural perekonomian AS sedikit lebih tahan terhadap suku bunga," kata Jerome Powell, dikutip dari CNN Business, Jumat (10/11/2023).
Powel menunjuk pada pemilik rumah yang mengunci suku bunga hipotek sangat rendah selama pandemi, dan tidak menjual properti mereka karena kenaikan suku bunga.
Powell dan pejabat the Fed lainnya juga melihat imbal hasil obligasi yang lebih tinggi memainkan peran penting dalam mendinginkan perekonomian, karena hal ini berarti biaya pinjaman yang lebih tinggi.
"Suku bunga yang lebih tinggi ini sebenarnya berdampak pada hipotek masyarakat, biaya seluruh utang dengan suku bunga mengambang terkena dampaknya, sehingga berdampak pada perekonomian," jelas Powell.
Seperti diketahui, perekonomian AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 4,9 persen pada kuartal ketiga 2023, ditopang oleh belanja konsumen yang kuat.
Konsumen di Amerika berbelanja untuk konser, menonton film, dan jalan-jalan merupakan ciri kuatnya kekuatan ekonomi di musim panas.
Di sisi lain, hal ini berpotensi menyulitkan The Fed, karena permintaan yang kuat dapat mempertahankan tekanan kenaikan pada harga.
Mekanisme The Fed dalam mengatasi inflasi adalah dengan memperlambat permintaan melalui kenaikan suku bunga.
Suku bunga AS saat ini berada pada level tertinggi dalam 22 tahun terakhir dan The Fed telah memberi isyarat bahwa mereka kemungkinan akan mempertahankan kenaikan suku bunga lebih lama.
Mendinginkan perekonomian melalui suku bunga tinggi mungkin lebih sulit dibandingkan sebelumnya, kata Powell.