Sukses

TikTok Shop Muncul Gandeng Tokopedia, UMKM Bakal Kena Predatory Pricing Lagi?

TikTok Shop selaku social commerce sebelumnya terkena dakwaan melakukan predatory pricing, lantaran menjual produk dengan harga sangat rendah. Sehingga pedagang UMKM yang sudah merambah pasar digital pun tetap kalah.

Liputan6.com, Jakarta - TikTok Shop akan kembali beroperasi di Indonesia pasca mengumumkan kemitraannya dengan perusahaan teknologi GoTo. Aplikasi media sosial yang berada di bawah naungan Bytedance asal China ini juga telah menawarkan promosi demi menjaga praktik bisnis e-commerce melalui platform Tokopedia.

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menyimpan kekhawatiran bahwa kehadiran kembali TikTok Shop potensi mengulang praktik predatory pricing.

Seperti diketahui, TikTok Shop selaku social commerce sebelumnya terkena dakwaan melakukan predatory pricing, lantaran menjual produk dengan harga sangat rendah. Sehingga pedagang UMKM yang sudah merambah pasar digital pun tetap kalah.

"Saya kira masih akan punya peluang predatory pricing. Karena kalau kebijakan itu ada seharusnya berbarengan dengan data-data yang disampaikan oleh Kementerian Perdagangan. Karena standarnya belum ada," ujar Tauhid kepada Liputan6.com, Rabu (13/12/2023).

Adapun standar harga yang dimaksud yakni acuan harga untuk produk-produk yang nanti dijual. Kementerian Perdagangan memang telah membuat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang melarang TikTok Shop selaku social commerce berjualan di Indonesia.

Namun, Tauhid mencermati aturan tersebut belum mencantumkan aturan terkait kode barang atau acuan harga yang terindikasi masuk praktik predatory pricing.

"Kan sudah ada Permendag, cuman kan harus ada lampirannya detil. Ketika tidak ada, maka itu akan terbuka peluang, yang predatory pricing ini yang mana, dasar ketentuan harganya ada di mana," tegasnya.

"Kalau standar belum ada, tidak ada standar ya mereka akan bisa melakukan itu. Belum ada regulasi yang disebut predatory pricing yang mana," imbuh dia.

Tauhid tak menyangkal UMKM bisa saja ikut terlibat perdagangan bersama TikTok Shop dan Tokopedia. Namun, ia belum melihat adanya data siapa saja pelaku UMKM yang turut memanfaatkan TikTok Shop sebagai tempat jualannya.

"Saya kira Tokopedia akan semakin kuat, karena kan beralih dari TikTok Shop ke Tokopedia marketnya. Mereka kan punya basis data, tinggal dialihkan. Itu yang kemudian yang bisa memperkuat Tokopedia. Tapi, praktik-praktik predatory pricing dan sebagainya belum ada ketentuan detil dari pemerintah. Maka itu potensi masih akan terjadi," tuturnya.

2 dari 3 halaman

TikTok Jadi Platform Etalase, Tokopedia Jadi Tempat Transaksi

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan TikTok resmi bekerja sama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dengan fokus pada pemberdayaan serta perluasan pasar bagi pelaku UMKM nasional. Kemitraan strategis ini diawali dengan kampanye Beli Lokal, yang diluncurkan pada 12 Desember 2023, bersamaan dengan Hari Belanja Nasional.

Kerjasama ini menjadikan TikTok, Tokopedia, dan Grup GoTo berkomitmen untuk memberikan manfaat lebih luas bagi para pelaku UMKM di Indonesia dengan memanfaatkan platform e-commerce, dan mendorong penciptaan jutaan lapangan kerja baru dalam lima tahun mendatang.

“Kami harap Harbolnas menjadi momen untuk menawarkan promo menarik, sehingga akhirnya mendorong perekonomian nasional dengan menjaga tingkat konsumsi dalam negeri,” kata Executive Director of E-commerce TikTok Indonesia, Stephanie Susilo, Rabu (13/12/2023).Sementara itu praktisi teknologi informasi dan komunikasi Tony Seno Hartono mengapresiasi kerjasama Tiktok dan Tokopedia. Sebab, TikTok dan Tokopedia akan berperan sesuai dengan perizinan yang dimiliki. TikTok berperan sebagai media sosial dan pemasaran atau etalase, sementara Tokopedia berperan sebagai lokapasar dan platform transaksi.

“Hal ini dibuat agar pengguna memiliki pengalaman yang lancar ketika berbelanja di dua aplikasi tersebut. Kalau dari sisi pemrograman jump app tidak diperlukan, dan juga tidak direkomendasi karena akan mengganggu pengalaman pengguna yang dipaksa harus lompat-lompat ke sistem lain. Jadi semua pemrograman dapat diotomatiskan,” ujar Tony Seno.

Dalam penjelasannya, proses perbelanjaan dari etalase produk hingga pemrosesan pemesanan transaksi akan dilakukan pada dua sistem back-end yang berbeda dari sisi data, domain, dan sistem yang terpisah.

Sebaiknya, pengguna Tiktok dan Tokopedia tidak akan mengalami perubahan pengalaman penggunaan masing-masing aplikasi atau tidak ada jump app.

3 dari 3 halaman

Ibarat Rumah Sakit

Tony memberikan contoh, proses perbelanjaan dari TikTok ke Tokopedia seperti halnya pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit (RS) yang sudah modern.

Di RS tersebut sistem backend untuk menangani identitas pasien, rekam medik elektronik, billing, asuransi yang sudah terhubung ke backend lain melalui API (Application Programming Interface) ke beberapa institusi berbeda, misalnya identitas terhubung ke Dukcapil, rekam medik elektronik terhubung ke Kemenkes, billing terhubung ke Bank, asuransi terhubung ke BPJS dan sebagainya.

“Semua sistem tersebut cukup diakses dari satu monitor saja di RS. Bagian penerimaan pasien tersebut tidak perlu lompat-lompat ke aplikasi yang berbeda. Selain itu, interaksi dua aplikasi pada sistem backend sudah lazim digunakan di Indonesia, terutama pada sektor keuangan,” tambah Tony Seno.