Sukses

Belanja BUMN ke Produk UMKM Lewat Platform PaDi Capai Rp 31 Triliun

Sesuai arahan dari Menteri BUMN Erick Thohir, semua transaksi belanja UMKM harus dilakukan melalui PaDi UMKM. Tujuannya, agar lebih mudah dalam mencatat belanja yang dilakukan setiap BUMN.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat, selama periode Januari hingga September 2023 nominal transaksi yang dilakukan perusahaan-perusahaan BUMN terhadap produk UMKM sebesar Rp 31 triliun.

Staf Ahli Bidang Keuangan dan Pengembangan UMKM Kementerian BUMN, Loto Srinaita Ginting, menyebut nominal transaksi tersebut dilakukan melalui platform Pasar Digital UMKM (Padi UMKM).

“Belanja BUMN di Padi UMKM Januari-September 2023 (telah mencapai) Rp 31 triliun,” kata Loto kata Loto Srinaita Ginting, di Gedung Sarinah, Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Adapun kebijakan belanja UMKM melalui platform Padi UMKM telah berlangsung sejak 2020. Hal itu sejalan dengan arahan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang melarang perusahaan BUMN mengikuti tender proyek di bawah Rp14 miliar. Proyek di bawah nilai tersebut lebih baik akan dikerjasamakan dengan Usaha Kecil Menengah Mikro (UMKM).

Lebih lanjut, Loto mengatakan, sesuai arahan dari Menteri BUMN, semua transaksi belanja UMKM harus dilakukan melalui Padi UMKM. Tujuannya, agar lebih mudah dalam mencatat belanja yang dilakukan setiap BUMN.

“Kalau dia ngaku sudah belanja tapi tidak tercatat di Padi UMKM, kita nggak bisa katakan dia belanja di UMKM dengan baik,” ujarnya.

Disamping itu, Loto juga mendorong agar BUMN lainnya segera mendaftarkan UMKM-UMKM binaannya ke platform Padi UMKM sebagai upaya memantu UMKM sekaligus memudahkan BUMN dalam membelanjakan anggarannya.

“Makanya kita bilang, vendor-vendormu masukin ke PaDi UMKM,” pungkasnya.

2 dari 3 halaman

MenkopUKM Bakal Pertahankan Pajak UMKM 0,5 Persen

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengaku akan berupaya mempertahankan pajak penghasilan atau PPh untuk UMKM sebesar 0,5 persen.

"Saya akan tetap pertahankan bagaimana usaha mikro dan kecil ini 0,5 persen," kata Teten Masduki saat ditemui media di JCC, Jakarta (28/11/2023).

Teten mengatakan pajak tidak hanya dilihat sebagai sumber pendapatan negara, melainkan pajak juga berperan penting untuk stimulus pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Pajak itu nggak harus dilihat sebagai pendapatan negara, pajak itu juga untuk stimulus pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya akan mempertahankan pengenaan pajak untuk UMKM diangka 0,5 persen. Teten berpendapat, UMKM tidak perlu dikenakan pajak yang besar, lantaran UMKM memberikan manfaat bagi negara, yaitu menciptakan lapangan kerja.

"Para UMKM ini mungkin tidak perlu diberi pajak terlalu besar karena mereka bisa ciptakan lapangan kerja," tegas Teten.

3 dari 3 halaman

Tentang Pajak UMKM

Sebagai informasi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagaimana telah diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh, WP tersebut diberikan fasilitas berupa pengenaan tarif PPh final 0,5 persen dari peredaran bruto usahanya.

Tarif PPh final 0,5 persen dapat digunakan oleh WP Orang Pribadi atau Badan Dalam Negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu Tahun Pajak. Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku.

Berdasarkan Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5 persen paling lama 7 tahun untuk WP Orang Pribadi, 4 tahun untuk WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP Badan Perseroan Terbatas.

Jangka waktu tersebut terhitung sejak WP terdaftar bagi WP yang terdaftar setelah tahun 2018, atau sejak tahun 2018 bagi WP yang terdaftar sebelum tahun 2018.