Sukses

Waspada, Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Lesu di 2024

Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan sedikit menurun ke 4,9 persen pada tahun 2024-2026 dari 5% di 2023 akibat mulai melemahnya lonjakan harga komoditas.

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan sedikit menurun ke 4,9 persen pada tahun 2024-2026 dari 5% di 2023 akibat mulai melemahnya lonjakan harga komoditas.

Proyeksi terbaru Bank Dunia dikeluarkan dalam laporan Prospek Ekonomi Indonesia edisi Desember 2023, diterbitkan pada Rabu (13/12/2023).

 

“Konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pada tahun 2024. Investasi bisnis maupun belanja publik juga diperkirakan akan meningkat sebagai dampak dari reformasi dan proyek-proyek baru pemerintah,” jelas Bank Dunia dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Kamis (14/12/2023).

Inflasi Indonesia diperkirakan akan menurun menjadi 3,2 persen pada 2024 mendatang, dari rata-rata 3,7 persen tahun ini. Angka tersebut masih berada dalam rentang target Bank Indonesia.

Namun, masih ada tekanan kenaikan pada harga pangan akibat dampak fenomena EI-Niño, yang dapat mengganggu produksi di sejumlah negara pengekspor.

Sementara itu, ekspor jasa Indonesia diperkirakan mendapat manfaat dari pemulihan yang berkelanjutan di sektor pariwisata, sementara harga komoditas yang lebih rendah dan pertumbuhan global yang melemah akan menghambat ekspor barang.

“Pendapatan pemerintah sebagai bagian dari PDB diperkirakan akan meningkat seiring dengan terwujudnya dampak reformasi perpajakan, sementara belanja pemerintah diperkirakan akan secara bertahap kembali ke tingkat prapandemi,” beber Bank Dunia.

Perekonomian Indonesia

Badan tersebut juga mengingatkan bahwa perekonomian Indonesia belum sepenuhnya ke trajektori pada masa sebelum pandemi, mencerminkan scarring effects termasuk pada pasar tenaga kerja dan pertumbuhan produktivitas.

"Indonesia memiliki rekam jejak dalam mengatasi guncangan dan menjaga stabilitas ekonomi," kataDirektur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen.

“Tantangan bagi negara ini adalah memanfaatkan fundamental ekonomi yang sudah kuat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, lebih hijau, dan lebih inklusif. Untuk dapat mewujudkannya, adalah penting untuk terus menjalankan reformasi yang menghilangkan berbagai hambatan yang membatasi pertumbuhan efisiensi, daya saing, dan produktivitas,” imbuhnya.

Hal in akan memungkinkan Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik, serta mencapai visinya menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045, tambahnya.

 

 

2 dari 3 halaman

Laporan Prospek Ekonomi Indonesia Angkat Isu Aksi Iklim

Dalam laporannya bertajuk Climate Action for Development, Bank Dunia memberikan saran bagaimana Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat ketahanan sekaligus memperlambat emisi gas rumah kaca.

Laporan Prospek Perekonomian Indonesia didukung pendanaan dari Departemen Luar Neger danPerdagangan Australia.

Bank Dunia melihat, transisi Indonesia menuju perekonomian rendah karbon dan berketahanan iklim sebenarnya dapat membawa kepada fase baru pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

“Indonesia dapat memanfaatkan kemajuan yang telah dicapai dalam mengatasi tantangan perubahan iklim melalui kebijakan fiskal, keuangan, dan perdagangan,” kata Bank Dunia dalam keterangannya.

 

3 dari 3 halaman

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal dapat membantu meningkatkan pendapatan dan mendisinsentifkan penggunaan bahan bakar fosil. Instrumen fiskal seperti obligasi hijau dapat memobilisasi pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Selain itu, kebijakan perdagangan dapat mempermudah impor produk yang diperlukan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

"Melalui serangkaian tindakan yang ditargetkan, Indonesia dapat mendorong penggerak produktivitas dan efisiensi, membantu mengurangi biaya jangka pendek pengurangan emisi dan adaptasi, sekaligus memperkuat prospek pertumbuhan jangka panjang," kata Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab.