Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Gaza kini telah kolaps setelah lebih dari sebulan dilanda pengeboman yang dilakukan Israel pada Oktober 2023.
Bahkan sebelum perang dengan Israel, mayoritas warga Gaza memiliki akses terbatas terhadap perbekalan yang terjangkau dan bergizi serta dianggap rawan pangan, menurut Program Pangan Dunia PBB.
Baca Juga
PBB mencatat, sekitar 80 persen penduduk Gaza bergantung pada bantuan internasional sebelum eskalasi terbaru terjadi.
Advertisement
"Perekonomian Gaza 100 persen bergantung pada dua sumber pendapatan: bantuan luar negeri dan akses ke pasar tenaga kerja Israel. Yang terakhir ini sekarang sudah hilang, mungkin selamanya. Satu-satunya yang tersisa adalah bantuan luar negeri," ungkap Marko Papic, mitra dan kepala strategi di Clocktower Group, dikutip dari CNBC International, Jumat (24/11/2023).
Dilaporkan bahwa, tingkat pengangguran di Gaza yang biasanya merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dengan angka di atas 40 persen, kini sudah mendekati 100 persen.
Laporan dari Kebijakan Ekonomi Palestina yang berbasis di Ramallah menunjukkan, aktivitas perekonomian di wilayah tersebut telah secara efektif terhenti tanpa batas waktu.
"Ada populasi muda (Palestina) yang tidak melihat harapan. Sangat sulit untuk melihat masa depan ekonomi," ucap Kevin Klowden, kepala strategi global di Milken Institute.
Adapun Organisasi Buruh Internasional yang juga mencatat bahwa, selama satu bulan setelah perang, warga Gaza telah kehilangan setidaknya 182.000 pekerjaan, atau 61 persen dari angkatan kerja.
Badan PBB lainnya, Program Pembangunan PBB, memperkirakan bahwa pembangunan Gaza akan mengalami kemunduran dalam 16 hingga 19 tahun dalam penilaiannya berdasarkan indikator ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Bagian Paling Penting pada Perekomonian Palestina
"Dalam 25 tahun pertama pendudukan (Israel), warga Gaza bekerja di dalam wilayah Israel (dan) mereka memiliki perekonomian lokal sendiri… Gaza adalah bagian penting dari perekonomian Palestina," kata Raja Khalidi, direktur jenderal Israel Institut Penelitian Kebijakan Ekonomi Palestina.
Warga Gaza mulanyabbisa bekerja di Israel, Mesir, dan negara-negara Teluk Arab lainnya 50 tahun lalu, dan terdapat kelas profesional, universitas, dan bandara yang kuat pada saat itu, namun dengan konflik yang terjadi saat ini, perekonomian daerah kantong tersebut sekarang sangat buruk, hampir tidak berfungsi, Klowden menyoroti.
Israel telah mengeluarkan sekitar 18.000 izin bagi warga Gaza untuk bekerja dan tinggal di negara tersebut dan permukimannya di Tepi Barat, namun izin tersebut dicabut setelah serangan pada 7 Oktober2023.
Advertisement
Catatan Sejarah
Menurut PBB, selama tahun 1970an dan 1980an, perekonomian Palestina mengalami arus masuk modal yang relatif kuat, sebagian besar disebabkan oleh pengiriman uang dari para pekerja Palestina di Israel dan negara-negara Teluk.
Segalanya berubah setelah Hamas memperoleh kekuasaan di Gaza pada tahun 2006 ketika Israel melepaskan kendalinya atas wilayah tersebut. Hamas belum mengadakan pemilu di Gaza sejak itu.
Sejak tahun 2007, Gaza telah dikelilingi oleh tembok beton dan pagar kawat berduri setelah Israel memberlakukan blokade udara, darat dan laut di Jalur Gaza, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk melindungi diri dari serangan Hamas.
PBB mengklasifikasikan Israel sebagai negara penjajah atas wilayah Palestina di Tepi Barat dan Gaza.
"Ketika orang bertanya kepada saya apa yang diperlukan agar Gaza bisa kembali seperti semula… Kami ingin kembali seperti 20 tahun lalu, bukan dua bulan lalu," kata Khalidi.