Sukses

Kantor Hukum Bejibun Tangani Kasus Kepailitan dan PKPU di Akhir Tahun

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) jadi isu utama yang banyak masuk ke ranah hukum pada akhir tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Kantor Hukum Hermawan and Partner mengaku tengah banyak fokus mengurusi permasalahan utang di tubuh perusahaan. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) jadi isu utama yang banyak masuk ke ranah hukum pada akhir tahun ini. 

"Kalau concern-nya soal kepailitan dan PKPU untuk mewujudkan pembayaran utang. Ada beberapa," ujar Hermawan selaku pemilik Law Office Hermawan and Partner kepada Liputan6.com, Rabu (6/12/2023).

Hermawan coba membocorkan salah satu kasus yang tengah ditanganinya. Terkait persetujuan antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan dengan nilai perkara Rp 100 miliar. 

"PKPU itu kan saya mendampingi karyawan 75 orang. Kalau (nilai) perkaranya sekitar hampir Rp 100 miliar. Itu lagi mau dibayar, karena sudah ada homologasi," paparnya. 

Bidang kurator, Legal Auditor, tax lawyer, custom lawyer, mediator dan legal liquidator memang jadi suatu hal yang tak asing bagi kantor hukum yang bermarkas di Kota Bandung tersebut. 

Selain fokus pada arbitrase nasional dan internasional, Hermawan and Partner juga ikut menangani berbagai kasus hukum tersebut, dan memiliki beberapa Associates di berbagai negara.

Berkat keuletan itu, sejumlah penghargaan pun telah diraih Hermawan dan Partner sejak 2022. Tahun lalu, mereka menyabet penghargaan dari Indonesia Best Choice Award (IBCA), dengan kategori ‘Best Choice In Performance International Lawyer Award 2022’.

Selain itu, kantor hukum itu juga meraih penghargaan dari Indonesia Award Magazine dan menduduki di posisi nomor satu dengan kategori ’Best Performance National & International Lawyer Winner 2022.

2 dari 3 halaman

Kantor Hukum Bejibun Tangani Kasus Kepailitan dan PKPU di Akhir Tahun

Saat ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih terus melakukan penyelidikan perihal kasus monopoli di industri logistik. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur membenarkan hal tersebut.

“Sebagai informasi, penyelidikan dugaan kasus monopoli industri logistik tersebut saat ini masih terus berlanjut. Untuk kelanjutannya Insya Allah nanti akan kami informasikan kembali,” ujar Deswin Nur dikutip Jumat (20/10/2023).

Perlu diketahui, KPPU mencurigai adanya dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di industri logistik di Indonesia. Adapun penyelidikan di industri ekspedisi ini adalah inisiatif KPPU dan berdasarkan proses penyelidikan atas dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 yang melibatkan salah satu platform e-commerce, khususnya berkaitan dengan jasa logistik di Indonesia.

Pada September lalu, KPPU telah memanggil Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia untuk dimintai keterangan.

Dalam prosesnya, KPPU juga memanggil beberapa lainnya untuk dimintai keterangan.Secara terpisah, Sekretaris Asosiasi Logistik Digital Ekonomi Indonesia (ALDEI) Manorsa P. Tambunan menjelaskan bahwa kondisi industri logistik Indonesia tengah mengalami persaingan tidak sehat.

”Saat ini, pemain yang bermodal besar bisa langsung melakukan investasi kapasitas besar dan menjalankan strategi predatory pricing, untuk merebut pangsa pasar dan memperoleh cost competitiveness.

3 dari 3 halaman

Industri Logistik Indonesia

Dan yang membuat miris, pemain besar di industri logistik Indonesia yang melakukan hal tersebut adalah perusahaan yang dimiliki asing. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam prospektus mereka saat mengajukan IPO di Hongkong tentang kepemilikan asing 100% di perusahaan mereka.

”Seperti diketahui, salah satu perusahaan logistik di Indonesia saat ini tengah dalam proses bookbuilding dan Perusahaan tersebut diperkirakan akan melakukan IPO di bursa Hong Kong pada 27 Oktober 2023," tutur dia.

Manorsa menambahkan, kepemilikan asing sebesar 100% ini bertentangan dan melanggar Perpres 49/2021 aktivitas kurir (KBLI 53201) di mana logistik merupakan bidang usaha dengan batasan modal asing maksimal 49%.

"Ini merupakan pelanggaran yang dilakukan secara terang terangan. Kami kuatir apabila hal ini dibiarkan pemerintah, dampak negatifnya tidak hanya dirasakan industri logistik. Akan tetapi bisa menjalar ke bidang lain karena rawan duplikasi praktik yang melanggar aturan seperti ini," tutupnya.