Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan menyebut ada maskapai penerbangan yang menjual tiket pesawat dengan harga yang mahal atau diluar ketentuan. Ini merujuk pada kebijakan tarif batas atas (TBA).
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan kebijakan TBA ditetapkan untuk mengatur harga tiket pesawat agat tidak terlalu mahal. Namun, tak bisa dipungkiri masih ada maskapai yang melanggar ketentuan tersebut.
Baca Juga
"Memang tidak bisa dipungkiri ada beberapa operator yang melakukan itu ya, pelanggaran. Khususnya ketika ada trayek yang hanya dikendalikan atau dioperasikan oleh satu operator, satu maskapai itu kecenderungan terjadi pelanggaran itu memang ada," kata Adita kepada wartawan di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (19/12/2023).
Advertisement
Adita mengatakan, sebagai regulator, pihaknya pun melayangkan teguran kepada sejumlah maskapai yang kedapatan melanggar TBA. Dia mencatat, setidaknya ada 2-3 maskapai yang melanggar.
"Kita tingkatkan kita terus komunikasi dengan maskapai untuk memastikan tidak ada pelanggaran dan kalau ada, sanksi sudah sering banget kita berikan ya sesuai ketentuan, dari yang ringan berupa teguran sampai nanti yang terus berjenjang," bebernya.
Periode Penjualan
Adita mengungkap, kejadian tiket pesawat mahal tidak selalu menjelang masa Libur Natal dan Tahun Baru atau Libur Nataru. Sebelum periode Nataru saat ini, dia menemukan ada sejumlah pelanggaran.
"Sebelum nataru malah sudah ada. Di nataru ini kita tiap minggu melakukan pengawasan, sementara saya harus lihat datanya lagi ya. Tapi memang sebelum nataru pun sebenarnya sudah ada, khususnya di Indonesia Timur," kata dia.
Â
Panggil Maskapai
Sebagai langkah antisipasi, Adita mengatakan Kemenhub telah memanggil maskapai penerbangan terkait besaran harga tiket. Langkah ini diakuinya rutin dilakukan sebagai upaya mengontrol fluktuasi harga tiket.
Mengingat, harga tiket pesawat kerap mengalami kenaikan ketika adanya peningkatan permintaan. Meningkatnya permintaan itu biasanya terjadi ketika mobilitas masyarakat juga bertambah.
"Yang jelas kami sejak sebelum nataru sudah secara rutin melakukan pertemuan ya khususnya dengan maskapai. Jadi kami juga mendengarkan masukan dari maskapai. Tapi di situasi sekarang ini di nataru, tentunya pengawasan yang ditingkatkan," tegasnya.
"kalau tarif kan selalu ada koridor, nah kecenderungannya memang ketika demand naik itu harga akan langsung naik semua di batas paling atas mentok di batas atas. Selama ini tidak melebihi sih kami tentu akan memberikan (toleransi), tidak ada masalah dengan itu," sambung Adita Irawati.
Â
Advertisement
Permintaan Garuda Indonesia
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meminta batasan atas Tarif Batas Atas (TBA) pesawat bisa lebih tinggi. Menyusul, usulan asosiasi maskapai yang meminta dihapusnya TBA dan harga tiket pesawat diserahkan ke mekanisme pasar.
Namun, usulan penghapusan Tarif Batas Atas itu dinilai oleh Kementerian Perhubungan sebagai sesuatu yang cukup sulit, perlu merubah undang-undang yang berlaku. Sementara, Irfan pun sepakat dengan landasan aturan tersebut.
Sebagai solusinya, dia mengusulkan batasan atas TBA bisa dinaikkan. Alhasil, ruang penentuan tarif nantinya menjadi lebih besar.
"Kasih roof (batasan atas) yang tinggi aja, bukan dihilangkan, dikasih roof yang tinggi aja gitu kan. Kalau misalkan sekarang TBA-nya Rp 1 juta, kasih roof aja Rp 5 juta. Kita juga kan gak mungkin jual Rp 6 juta kan," kata dia saat ditemui di Kompleks DPR RI, Jakarta, ditulis Kamis (16/11/2023).
Melalui penetapan TBA lebih tinggi, Irfan membuka kemungkinan adanya mekanisme pasar yang terjadi pada lingkup harga tiket pesawat. Melalui ruang tadi, disebut ada ruang bagi maskapai untuk meningkatkan pelayanannya.
"Serahkan ke mekanisme pasar, kalau kita naikkan kan kita mesti balikin dengan pelayanan yang lebih bagus, ketepatan waktu, dan segala macam kan," kata Irfan.
Tak akan Semena-mena
Dia pun menegaskan tak akan semena-mena menetapkan harga yang jauh lebih tinggi dari yang berlaku saat ini. Tapi yang terpenting, kata Irfan, adalah soal pelayanan yang diterima penumpang sesuai dengan harga yang dibayarkannya.
"Misalnya harganya sekarang Rp 1 juta, dibebaskan, terus kita jual Rp 5 juta, enggak. Bukan tipe kita kok. Kita kan yang penting adalah bahwa kita bisa menjanjikan service dengan sebaik-baiknya kita pastikan penerbangan itu aman, kita untung," tuturnya.
"Silakan penumpang memilih sendiri. Anda bilang 'Garuda mahal, saya gak mau' yaa monggo," sambung Irfan.