Sukses

Tambang Batu Bara Bawah Tanah Pertama di Indonesia Resmi Beroperasi, Dalamnya Capai 180 Km

Kehadiran tambang batu bara bawah tanah modern ini dapat memberikan kontribusi lebih terhadap penerimaan negara serta menjadi contoh industri pertambangan batu bara dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meresmikan produksi perdana tambang batu bara bawah tanah berskala besar pertama di Indonesia. Peresmian ini dilakukan oleh Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Suswantono.

“Saya mengucapkan selamat kepada PT Sumber Daya Energi (SDE) atas pelaksanaan peresmian kegiatan produksi pertama tambang batu bara bawah tanah,” ujar Bambang dalam peresmian tambang batu bara bawah tanah pertama di Indonesia di Kotabaru, Kalimantan Selatan, dikutip dair Antara, Senin (18/12/2023).

Tambang yang berlokasi di Kotabaru ini merupakan tambang batu bara milik PT Sumber Daya Energi yang terafiliasi dengan PT Qinfa dengan luas area 185 kilometer persegi.

Lokasi tambang tahap pertama (SDE-1)dengan kedalaman sekitar 180 kilometer ini didesain untuk memproduksi batu bara secara maksimal sebanyak 20 juta ton per tahun.

Bambang berharap kehadiran tambang batu bara bawah tanah modern ini dapat memberikan kontribusi lebih terhadap penerimaan negara serta menjadi contoh industri pertambangan batu bara dalam negeri, serta mampu membuat iklim investasi di sektor pertambangan batu bara bawah tanah menjadi lebih ramah lingkungan.

Dalam sambutannya, ia juga mengingatkan bahwa perusahaan wajib menerapkan kaidah pertambangan yang baik da benar serta pemenuhan atas kewajiban penerimaan negara serta reklamasi pascatambang.

“Juga wajib melaksanakan transfer teknologi dan transfer keahlian ari tenaga kerja asing (TKA) kepada tenaga kerja Indonesia (TKI),” ujarnya.

Ia juga menuturkan, perusahaan itu wajib melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar tambang sehingga dampak positif jangka panjang keberadaan industri dapat terdistribusi.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur Qinfa Group Xu Da mengapresiasi dukungan dari Kementerian ESDM dalam memfasilitasi operasi tambang komersial SDE-1.

"Kami memperkenalkan perubahan paradigma salam sektor pertambangan di Indonesia dengan mengoperasikan tambang batu bara bawah tanah dengan teknologi terkini," ujarnya.

2 dari 3 halaman

IEA Prediksi Permintaan Batu Bara Global Bakal Turun

Permintaan batu bara global kemungkinan akan mencapai puncaknya pada 2023 dan bisa turun sekitar 2 persen dalam tiga tahun ke depan.

Hal ini seiring China lebih banyak memakai sumber energi terbarukan. Demikian disampaikan the International Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional pada Jumat, 15 Desember 2023. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, ditulis Minggu (17/12/2023).

Ini adalah pertama kalinya lembaga yang bermarkas di Paris ini prediksi penurunan minat terhadap batu bara dalam tiga tahun.

Dalam laporan IEA menyebutkan, permintaan batu bara akan mencapai puncaknya 8,54 miliar metrik ton (MT) atau 9,4 miliar ton pada 2023. Permintaan ini melampaui rekor sebelumnya sebesar 8,42 miliar metrik ton pada 2022.

IEA prediksi permintaan akan mulai turun pada 2024, dan turun 2,3 persen pada akhir 2026. Direktur IEA, Keisuke Sadamori menuturkan, perkiraan tersebut menunjukkan “titik balik batu bara jelas akan segera terjadi”.

“Kami telah melihat penurunan permintaan batu bara global beberapa kali, namun penurunan tersebut hanya berlangsung singkat dan disebabkan oleh peristiwa luar biasa seperti runtuhnya Uni Soviet dan krisis COVID-19,” ujar dia dalam keterangan resmi.

Ia menambahkan, kali ini tampak berbeda karena penurunan ini lebih bersifat struktural yang didorong perluasan teknologi energi ramah lingkungan yang besar dan berkelanjutan.

IEA menyebutkan, lebih dari separuh kapasitas energi terbarukan yang mulai beroperasi dalam tiga tahun ke depan akan berada di China. IEA menyampaikan, saat ini China menyumbang lebih dari separuh permintaan batu bara global.

Kesepakatan iklim global yang baru yang disepakati pada Rabu pekan ini di KTT COP 28 memberikan seruan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada negara-negara untuk beralih dari bahan bakar fosil, tetapi menggunakan bahasa yang tidak jelas sehingga memungkinkan beberapa negara untuk mengambil tindakan. 

3 dari 3 halaman

China Bakal Memutuskan

Perjanjian tersebut tidak mewajibkan untuk “hentikan” minyak, batu bara, dan gas alam, hal yang telah diseruhkan oleh lebih dari 100 negara dan kelompok lingkungan.

China Bakal Ambil Keputusan Terakhir

IEA prediksi permintaan batu bara akan menurun pada 2023 di hampir semua negara maju didorong oleh rekor penurunan sekitar 20 persen di Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Namun, permintaan bergerak ke arah timur dan akan meningkat 5 persen di China pada 2023 dan lebih dari 8 persen di India karena kuatnya pertumbuhan kebutuhan listrik dan rendahnya keluaran pembangkit listrik tenaga air.

IEA menuturkan, meskipun secara keseluruhan dunia berada pada jalur yang tepat untuk mengurangi konsumsi batu bara dalam tiga tahun ke depan, banyak hal yang bergantung pada kemampuan China untuk memperluas kapasitas energi ramah lingkungannya.

"Ketersediaan pembangkit listrik tenaga air merupakan variabel kunci dalam jangka pendek, karena batu bara digunakan sebagai pengganti ketika pembangkit listrik tenaga air berkinerja buruk di Tiongkok,” tulis badan tersebut dalam laporannya.

IEA menambahkan, China “yang akan mengambil keputusan terakhir.”

Video Terkini