Sukses

Menteri Basuki: Bangun Kota Harus Livable dan Loveable

Dengan adanya climate change, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menilai kota yang dibangun juga harus resilience dan tangguh terhadap kekeringan atau banjir. Karena keberlanjutan sangat berhubungan dengan environment.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menilai, saat ini pembangunan perkotaan tidak hanya membangun fisik saja. Namun juga ruhnya sebagai wadah dari kegiatan sosial-budaya yang inklusif dan kegiatan produktif-ekonomi semua manusia yang tinggal di dalamnya.

"Kita harus mampu mendesain kota yang memiliki hubungan erat dengan warga di dalamnya, termasuk dengan lingkungan. Antara lain, produktivitas dan kenyamanan merupakan indikator yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan perkotaan," papar Menteri Basuki dalam keterangan tertulis, Minggu (10/12/2023).

Dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat ke depannya, menurutnya pemerintah harus menyiapkan kota yang benar-benar aman dan nyaman untuk ditinggali.

Sehingga, livable city tidak hanya mengusung unsur modernitas pembangunan perkotaan saja, tapi juga harus berkelanjutan, unsur ketahanan terhadap berbagai risiko bencana.

 

"Dengan adanya climate change, perkotaan yang dibangun juga harus resilience dan tangguh terhadap kekeringan atau banjir. Karena keberlanjutan sangat berhubungan dengan environment," kata Basuki.

"Jadi konsepnya adalah kota yang tangguh menghadapi perubahan iklim dan nyaman bagi warganya untuk tinggal, beraktivitas dan berproduksi," jelas dia.

Kepala Otorita IKN yang baru saja mendapat gelar Profesor Kehormatan (Honoris Causa), Bambang Susantono, juga berharap ke depannya pembangunan kota fokus pada kelayakan kota (livability) agar mampu menangani berbagai dinamika permasalahan di masa mendatang.

"Sehingga selain menjadi kota yang livable dan berkelanjutan, juga menjadi kota yang loveable," ujar Bambang.

2 dari 4 halaman

Menteri PUPR: Proyek Bendungan Upaya Nyata Atasi Perubahan Iklim

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan bendungan dan embung sebagai tampungan air di berbagai wilayah Indonesia merupakan salah satu upaya nyata untuk mengatasi ancaman perubahan iklim (climate change).

Hal tersebut disampaikan Menteri Basuki dalam acara Seminar Internasional Teknik Hidrolika /Hydraulic Engineer International Seminar (HEIS) 2023 bertajuk “Water Actions Toward Climate Resilience, Green Economy, and Sustainable Development” yang diselenggarakan Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI) di Kampus Universitas Tarumanegara, Jakarta, Sabtu (25/11/2023) siang.

"Untuk menghadapi ancaman perubahan iklim (climate change) Pemerintah Indonesia harus memperbanyak tampungan air (reservoar), baik itu embung dan bendungan. Dan kita utamakan bendungan agar di saat kemarau masih ada cadangan air yang cukup besar," kata Menteri Basuki ditulis Minggu (26/11/2023).

Dikatatakan Menteri Basuki, bahwa jumlah bendungan di Indonesia masih jauh jika dibandingkan negara lain seperti Korea Selatan dan China.

"Kita sebagai negara kepulauan besar harus juga berpikir besar (think big) untuk terus menambah jumlah tampungan air. Pemerintah China hingga akhir tahun 2022 tercatat telah memiliki sekurangnya 98.000 bendungan, lalu Korea Selatan mempunyai sekitar 18.000 bendungan,, sementara kita mendekati sekitar 300 bendungan," ujarnya.

Selain itu, Menteri Basuki juga menyatakan pentingnya memperhatikan dan memodifikasi desain bendungan agar dapat berfungsi optimal dalam pemanfaatan air, baik di musim kemarau dan hujan.

"Tidak kalah penting adalah memperbarui desain bendungan, dimana semua bendungan harus punya pintu air agar dapat dioperasikan optimal dalam musim hujan dan kemarau," ujar Menteri PUPR.

3 dari 4 halaman

Pembangunan Ramah Lingkungan

Ditambahkan Menteri Basuki bahwa Kementerian PUPR terus mengutamakan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada di berbagai infrastruktur.

"Sebagai contoh pembangkit listrik tenaga surya terapung (floating solar energy) yang memanfaatkan 20% luas permukaan genangan bendungan. Terdapat potensi tenaga listrik sebesar 4.800 Megawatt (MW) potensi dari floating solar energy, dari seluruh bendungan yang ada," katanya.

Selain itu, dikatakan Menteri Basuki, Kementerian PUPR juga telah memanfaatkan 23 bendungan eksisting yang dibangun oleh Kementerian PUPR sebagai pembangkit listrik tenaga air.

"Kapasitas listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga air baru berkisar 9% dari seluruh jenis pembangkit listrik di Indonesia yang dihasilkan," ujarnya.

4 dari 4 halaman

Manfaatkan Teknologi

Terakhir Menteri Basuki berpesan agar para ahli di bidang Sumber Daya Air (SDA) yang tergabung di HATHI terus beradaptasi dalam pemanfaatan perkembangan teknologi.

"Saat ini sudah berkembang teknologi baru kecerdasan buatan/Artificial Intelligence (AI). Teknologi AI harus bisa dikembangkan pemanfaatannya untuk pengelolaan SDA seperti dalam mengatasi banjir dan air baku," ujarnya.

Ketua HATHI yang juga Direktur Jenderal Sumber Daya Air Bob Arthur Lombogia dalam laporannya mengatakan, seminar ini akan menjadi kesempatan emas untuk berbagi pengalaman antara praktisi, profesional di bidang hidrolika untuk mengembangkan solusi permasalahan SDA. "Seminar ini diikuti 370 partisipan dari nasional dan internasional dengan beberapa pembicara internasional," ujarnya.