Sukses

BPS: Jumlah Petani Gurem di Indonesia Naik Jadi 16,89 Juta di 2023

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) kategori Gurem atau petani Gurem meningkat 2,64 juta dalam 10 tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) kategori Gurem atau petani Gurem meningkat 2,64 juta dalam 10 tahun terakhir.

Angka itu tercatat dalam hasil Sensus Pertanian (ST) BPS 2023 Tahap 1.

Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto memaparkan bahwa jumlah petani gurem mencapai 16,89 juta RTUP pada ST2023, atau naik 18,54 persen dari yang tercatat pada tahun 2013 sebanyak 14,25 juta RTUP.

Sebagai informasi, RTUP Gurem merupakan rumah tangga yang menggunakan atau mengusasi lahan (pertanian/tempat tinggal) kurang dari 0,50 hektare.

“Untuk Sumatera, persentase RTUP gurem paling banyak terdapat di Provinsi Aceh, sebesar 57,68 persen atau naik 60,50 persen dari ST2013,” papar Atqo dalam Diseminadi Hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1 di Ritz Carlton, Jakarta pada Senin (4/11/2023).

“Jadi lebih dari setengah RTUP Aceh adalah petani gurem,” lanjutnya.

Di Jawa

Sementara di Pulau Jawa, data BPS menyebutkan, petani gurem terbanyak berada di Yogyakarta sebesar 87,75 persen.

Meski angka tersebut cukup tinggi, namun telah menurun 13,91 persen dibandingkan dengan sensus sebelumnya.

 

2 dari 4 halaman

Kalimantan dan Bali

Selanjutnya di Pulau Kalimantan, wilayah Kalimantan Selatan memiliki jumlah petani gurem tertinggi sebesar 42,41 persen atau naik 39,95 persen dari ST2013.

Adapun RTUP gurem di Pulau Bali-Nusra yang paling banyak berada Bali sebesar 69,32 persen, turun 3,02 persen.

Kemudian di Pulau Selawesi, petani gurem paling dengan persentase tertinggi ditemui di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 41,23 persen atau naik 20,62 persen dari ST2013.

Terakhir, persentase petani gurem paling tinggi di Maluku dan Papua, adalah Papua Pegunungan, sebesar 98,63 persen atau hampir mecakup seluruh petani gurem.

3 dari 4 halaman

Regenerasi Petani hingga Kemiskinan Jadi Tantangan Sektor Pertanian Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi sektor pertanian di Indonesia.

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, tantangan ini salah satunya adalah tren usia petani yang menua, dan minimnya regenerasi di tengah pentingnya peran sektor tersebut dalam perekonomian nasional.

“Ada tren pekerja di sektor pertanian cenderung menua dan ini merupakan perhatian kita bersama,” kata Amalia dalam acara Diseminasi Hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1 di Ritz Carlton Jakarta, Senin (4/11/2023).Maka dari itu, BPS menyampaikan bahwa regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian merupakan langkah yang penting untuk dilakukan.

Data BPS menunjukkan, pada Februari 2023 sekitar 58 persen tenaga kerja pertanian berumur 45 tahun ke atas.

Selain itu, sebagian besar (74,89 persen) tenaga kerja pertanian hanya menamatkan pendidikan paling tinggi Sekolah Dasar.

Hasil Sensus Pertanian

Hasil Sensus Pertanian BPS T2023 Tahap 1 menunjukkan, terjadi peningkatan proporsi pengelola Usaha Pertanian Perorangan (UTP) berumur di atas 55 tahun dan penurunan proporsi petani berumur di bawah 44 tahun dibandingkan survei pertanian pada 2013.

4 dari 4 halaman

Tantangan Lain

Tantangan lainnya di sektor pertanian adalah produktivitas.

Amalia menyebut, meski pertanian memainkan peran sebagai penggerak ekonomi, tetapi produktivitas masih lebih rendah dibandingkan sektor industri pengolahan.

“Produktivitas sektor pertanian kira-kira hanya seperenam dari produktivitas sektor pengolahan,” bebernya.

Ditemukan juga, rendahnya produktivitas di sektor pertanian juga memiliki korelasi dengan penduduk yang bekerja dengan status informal sebesar 88,42 persen.

Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat di kisaran 88 persen.

“Rendahnya produktivitas di sektor pertanian salah satunya juga dikontribusikan karena tenaga kerja pertanian atau mayoritas hanya menamatkan pendidikan sekolah dasar atau sekitar 75 persen tenaga kerja pertanian hanya mengalami pendidikan paling tinggi di sekolah dasar,” imbuh Amalia.