Sukses

Mobil Listrik Tak Laku, Menhub: Baterainya Kemahalan

Selain baterai, teknologi yang ada pada mobil listrik di pasaran saat ini juga masih butuh pengembangan. Faktor ini membuat masyarakat ragu untuk beralih ke kendaraan listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Penjualan kendaraan listrik alias Electric Vehicle (EV) baik mobil listrik maupun motor listrik di Indonesia masih seret. Bahkan program konversi motor BBM ke motor listrik pun juga tak diminati.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi pun menjelaskan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Masih sedikitnya minat masyarakat untuk membeli kendaraan listrik lantaran harga komponen baterai yang tergolong mahal.

"EV ini satu pekerjaan yang tidak mudah, satu memang ada kendala mengenai harga karena baterainya," ujar Budi Karya dalam acara Jumpa Pers Akhir Tahun 2023 di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2023).

Selain baterai, teknologi yang ada pada kendaraan listrik di pasaran saat ini juga masih butuh pengembangan. Faktor ini membuat masyarakat ragu untuk beralih ke kendaraan listrik.

"EV ini teknologinya masih blum terlalu mumpuni," ucapnya.

SPKLU

Kemudian, titik Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) belum tersebar merata. Kondisi ini tentu menyulitkan pengguna kendaraan listrik jika ingin melakukan pengisian daya baterai.

Atas sederet permasalahan tersebut, pemerintah memberikan subsidi untuk pembelian maupun konversi kendaraan listrik. Dengan harga yang lebih miring diharapkan ? menarik minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.

"Nanti, charging-nya (pengisian) mungkin bisa gratis. Sehingga populasi kendaran banyak charging-nya, lalu dikuti swasta," imbuh Menhub Budi.

Selain itu, pemerintah juga berencana untuk memberikan subsidi parkir bagi kendaraan listrik. Dengan sejumlah intensif tersebut diharapkan jumlah kendaraan listrik yang mengaspal di jalan raya kian bertambah banyak.

"Dengan memberikan kemudahan-kemudahan lain, termasuk kita akan memberikan kemudahan parking, artinya lebih murah, lebih mudah dan sebagainya," pungkas Menhub Budi.

 

2 dari 3 halaman

Impor Kendaraan Listrik Gratis Bea Masuk dan PPnBM hingga 2025

Sebelumnya, paket insentif tambahan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.79 Tahun 2023 tentang Perubahan Perpres No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor listrik Berbasis Baterai (KBLBB) diharapkan akan mendongkrak kapasitas produksi kendaraan listrik (EV) Indonesia, seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap EV.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin

Pernyataan tersebut disampaikan setelah pemerintah baru saja menerbitkan Perpres yang mengatur pemberian insentif dalam bentuk bea masuk 0% impor, PPnBM 0% dan pembebasan atau pengurangan pajak daerah untuk KBLBB.

Insentif ini berlaku bagi impor kendaraan listirk dalam keadaan utuh (Completely Built-Up/CBU) dan Completely Knock Down (CKD) dengan TKDN <40%.

“Ini adalah win-win program yang cukup progresif untuk Indonesia dan investor. Kita perlu membangun economic of scale untuk pasar kendaraan EV di Indonesia, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan program insentif untuk membentuk ekosistem kendaraan EV di Indonesia,” ujar Rachmat dikutip Jumat (15/12/2023).

“Bagaimana memberi insentif ketika pasar belum terbentuk? Oleh karena itu pemerintah memberikan peluang kepada investor untuk membangun pabrik EV di Indonesia, dan pada saat yang sama sebelum pabrik beroperasi, mereka dapat memasarkan produk import EV mereka di Indonesia dengan harga yang lebih kompetitif,” jelasnya.

Rachmat menambahkan, produsen EV dapat menikmati paket insentif impor kendaraan listrik hingga akhir 2025. Selanjutnya, produsen wajib memenuhi ketentuan produksi EV di dalam negeri atau “hutang produksi” hingga akhir 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku.

3 dari 3 halaman

Paket Insentif Tambahan

Dalam hal ini, Kemenko Marves juga menegaskan bahwa paket insentif tambahan juga akan mendukung percepatan adopsi EV dengan menghadirkan lebih banyak options atau pilihan variasi produk EV dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

“Ada dua hal yang kita perlu kita perhatikan opsi dan affordability. Saat ini opsi EV yang tersedia masih terbatas, dan belum dapat memenuhi permintaan pasar Indonesia,” jelas Deputi Rachmat. Dengan paket insentif tambahan, produsen dapat menghadirkan lebih banyak model EV dengan harga jual kompetitif dibanding mobil konvensional.

“Melihat tren permintaan EV global yang meningkat, industri otomotif tanah air perlu bergegas bertransformasi dan menangkap peluang tren global. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk menjadi pusat produksi dan rantai pasok kendaraan ramah lingkungan di Asia Tenggara,” imbuh Deputi Rachmat.