Sukses

Pertumbuhan Kredit dan DPK Melambat, Bos OJK: Wajar Karena Baru Pulih

Ketua OJK Mahendra Siregar menyoroti terkait pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang tahun ini mengalami perlambatan.

Liputan6.com, Jakarta Ketua OJK Mahendra Siregar menyoroti terkait pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang tahun ini mengalami perlambatan.

Menurut Mahendra, kondisi tersebut wajar karena kinerja industri perbankan masih dalam masa pemulihan pasca pandemi covid-19.

"Wajar kalau lebih rendah sedikit dibanding tahun lalu, karena memang kan rebound dari kondisi pandemi yang besar, sehingga sekarang tetap terjaga di tingkat pertumbuhan yang kurang lebih masih sama dari pra-pandemi," kata Mahendra dalam acara Risk and Governance Summit 2023, di Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Meskipun mengalami perlambatan, Mahendra menegaskan yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menjaga pertumbuhan di sektor riil.

Lantaran, permintaan kredit investasi dan modal kerja dinilai akan sangat tergantung terhadap pertumbuhan dunia usaha.

"Selama dijaga dan dipahami, pemerintah betul-betul tahu hal ini, dan dijaga tahun ini, tentu membuka peluang perbankan yang sangat baik," ujarnya.

Ruang Likuiditas

Adapun Mahendra mengatakan, saat ini perbankan masih memiliki ruang likuiditas cukup besar untuk menyalurkan kredit. Hal itu tercermin dari rasio simpanan terhadap kredit atau loan to deposit ratio (LDR) yang berada pada posisi 83 persen.

OJK mencatat kredit perbankan hanya tumbuh 8,99 persen yoy per Oktober 2023. Pertumbuhan tersebut didukung peningkatan permintaan pembiayaan sejalan dengan kinerja korporasi dan konsumsi rumah tangga yang terjaga. Secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh sektor jasa sosial, jasa dunia usaha, dan pertambangan. 

Namun, kredit perbankan Oktober 2023 terbilang  naik tipis dibandingkan September 2023 yang sebesar 8,96 persen yoy. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tranformasi Digital Sektor Keuangan Bisa Jadi Berkah Sekaligus Kutukan, Kok Bisa?

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar membahas mengenai dua sisi transformasi digital di sektor keuangan di Indonesia. Menurutnya, transformasi digital bisa menjadi berkah dan kutukan. Namun, hal itu tergantung pada tujuannya.

“Apakah digital transformasi di sektor jasa keuangan itu berkah atau kutukan?” kata Mahendra Siregar dalam acara Risk and Governance Summit 2023, di Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Mahendra menjelaskan, bahwasannya transformasi digital saat ini menjadi berkah untuk pengembangan percepatan transaksi, pertumbuhan maupun perkembangan industri.

Sebaliknya, untuk mereka yang menjadi korban dari kejahatan dibidang tranformasi digital justru menyebutnya adalah sebuah kutukan.

"Tapi mereka yang menjadi 'korban'dari berbagai kegiatan yang ilegal atau masalah yang terjadi berkaitan dengan pemanfaatan teknologi dalam sektor jasa keuangan mungkin mengatakannya itu kutukan," ujarnya.

Kendati demikian, Mahendra mengaku optimistis bahwa transformasi digital ke depannya mampu menunjukkan sisi positif yang lebih banyak dibandingkan sisi yang negatifnya, agar tidak menjadi kutukan.

“Na, yang ingin kita lihat dalami diskusikan adalah bagaimana bahwa itu memang pada gilirannya menunjukan aspek positifnya dan memitigasi, meminimalisasi, kalaupun tidak menghilangkan aspek negatifnya, supaya tidak menjadi curse bagi kita semua,” pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Menkop Teten Buka-bukaan Teknologi Digital Belum Bisa Bantu UMKM Tambah Untung

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap dampak dari proses transformasi digital di lingkup usaha. Nyatanya, penerapan teknologi belum maksimal mendorong keuntungan bagi UMKM.

Teten mencatat, saat ini Indonesia belum memiliki badan yang mengatur strategi nasional transformasi digital. Alhasil, dia dan para menteri lainnya mengaku tak memiliki acuan yang jelas, padahal transformasi digital melibatkan banyak aspek.

"Di Indonesia transformasi digital hanya berkembang di sektor perdagangan (e-commerce) di sektor hilir bukan di sektor produksi," kata dia kepada media, Sabtu (16/9/2023).

"Makanya produksi nasional kalah dengan produk dari luar yang lebih murah, karena produksinya lebih efisien dan berkualitas," imbuhnya.

Teten mengatakan, pada sisi platform dagang digital pun, pemerintah seakan terlambat menghadirkan aturan. Utamaya yang mengatur platform e-commerce dan social commerce.

"Akibatnya kita didikte platform digital global. UMKM produsen kita gak punya kemampuan teknologi digital. Aplikasi-aplikasi digital untuk membantu supply chain UMKM masih sedikit," ungkap Teten Masduki.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini