Sukses

Pemerintah Mau Menambah Utang Rp 600 Triliun pada 2024, Kenapa?

Dengan adanya peningkatan penarikan utang Indonesia pada 2024, akan berpotensi menambah pembiayaan utang pokok serta bunga yang bakal dialokasikan.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah bakal menambah utang sebanyak Rp 600 triliun pada 2024. Ini mengingat target defisit 2024 di Indonesia meningkat sebesar 2,29 persen dibandingkan target defisit 2023 sebesar 2,27 persen. 

Terkait hal tersebut, Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan, Deni Ridwan menuturkan, Pemerintah akan menambah utang baru sebesar Rp 600 triliun pada tahun depan sejalan dengan kenaikan target defisit di level 2,29 persen pada 2024. 

“Secara nominal utang kita akan bertambah sekitar Rp 600 triliun di tahun depan,” kata Deni dalam peluncuran Electronic Indonesia Bond Market Directory di Main Hall BEI, Senin (18/12/2023). 

Ia melanjutkan, dengan adanya peningkatan penarikan utang Indonesia pada 2024, akan berpotensi menambah pembiayaan utang pokok serta bunga yang bakal dialokasikan. Meski begitu, ia menjelaskan, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) dinilai cukup solid.

"Kalau dibandingkan dengan negara peer kita dengan debt to GDP semakin kecil sekarang sekitar 37%, kalau awal pandemi 40%, ini relatif masih rendah lets say asean country Malaysia, Filipina, Thailand mencapai 70% yang rendah di bawah kita hanya Brunei dan Vietnam," kata dia.

Dia bilang, anggaran kebutuhan pembiayaan utang pada tahun depan menjadi Rp 598,2 triliun. Adapun jumlah defisit APBN sekitar 2,29 persen atau sekitar Rp 522 triliun. Angka itu relatif hampir sama dengan tahun ini.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan utang, DJPPR melakukan pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban pinjaman, pembiayaan lainnya, dan utang jatuh tempo. 

2 dari 3 halaman

Indonesia Selamat dari Tambahan Utang Rp 351 Triliun

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi pembiayaan utang hingga 12 Desember 2023 mencapai Rp345 triliun. Adapun utang Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp298,6 trilun dan pembiayaan pinjaman luar negeri Rp46,6 triliun.

"Pembiayaan sampai dengan 12 Desember 2023 mencapai Rp 345 triliun di mana penerbitan surat berharga negara secara neto mencapai Rp298,6 triliun dan pinjaman neto Rp46,4 triliun dibandingkan tahun lalu ini," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember, Jakarta, Jumat (15/12/2023).

Ia menjelaskan jika dibandingkan dengan Undang Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (UU APBN) awal pada SBN ditargetkan sebesar Rp696,3 triliun, yang terealisasi hanya 49,6 persen.

Namun jika dibandingkan dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023, yang mana Perpres ini merupakan perubahan UU APBN di pertengahan tahun, sehingga target dari Perpres sebesar Rp421,2 triliun, artinya baru 81,9 persen pembiayaan utang yang terealisasi.

"Dibandingkan tahun lalu ini penurunan sangat tajam," terangnya.

Utang Luar Negeri

Sementara untuk pinjaman utang luar negeri jika dibandingkan dengan UU APBN awal yang ditargetkan Rp16,6 triliun terealisasi sebesar Rp279,2 persen.

Hal yang juga jika dibandingkan dengan Perpres 75 Tahun 2023 Rp16,6 triliun, pinjaman terelisasi sebesar 279,2 triliun.

"Jaadi ada kenaikan dari sisi pinjaman namun dari SBM turun sangat drastis," imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Pengelolaan Pembiayaan

Ia menuturkan pengelolaan pembiayaan yang menurun artinya APBN makin sehat karena defisitnya jauh lebuh rendah dibandingkan rancangan awal.

"Dibandingkan dengan tahun lalu tren dari defisit yang menurun konsolidasi fiskal itu tetap terjaga kredible dan kuat ini karena penerimaan negara kuat belanjanya tetap terjaga dengan baik," jelas dia.

Kemudian pengelolaan pembiayaan mampu menggunakan berbagai sisa anggaran lebih (SAL) besar tahun sebelumnya, sehingga bisa menurunkan pembiayaan melalui surat utang negara.

"Ini sangat penting karena tahun 2023 dengan inflasi tinggi, suku bunga naik setara dengan drastis kita bisa mengerem pinjaman dan penerbitan surat berharga makanya tadi yield kita masih cukup baik," papar dia.

Lebih lanjut, menurut Bendahara Negara itu, ini adalah strategi yang sangat tepat dan ampuh dalam menghadapi situasi dunia di mana suku bunga mengalami kenaikan drastis ekstrem pemerintah bisa melindungi APBN dan melindung keseluruhan postur.

"Kita bisa melindungi APBN dan melindung keseluruhan postur kita," tutupnya.