Liputan6.com, Jakarta Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan bersama United Nations Development Programme (UNDP) meluncurkan program pendanaan bagi perusahaan rintisan (startup)yang memiliki insisasi untuk melakukan investasi ramah lingkungan dan menerapkan praktik bisnis berkelanjutan. Program tersebut dinamai Catalytic Funding dan Program Incentivizing Mitigation Outcomes.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyampaikan, progam pendanaan bagi perusahaan startup tersebut berasal dari UNDP untuk mendukung pemerintah dalam menekan emisi. Pemerintah menargetkan dapat mencapai net zero emission pada tahun 2060 mendatang.
Baca Juga
"Ini adalah suatu aktivitas yang sekali lagi menegaskan komitmen Indonesia kepada agenda perubahan iklim, kata Suahasil dalam acara peluncuran Program Pendanaan Startup di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (11/12).
Advertisement
Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto menyebut nilai pendanaan program ini pada batch pertama mencapai USD 400.000 kepada empat perusahaan startup. Nilai pendanaan ini setara Rp6,24 miliar dengan asumsi kurs Rp15.614 per USD.
Adapun, empat startup yang memperoleh kucuran pendanaan tersebut ialah GreenHope, Cakap, FishLog, dan Delos.
"Nanti masing-masing startup memperoleh pendanaan USD 100.000. Tapi pencairannya bertahap untuk tahap pertama 20 persen, kedua 30 persen, dan sisanya 50 persen," ujar Joko.
Program ini melibatkan startup yang didukung oleh portofolio IIIF, untuk memperluas aktivitas bisnis mereka ke wilayah berisiko tinggi, wilayah yang kurang terlayani atau kelompok populasi rentan. Termasuk masyarakat area pesisir dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
"Program Catalytic Fund ini merupakan langkah awal komitmen BPDLH dalam percepatan target pembangunan berkelanjutan serta melibatkan startup dalam menerapkan praktik terbaik dan inisiatif investasi berdampak dengan pendekatan inovatif dalam mendorong ESG melalui kemitraan publik-swasta," pungkas Joko.
Indonesia Butuh 9 Juta Ahli IT di 2030, Peluang Karir Nih
Indonesia mempunyai misi untuk bisa menjadi pusat ekonomi digital ASEAN. Maka dari itu, untuk mewujudkannya, Indonesia membutuhkan banyak ahli IT.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin menyebut, Indonesia tengah kekurangan 9 juta digital talent hingga 2030 mendatang.Â
Digital talent merupakan sumber daya manusia (SDM) dengan kemampuan menguasai teknologi digital.
"Kita masih memerlukan sekitar 9 juta digital talent sampai dengan tahun 2030," ujar Rudy dalam acara Media Briefing di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).
600 Ribu IT Tiap Tahun
Artinya, lanjut Rudy, Indonesia membutuhkan sebanyak 600 ribu ahli IT di setiap tahunnya. Khususnya di bidang IT spesialis cloud, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), dan lainnya.
"Artinya, bulan hanya mampu memahami teknologi yang biasa seperti programmer," ucapnya.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah terus melakukan kerjasama dengan berbagai paltform teknologi asing baik Apple Academic hingga Microsoft. Rudy mengatakan, berbagai langkah tersebut bertujuan untuk memastikan perkembangan ekonomi digital di Tanah Air dikuasai oleh SDM dalam negeri.
"Kita udah banyak memenuhi kerjasama digital talent, Apple Academy mau tambah lagi di Bali. Kita juga kerjasama dengan perguruan tinggi asing seperti King’s College London (KCL) mau buka di KEK Singashari, (Malang). Kita Kalau kita tidak penuhi SDM dengan teknologi tinggi di sini nanti yang memenuhi asing," pungkas Rudy.
Advertisement
Indonesia Berpotensi Pimpin Blok Ekonomi Digital di Asia Tenggara, Ini Alasannya
Sebelumnya, Indonesia berpotensi menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara. Seiring banjirnya investasi usaha rintisan teknologi sekaligus pasar terbesar, sehingga wilayah ini secara langsung memainkan peran signifikan bagi perekonomian dunia.
Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady menilai, Indonesia menguasai nyaris separuh populasi Asia Tenggara, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Hingga Maret 2023, Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang masuk dalam 10 besar negara dengan usaha rintisan terbanyak. Total startup Indonesia, sebagaimana dilaporkan Startup Ranking, mencapai 2.502 perusahaan.
Â