Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan bahwa sektor pertanian Indonesia relatif tangguh di tengah ketidakpastian global. pernyataan ini didasari pertumbuhan sektor pertanian sejak Indonesia harus menghadapi pandemi Covid-19.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, hal itu tercemin dari bagaimana sektor pertanian terus tumbuh positif walaupun dihadapi pandemi Covid-19 pada 2020.
Baca Juga
“Pada 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi, tetapi sektor pertanian mampu tetap tumbuh posisi pada kisaran 1,8 persen yang sampai saat ini terus tumbuh di 2022 menguat menjadi 2,25 persen dan sampai dengan kuartal III 2023 tetap tumbuh positif di Kisaran 1,34 persen,” papar Amalia dalam kegiatan Diseminasi Hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1, Senin (4/11/2023).
Advertisement
Secara distribusi sektor pertanian berdasarkan subsesktornya, sektor pertanian Indonesia didominasi oleh Tanaman Perkebunan.
Kemudian sektor kedua yang memberikan kontribusi terbesar di dalam sektor pertanian adalah perikanan dan yang ketiga adalah tanaman pangan.
“Tentunya kalau kita lihat bagaimana kinerja pertumbuhan dari sektor pertanian berdasarkan pembagian subsektornya, maka kalau kita lihat di 2022 pertumbuhan tertinggi berada di subsektor peternakan dan di tahun 2023 sektor perikanan tumbuh paling tinggi (12,91 persen) di antara subsektor lainnya,” beber Amalia, dalam paparan BPS di Ritz Carlton Jakarta.
Hasil SP 2023 juga menunjukkan, 5 komoditas pertanian yang paling banyak diusahakan oleh usaha pertanian perorangan (UTP) adalah padi sawah inbrida, ayam kampung biasa, sapi polong, kelapa, dan jagung hibrida.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto juga mengungkapkan bahwa jumlah usaha pertanian mencapai 29.360.833 unit.
“Angka ini turun 2,35 juta unit (7,42 persen) dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebanyak 31.715.486 unit,” kata Atqo.
BPS merinci, Usaha Pertanian Perorangan (UTP) mencapai sebanyak 29.342.202 unit, turun 2,36 juta unit (7,45 persen) dari yang tercatat lada tahun 2013 sebanyak 31.705.295 unit.
Adapun Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB) yang mencapai 5.705 unit, naik 35,54 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 4.209 unit.
“Jumlah Usaha Pertanian Lainnya (UTL) di 2023 sebanyak 12.926 unit, naik 116,08 persen dari tahun 2013 yang sebanyak 5.982 unit,” papar Atqo.
Masalah Industri Penggilingan Padi Masih Sama dalam 50 Tahun
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sambutan secara virtual pada acara Rapat Kerja Nasional Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), pada Selasa (24/10/2023).
Menko Airlangga menjelaskan, sebagai salah satu leading sector perekonomian nasional, sektor pertanian mampu mencetak pertumbuhan positif 2,02% (yoy) dan berkontribusi sebesar 13,35% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2023.
“Kinerja positif ini perlu diapresiasi, terutama untuk agar terus ditingkatkan di tengah berbagai tantangan yang sedang dan akan dihadapi,” ujar Airlangga hartarto dikutip dari keterangan tertulis.
Menko Airlangga menjelaskan bahwa saat ini dunia sedang menghadapi tantangan El Nino, yang diprediksi oleh BMKG masih akan terjadi sampai dengan Februari 2024. El Nino menyebabkan peningkatan suhu dan kekeringan, serta berpotensi menurunkan produksi komoditas pertanian.
Lebih jauh, BPS memperkirakan terjadi penurunan total luas panen padi sebesar 2,45% dari 10,45 juta ha pada tahun 2022 menjadi 10,20 juta ha pada tahun 2023. Hal ini akan berdampak langsung pada penurunan total produksi Gabah Kering Giling (GKG) dan produksi beras.
Selain itu, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani per September 2023 tercatat mengalami kenaikan sebesar 11,69% dibandingkan bulan sebelumnya. Harga Gabah Kering Giling (GKG) September 2023 pun tercatat naik sebesar 9,18%. Dampaknya, harga beras premium dan beras medium di tingkat penggilingan pun mengalami kenaikan masing-masing 9,75% dan 10,55%.
“Penggilingan padi punya peran strategis terutama untuk menjaga stabilitas harga beras di tingkat konsumen,” tutur Menko Airlangga.
Advertisement
Revitalisasi dan Restrukturisasi
Menko Airlangga juga mengungkapkan bahwa selama 50 tahun terakhir industri penggilingan padi masih menghadapi sejumlah tantangan seperti tingginya kehilangan hasil padi pada tahap pengeringan dan penggilingan, rendemen giling yang sulit ditingkatkan, dan kualitas beras yang dihasilkan tidak optimal karena banyak beras patah, serta harga pokok produksi beras relatif tinggi khususnya untuk beras dengan kualitas yang lebih baik.
Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa Pemerintah terus berfokus pada revitalisasi dan restrukturisasi penggilingan padi dengan mendorong penggilingan padi untuk melakukan revitalisasi sarana prasarana produksi, sehingga kualitas gabah dan beras yang dihasilkan dapat meningkat. Berbagai dukungan program dan kebijakan juga disediakan baik melalui Kredit Usaha Rakyat, bantuan sarana prasarana dan juga KUR Alsintan.
“Saya berharap semua pihak untuk terus meningkatkan produktivitas, memaksimalkan peran dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, ketersediaan pangan. Semoga Rakernas ini menghasilkan pemikiran dan terobosan terhadap kebutuhan pangan dan semoga Indonesia diberkahi oleh masa depan yang lebih baik,” pungkas Menko Airlangga.