Sukses

Bos PPATK Bicara Succes Story Bekukan Rekening Lukas Enembe: Jika Tidak Dihentikan Negara Rugi Besar

Penghentian sementara atau pembekuan rekening ini dilakukan sebagai langkah preventif untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi yang terlibat dapat diinvestigasi lebih lanjut.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, mengatakan penghentian sementara transaksi atau pembekuan rekening yang dilakukan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga keamanan dan integritas sistem keuangan negara.

"Tindakan administratif ini dilakukan terhadap transaksi atau rekening yang berdasarkan analisis dan pemeriksaan yang dilakukan oleh PPATK terindikasi dengan aktivitas kejahatan atau pelanggaran," kata Ivan dalam desimenasi PPATK di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Menurutnya, penghentian sementara ini dilakukan sebagai langkah preventif untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi yang terlibat dapat diinvestigasi lebih lanjut demi mengidentifikasi potensi risiko keuangan dan penyalahgunaan dana.

"PPATK berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kestabilan sistem keuangan negara, dan langkah ini diambil sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU," ujarnya.

Adapun penerapan langkah penghentian sementara transaksi tindak pidana pencucian uang berhasil dilakukan pada kasus Lucas Enembe yang merupakan Gubernur nonaktif Papua.

Diketahui, berdasarkan pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Lukas Enembe terbukti menerima suap dan gratifikasi dari pihak swasta Riantono Lakka dan Piton Enumbi terkait pengerjaan proyek di Pemprov Papua.

Jaksa menyakini Lukas Enembe terbukti menerima suap senilai Rp45,8 miliar dan gratifikasi sebesar Rp1,9 miliar.

Ivan mengatakan, jika dalam kasus Lukas Enembe ini tidak dilakukan penelusuran dan penghentian sementara terhadap transaksi pencucian uang yang dilakukan Lukas, maka kerugian negara semakin besar.

"Succes story dari apa yang kita lakukan kebijakan ini (kebijakan penghentian transaksi) adalah kasus Lukas Enembe. Bisa dibayangkan kasus Lukas Enembe kalau kita tidak hentikan kita tidak bisa tahu di mana dia sebenarnya memiliki harta kekayaan," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Hukuman Lukas Enembe Diperberat Jadi 10 Tahun Penjara

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman mantan Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi 10 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. PT DKI mengubah putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara.

Pengubahan vonis ini dilakukan saat Majelis Hakim Tinggi menerima upaya banding yang diajukan pihak Lukas Enembe dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 tahun," demikian bunyi putusan dikutip dari laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis (7/12/2023).

Putusan diketuk pada hari ini oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Herri Swantoro dengan anggota Anthon R Saragih dan Brhotma Maya Marbun.

Dalam pertimbanganya, PT DKI menilai Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi saat menjabat sebagai Gubernur Papua 2013-2022.

Hakim menilai Lukas Enembe terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Selain pidana badan, Lukas Enembe juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Tak hanya Lukas juga dijatuhi pidana pengganti sebesar Rp 47.833.485.350 subsider 5 tahun penjara.

3 dari 3 halaman

Divonis 8 Tahun di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Di tingkat sebelumnya, Lukas Enembe divonis 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menilai Lukas Enembe terbukti menerima suap dan gratifikasi dari pihak swasta Riantono Lakka dan Piton Enumbi terkait pengerjaan proyek di Pemprov Papua.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Lukas Enembe dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sejumlah Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Rianto Adam Pontoh saat membacakan vonis Lukas Enembe di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban pembayaran uang pengganti sebesar Rp19.690.793.900 terhadap Lukas. Uang itu juga wajib dibayarkan dalam waktu satu bulah setelah vonis berkekuatan hukum tetap.

Jika tidak dilunasi, makan harta benda Lukas akan disita untuk menutupi kewajiban uang pengganti. Namun jika harta bendanya tak mencukupi makan akan dipidana selama 2 tahun.

"Apalabila tepidana tidak memiliki harta benda mencukupi maka dipidana dua tahun," ujar Rianto.