Sukses

30% Pengajuan KPR Subsidi di BTN Ditolak, Gara-garanya Nunggak Pinjol

Jika seseorang menunggak utang seperti pijol dan tidak bisa membayar maka akan masuk dalam blacklist. Dampaknya maka sulit untuk mendapat utang lainnya seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) termasuk KPR subsidi.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) mencatat, 30 persen nasabah pemohon Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditolak pengajuan, lantaran skor kredit mereka kurang karena terlibat pinjaman online (pinjol)

“Jadi, data yang menunjukkan bahwa paling tidak 30 persen aplikan KPR subsidi di BTN itu terpaksa kita tolak karena dia terlibat pinjol. Pinjol, dalam hal ini, artinya punya tunggakan,” kata Chief Economist BTN Winang Budoyo dalam acara Perbanas: Memperkuat Ketahanan Domestik di Tengah Perlambatan Ekonomi Global, di Padalarang, Jumat (24/11/2023).

Oleh karena itu, Winang menghimbau kepada masyarakat agar tidak menyepelekan tunggakan, karena dampaknya bisa sangat berpengaruh terhadap skor kredit untuk ke depannya.

Skor kredit merupakan sebuah sistem yang diterapkan oleh lembaga pembiayaan guna menilai kelayakan peminjam saat mengajukan pinjaman.

“Dan yang menyedihkan, tunggakannya itu hanya berkisar Rp 100.000-Rp 200.000. Tapi dengan menunggak Rp 100.000 saja, dia jadi tidak bisa ikut KPR. Itu kenyataan yang harus kita hadapi,” kata Winang.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan jika seseorang menunggak utang dan tidak bisa membayar maka akan masuk dalam blacklist lembaga keuangan. Dampaknya maka sulit untuk mendapat pendanaan atau utang lainnya seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Padahal berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan perumahan, bahkan backlognya mencapai 12,7 juta.

“Artinya, masih ada 12,7 juta keluarga yang belum punya rumah. Mereka yang ingin memiliki rumah mereka sudah semacam menabung dulu. Sementara, di sisi lain ada pernyataan bahwa masyarakat kita tabungannya terus turun,” pungkas Winang.

2 dari 3 halaman

OJK: Konsentrasi Pinjol Masih di 3 Kota Besar

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan penyebaran bisnis fintech berupa peer to peer (p2p) lending atau pinjaman online (pinjol) legal masih belum merata. Ini mengingat, bisnis pinjol masih terpusat di tiga kota besar Pulau Jawa.

"Kalau kita lihat data, konsentrasi pinjol masih di tiga kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, dan Surabaya," kata Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Moch Ihsanuddin saat ditemui di BEI Rabu (1/11/2023).

Dia bilang, penggunaan fintech di daerah khsususnya luar Jawa masih minim. Bahkan, pengguna dari fintech ini mayoritas berasal dari Jakarta atau sekitar 80 persen total pengguna layanan fintech.

Sehingga, OJK menilai pemerataan fintech ini menjadi hal yang penting. Sebab, kehadiran fintech ini diyakini bisa meningkatkan perekonomian sekaligus dapat menjangkau masyarakat yang tidak tersentuh oleh perbankan.

 

3 dari 3 halaman

Butuh Pembinaan

Menurut ia, ketahanan dari perusahaan fintech ini belum teruji. Jika mengacu pada data statistik, sekitar 64 persen perusahaan fintech baru berjalan kurang dari lima tahun alias masih seumur jagung. Sedangkan, fintech yang sudah teruji lebih dari 20 tahun masih sedikit atau sekitar 2,7 persen.

Alhasil, perusahaan fintech ini belum bisa dikatakan akan bertahan dalam beberapa tahun ke depan dalam waktu yang lama. Sebab, ketangguhannya perlu diuji dengan berbagai tantangan yang ada.

Dengan begitu, ia mencermati perusahaan fintech ini membutuhkan pembinaan maupun pendampingan ke depannya. Selain itu, perusahaan fintech yang baru mulai menjalankan usahanya perlu dirangkul agar patuh terhadap aturan yang ada.

"Makanya harus kita perbaiki industri ini (fintech) sehingga ke depan akan menjadi lebih baik, khususnya dalam mendukung UMKM," ujar dia.