Sukses

Penggunaan EBT Harus Tembus 34% di 2030, Apa Solusinya?

Penggunaan energi baru dan terbarukan saat ini masih pada angka 12 persen atau masih jauh dari harapan.

Liputan6.com, Jakarta Chairman Indonesia Center for Renewable Energy Studies (ICRES) Surya Darma menilai penerapan skema power wheeling sangat positif. Karena melalui skema itu memperkuat ketahanan energi serta meningkatkan kontribusi dalam mempercepat transisi energi juga semakin besar.

"Skema ini bisa menjadi tools atau alat untuk mempercepat transisi energi sekaligus memperkuat ketahanan energi," katanya dikutip dari Antara, Jumat (21/12/2023).

Power wheeling, lanjutnya, berperan penting dalam ketahanan energi sebab melalui skema ini pasokan listrik di Indonesia akan terus terjaga.

Sementara, dalam konteks transisi energi, Surya menyebutkan penggunaan energi baru dan terbarukan saat ini masih pada angka 12 persen atau masih jauh dari harapan. Terlebih dengan ditetapkannya net zero emission (NZE) pada 2060, seharusnya pada 2050 sudah mencapai 50 persen.

"Bahkan, pada 2030, harus sudah 34 persen. Bisa dibayangkan, posisi kita sekarang masih 12 persen. Masih jauh banget kan? Nah, di antaranya bisa dipercepat dengan skema power wheeling," ujarnya.

Menurut dia, banyak industri yang sekarang membutuhkan energi terbarukan, namun saat ini pasokan EBT bagi industri terkendala, antara lain karena banyak pembangkit energi terbarukan yang jauh dari kawasan industri.

 

Skema power wheeling, menurut dia, bahkan disebut sangat mendukung kelangsungan perusahaan di masa depan, dalam hal ini soal rencana suntik mati PLTU.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut skema sewa jaringan transmisi listrik (power wheeling) bisa menguntungkan PT PLN (Persero). Pasalnya, ada biaya yang akan dikenakan dalam penggunaan jaringan transmisi tersebut yang harganya diatur oleh pemerintah.

Diketahui, hal ini masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru/Energi Terbarukan (RUU EBET). Rencananya, perusahaan pembangkit listrik EBT swasta bisa menyewa jaringan milik PLN untuk mendistribusikan listriknya. Dengan begitu, PLN akan mendapat pemasukan tambahan.

"Harusnya begitu," ujar Arifin usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).

Dia mengungkap, salah satu kekhawatiran dari berbagi jaringan transmisi ini adalah tidak terkendalinya penggunaan kedepannya. Namun, Arifin memastikan kalau nantinya akan diatur sedemikian rupa.

"Ada (komunikasi dengan PLN), cuma kekhawatirannya engga terkendali, tapi akan kita kendalikan kan supaya ga memberikan dampak," ungkapnya.

 

 

2 dari 3 halaman

Saling Menguntungkan

Terpisah, Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan skema power wheeling bisa dilakukan ketika ada mekanisme yang saling menguntungkan. Baik perusahaan swasta pemilik pembangkit maupun PLN sebagai pemilik transmisi.

"Dapat dilakukan tergantung dari kebutuhan artinya saling menguntungkan. Begitu once saling menguntungkan, yaudah bisa digunakan, jadi ada swasta membangun kan boleh juga, jaringan belum ada bisa dimanfaatkan dan PLN dapat benefit disitu, ada toll fee-nya," papar dia.

Dia menjelaskan, keuntungan nantinya ada tergantung pada skema yang diberlakukan dalam menyalurkan listrik. Misalnya ada kerja sama antara PLN dan perusahaan swasta pembangkit. "Jadi PLN bisa chip in disitu. Jadi saling menguntungkan prinsipnya," kata dia.

Terkait landasan aturan nantinya, dia menegaskan menunggu Rancangan Undang-Undang EBT. Lalu, skema lanjutannya bisa dituangkan dalam aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah.

 

3 dari 3 halaman

Mekanisme

Diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan mekanisme penggunaan transmisi listrik milik PLN untuk kepentingan distribusi listrik hijau dari perusahaan swasta. Mekanisme ini disebut sebagai power wheeling.

Skema power wheeling ini memungkinkan perusahaan swasta yang memiliki pembangkit energi baru terbarukan (EBT) untuk mendistribusikan listriknya lewat transmisi milik PLN. Skema yang berlaku adalah skema sewa jaringan distribusi dan transmisi.

"Keharusan pemegang wilayah usaha (wilus) untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas listrik yang bersumber dari EBET; mekanisme jika pemegang wilus tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen dapat: diberikan pasokan listrik melalui point to point, kerja sama pemanfaatan (sewa) aset pembangkit, atau PJBL (perjanjian jual beli listrik) dengan pemegang wilus lainnya," tutur Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).

Â