Sukses

Ramai Aksi Boikot Produk Israel, Neraca Perdagangan Indonesia Terganggu?

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini menegaskan aksi boikot produk Israel tidak memberi pengaruh terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini menegaskan aksi boikot produk Israel tidak memberi pengaruh terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Ia menjelaskan secara umum kondisi politik kedua negara tersebut sebenarnya tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja perdagangan internaisonal Indonesia.

Jika dilihat dari volume impor Indonesia dari Palestina mulai Januari hingga Oktober hanya 0,000 persen. Sedangkan impor non migas Israel dari Januari hingga Oktober hanya 0,0110 persen.

"(Palestina) kecil sekali. Israel juga kecil," terangnya.

Adapun komoditas impor dari Israel antara lain, mesin peralatan mekanis dan bagiannya, perkakas dan peralatan dari logam tidak mulia dan mesin perlengkapan elektrik dan bagiannya.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia masih mengimpor barang atau produk dari Israel. Khusus sepanjang Januari sampai September 2023, nilai impor produk ke Indonesia dari Israel mencapai USD 14,4 juta atau sekitar Rp266 miliar.

Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengakui jika selama ini Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Kendati demikian, hal ini tidak berarti kedua negara tidak bisa melakukan perdagangan.

"Dapat saya sampaikan bahwa kalau kita tidak memiliki hubungan diplomatik tidak berarti secara ekonomi kita tidak boleh melakukan hubungan dagang tetap bisa dilakukan karena ini adalah sifatnya bisnis to bisnis," jelas dia dikutip Minggu (22/10).

 

2 dari 4 halaman

Buruh Tak Mau Kampanye Boikot Produk Israel Jadi Alasan PHK Massal

Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta pengusaha Indonesia tidak berlebihan lantaran adanya gerakan boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel. Pasalnya, itu kerap dikaitkan dengan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

Presiden ASPEK Indonesia Murah Sumirat menilai kekhawatiran pengusaha itu terkesan lebay. Sebab menurutnya, PHK sepihak atau massal sudah banyak dilakukan sebelum adanya gerakan boikot produk Israel.

"Akar penyebab maraknya PHK massal di Indonesia bukan pada gerakan boikot Israel. Tapi terletak pada pemerintah yang membuat regulasi yang semakin memudahkan PHK dengan menurunkan nilai pesangon, serta pada pengusaha yang semakin serakah ingin memperkaya korporasi dengan menekan biaya kesejahteraan pekerja," serunya, Minggu (10/12/2023).

Di sisi lain, Mirah menilai, gerakan boikot produk terafiliasi Israel sudah sesuai amanah pembukaan UUD 1945, yang berbunyi: Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Menurut dia, kampanye tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pengusaha Indonesia, sebagai peluang untuk lebih memajukan usaha-usaha lokal asli Indonesia.

"Jika sebelumnya orang membeli ayam goreng dan kopi di perusahaan yang terafiliasi dengan Israel, saat ini beralih lah ke ayam goreng dan kopi produk usaha kecil menengah asli Indonesia," ungkap Mirah.

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan komitmen para pengusaha yang menolak gerakan boikot Israel. Mirah mengatakan, banyak pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang terafiliasi dengan Israel, semisal pemberian upah minimum.

"Pengusaha jangan lah cari-cari kambing hitam, seolah-olah adanya gerakan boikot Israel ini menjadi alasan PHK massal di Indonesia," tegas Mirah.

3 dari 4 halaman

Pengusaha Ungkap Bahaya Boikot Produk Pro Israel

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) memproyeksikan aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa membuat transaksi di pasar modern tergerus hingga 50 persen.

Sekretaris Jenderal AP3MI Uswati Leman Sudi, mengatakan, lantaran mayoritas produk yang di boikot tersebut merupakan produk pareto. Produk Pareto adalah barang yang berkontribusi hingga 80 persen dari produksi di pasar, tetapi kontribusi terhadap transaksinya sebesar 20 persen. Sebagai contoh, produk pareto seperti shampo, susu balita, makanan, hingga minuman ringan.

"Pengurangan penjualan produk pareto baisanya dari isu yang kecil dan berkembang. Mungkin transaksi di pasar hilir bisa berkurang sampai 50 persen dan target ekonomi pemerintah akan sulit tercapai," kata Uswati Leman Sudi dalam konferensi Pers atas Ajakan dan aksi Boikot pada Produk/Brand Makanan dan Minuman pada sektor perdagangan Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

AP3MI mengakui hingga saat ini dampak boikot belum terlihat, karena baru berjalan kurang dari seminggu. Namun, ia mengingatkan jika hal ini terus berlanjut, maka akan berdampak meluas pada produktivitas di hulu.

 

4 dari 4 halaman

Boikot Jangan Terlalu Lama

Selain itu, dampak terburuk dari aksi boikot ini bisa memaksa pengusaha melakukan pengurangan tenaga kerja atau PHK di sektor manufaktur, karena permintaan menurun.

Oleh karena itu, AP3MI berharap Pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan aksi boikot produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel.

"Kami berharap aksi boikot jangan terlalu lama. Kami mennanti pemeirntah hadir untuk bisa menegaskan dampak boikot ini agar tidak gamang," pungkas pengusaha itu.