Sukses

BPK Temukan 11 BUMN Bermasalah, Erick Thohir Bakal Seret ke Kejagung Jika Korupsi

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan mendalami temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya masalah atas pendapatan, biaya, dan investasi dari 11 perusahaan BUMN dan anak usahanya.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan mendalami temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya masalah atas pendapatan, biaya, dan investasi dari 11 perusahaan BUMN dan anak usahanya. 

Erick mengaku, siap menyeret siapapun pegawai BUMN yang terbukti melakukan korupsi ke kantor Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Kalau ada korupsinya kita bawa langsung ke Kejaksaan," kata Erick kepada awak media di Grha Pertamina, Jakarta Pusat, Rabu (13/12).

Erick menyebut, temuan BPK atas permasalahan yang terjadi di perusahaan BUMN dan anak usaha merupakan hal yang lumrah. Mengingat, permasalahan yang dilaporkan oleh BPK tidak sepenuhnya terkait kasus hukum.

"Temuan yang lumrah, saya rasa itu catatan pembukuan yang memang harus diperbaiki. Kalau dilihat BPK itu, baca tindak lanjutnya, bukan semuanya kasus hukum," ucap Erick.

Atas temuan BPK tersebut, Erick memastikan Kementerian BUMN tidak akan menutup diri dengan melakukan audit. Hal ini bagian dari komitmen untuk  meningkatkan tata kelola perusahaan BUMN menjadi lebih baik atau good corporate governance.

"Ya langsung diaudit, masa menutup diri. Kita ini kan transparan dan good governance-nya," pungkas Erick Thohir.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat ada masalah terkait pendapatan, biaya, dan investasi dari 11 BUMN dan anak usahanya. Misalnya, terkait mitigasi risiko dalam pengelolaan di BUMN yang diperiksa.

Ketua BPK Isma Yatun menerangkan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap 11 BUMN. Hasilnya, tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2023 (IHPS).

 

2 dari 4 halaman

Masalah Signifikan

Ternyata, BPK menemukan masalah signifikan dalam beberapa pengelolaan. Misalnya soal perjanjian jual beli gas (PJBG) yang dinilai tak didukung dengan jaminan yang cukup.

"Dengan permasalahan signifikan antara lain pemberian uang muka perikatan perjanjian jual beli gas (PJBG) tidak didukung mitigasi risiko dan jaminan yang memadai," tuturnya.

Selain itu, Isma menuturkan, ada pula temuan tarif layanan khusus sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM kepada pelanggan premium belum sepenuhnya diterapkan oleh PT PLN.

"Tarif yang dikenakan saat ini menggunakan tarif reguler ditambah nilai layanan premium yang mengakibatkan PT PLN kehilangan pendapatan sebesar Rp 5,69 triliun pada uji petik tahun 2021," ungkap Isma.    

3 dari 4 halaman

Citilink-Pelita Air Merger, Erick Thohir Jamin Harga Tiket Pesawat Lebih Murah

Menteri BUMN Erick Thohir meyakini, penggabungan usaha atau merger anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Citilink Indonesia dan Pelita Air bakal membuat harga tiket pesawat tidak semahal saat ini.

Menurut dia, harga tiket pesawat saat ini turut dipengaruhi kompleksitas dari industri penerbangan. Pasalnya, jumlah armada penerbangan sebelum pandemi Covid-19 mencapai 750 unit pesawat, sementara saat ini hanya ada 450 unit pesawat.

"Makanya tiketnya mahal. Karena itu kita mendorong yang namanya merger atau penggabungan Pelita dan Citilink, supaya kita punya kekuatan untuk menyeimbangkan harga tiket," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/12/2023)."Jadi bukan karena kita tidak capable. Tapi memang pasca covid ini belum balik," kata Erick Thohir.

Saat ditanya kapan proses merger Citilink dan Pelindo rampung, ia meminta bersabar. Sebab proses penggabungan usaha seperti ini tidak bisa dikerjakan asal dalam waktu singkat.

Proses Merger

Erick lantas mencontohkan proses merger PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I-IV menjadi sebuah holding BUMN kepelabuhanan yang memakan waktu bertahun-tahun. Kementerian BUMN juga saat ini tengah menyusun rencana merger untuk PT Angkasa Pura I (AP I) dan AP II.

"Ada proses. Yang namanya merger, Pelindo itu dari 4 jadi 1 Pelindo butuh 2,5 tahun. Kan ini Angkasa Pura baru bicara tahun ini. Perlu waktu 3 bulan lagi untuk bisa punya satu standarisasi airport," sebut Erick Thohir.

"Karena industri daripada penerbangan juga berubah. Kita lihat sekarang, banyak macam-macam negara yang merenovasi airport-nya menjadi sebuah tempat perjalanan yang nyaman. Kita harus perbaikin itu," tutur Erick Thohir.

 

4 dari 4 halaman

Mau Dimerger dengan Citilink, Pelita Air Bakal Hilang?

Wakil Menteri BUMN I menjamin Pelita Air tak akan hilang pasca perusahaan maskapai milik PT Pertamina (Persero) tersebut merger dengan anak usaha Garuda Indonesia, Citilink.

"Oh enggak, kita nggak hilang. Brand-nya masih hidup. Jadi kita justru senang dengan brand Pelita Air supaya sama Citilink ada dua brand yang di kelas menengah dan LCC (Low Cost Cartier/maskapai penerbangan bertarif rendah)," jelasnya di Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Pria yang akrab disapa Tiko itu mengaku senang jika keduanya tetap beroperasi dengan brand masing-masing. Adapun pasca merger, Pelita Air bakal menyasar segmentasi pasar kelas menengah, sedangkan Citilink untuk di bawahnya.

"Itu sekarang tumbuh market sharenya dua-duanya, bahkan Pelita itu load factor-nya bisa 85 persen. Karena tinggi demand-nya di medium itu," imbuh Tiko.

Terkait rencana merger Pelita Air dan Citilink, Kementerian BUMN disebutnya tengah berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, untuk memindahkan lisensi dan armada Pelita Air kepada Citilink.

"Jadi tidak harus dalam bentuk merger PT-nya. Jadi idenya gitu, ya moga-moga, karena ini tergantung nanti secara kajian, kalau memang seperti itu kita lebih mudah," ujar Tiko.

"Karena kalau harus merger PT-nya kan, PT-nya kan berat, karena PT-nya kan kalau berita itu masih punya juga lapangan terbang. Ada Pondok Cabe, ada yang charter flight segala, itu yang kita inginnya hanya yang flight regular aja," tuturnya.