Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat pembiayaan korporasi pada November 2023 terindikasi tumbuh positif. Hal tersebut tecermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pembiayaan korporasi sebesar 14,9%.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menjelaskan, pertumbuhan kebutuhan pembiayaan korporasi tersebut terutama didorong oleh peningkatan kebutuhan pada sektor Konstruksi.
Baca Juga
“Adapun sumber pembiayaan korporasi terutama berasal dari dana sendiri, diikuti pemanfaatan fasilitas kelonggaran tarik, pinjaman/utang dari perusahaan induk, serta pembiayaan dari perbankan dalam negeri,” jelas dia dalam keterangan tertulis, Selasa (19/12/2023).
Advertisement
Penyaluran kredit baru oleh perbankan pada November 2023 juga terindikasi tumbuh positif dengan SBT sebesar 70,4%. Faktor utama yang memengaruhi penyaluran kredit baru tersebut antara lain permintaan pembiayaan dari nasabah, prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan, serta tingkat persaingan usaha dari bank lain.
Sementara itu, untuk keseluruhan triwulan IV 2023, penawaran penyaluran kredit baru dari perbankan juga diprakirakan tetap tumbuh.
Di sisi rumah tangga, permintaan pembiayaan baru pada November 2023 terindikasi sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, dengan mayoritas pembiayaan berasal dari bank umum.
“Selain perbankan, sumber pembiayaan yang menjadi preferensi rumah tangga antara lain koperasi dan leasing,” kata Erwin.
Berdasarkan penggunannya, mayoritas rumah tangga mengambil kredit multiguna dengan pangsa pasar sebesar 43% dari total permintaan pembiayaan baru. Jenis pembiayaan lain yang diajukan adalah kredit kendaraan bermotor.
BI: Posisi Investasi Internasional Indonesia Turun Jadi USD 252,6 Miliar
Bank Indonesia (BI) mencatat Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada kuartal III 2023 mencatat kewajiban neto yang menurun.
Pada periode ini, PII Indonesia mencatat kewajiban neto USD 252,6 miliar, turun dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir triwulan II 2023 sebesar USD 253,8 miliar.
"Penurunan kewajiban neto tersebut bersumber dari penurunan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang dibarengi dengan peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN)," jelas Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono dalam keterangannya, Senin (18/12/2023).
Posisi KFLN Indonesia menurun didorong aliran keluar modal asing pada investasi portofolio sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Posisi KFLN Indonesia turun 0,1% (qtq) menjadi USD 716,8 miliar dari USD 717,6 miliar.
Penurunan tersebut terutama berasal dari turunnya posisi kewajiban investasi portofolio dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan surat utang swasta.
Advertisement
Penguatan Nilai Tukar
Sementara itu, posisi kewajiban investasi langsung dan investasi lainnya masih menunjukkan peningkatan seiring tetap terjaganya optimisme terhadap prospek perekonomian domestik.
Perkembangan posisi KFLN juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah.
Posisi AFLN Indonesia meningkat dipengaruhi penempatan investasi langsung dan investasi lainnya pada beberapa instrumen keuangan luar negeri.
Posisi AFLN tercatat sebesar USD 464,2 miliar, naik 0,1% (qtq) dari USD 463,8 miliar pada akhir triwulan sebelumnya.
Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh naiknya posisi aset investasi langsung, investasi portofolio, dan investasi lainnya dalam bentuk surat utang dan pinjaman.