Liputan6.com, Jakarta - Bunga pinjaman online atau pinjol turun dari semula sebesar 0,4 persen per hari menjadi 0,3 persen. Penurunan bunga pinjol ini berlaku mulai Januari 2024.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan atau SEOJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 tanggal 8 November 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, mengatakan dalam SE tersebut, diatur pula penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif yang akan diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun (2024-2026).
Advertisement
"Untuk pendanaan konsumtif mulai Januari 2024 itu 0,3 persen per hari. Kemudian tahun 2025 0,2 persen per hari. Mulai 2026 dan seterusnya, 0,1 persen per hari," kata Agusman pada Jumat 10 November 2023 lalu.
Sedangkan untuk pendanaan produktif pada tahun 2024-2025 bunga pinjamannya menjadi 0,1 persen per hari. Kemudian tahun 2026 dan seterusnya akan menjadi lebih kecil yakni 0,067 persen per hari.
Agusman mengungkapkan, alasan batasan tingkat suku bunga produktif lebih rendah dibandingkan konsumtif yaitu untuk mendorong UMKM agar lebih produktif lagi dalam memperoleh pendanaan.
"Mengapa yang produktif jauh lebih rendah, ini memang untuk mendorong kegiatan produktif. Karena selama ini UMKM kita, kegiatan kegiatan produktif, salah satu yang menjadi kendala bagi mereka adalah mahalnya pendanaan ini," ujar Agusman.
Denda Keterlambatan
Selain itu, untuk melindungi kepentingan konsumen, seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dapat dikenakan tidak dapat melebihi 100 persen dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan.
Denda keterlambatan untuk pendanaan konsumtif, mulai 2024 menjadi maksimum 0,3 persen per hari, selanjutnya tahun 2025 menjadi 0,2 persen per hari, lalu tahun 2026 dan seterusnya menjadi 0,1 persen per hari.
Sementara untuk denda keterlambatan pada pendanaan produktif sebesar 0,1 persen per hari untuk tahun 2024-2025, selanjutnya pada tahun 2026 dan seterusnya akan dikenakan denda sebesar 0,067 persen per hari.
KPPU Masih Cari Bukti Dugaan Kartel Bunga Pinjol
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih menyelidiki dugaan kartel bungan pinjaman online (pinjol). Sejumlah keterahgan dari pengusaha hingga asosiasi pun tengah dikumpulkan KPPU.
Perlu diketahui, proses pengelidikan sendiri sudah dilakukan sejak 2 bulan lalu, pada 25 Oktober 2023. Penyelidikan kali ini, difokuskan KPPU untuk mencari 2 alat bukti untuk bisa ditindaklanjuti dengan tahapan berikutnya.
Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean mengatakan hingga saat ini Satuan Tugas Penyelidikan telah mengirimkan permintaan data dan dokumen secara tertulis ke seluruh perusahaan peer to peer (P2P) lending yang telah memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan telah mendapatkan respon dari 48 P2P.
"Selain itu, KPPU juga telah meminta keterangan terhadap Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), 4 pemberi pinjaman (lender), dan 17 penyelenggara P2P. Berbagai informasi tersebut masih dikumpulkan dan diolah oleh Investigator," ujar dia dalam keterangannya, Rabu (27/12/2023).
Advertisement
Butuh 2 Alat Bukti
Sebagai informasi, penyelidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan Investigator KPPU dalam rangka pengumpulan paling sedikit 2 alat bukti yang sah.
Dia menyebut, jangka waktu penyelidikan berlaku selama 60 hari dan dapat diperpanjang masing-masing 30 hari sesuai kebutuhan Satuan Tugas Penyelidikan dalam rangka mendapatkan alat bukti yang cukup. Dalam penyelidikan kasus dugaan kartel suku bunga pinjaman online (pinjol) ini, jumlah pihak yang akan dimintakan keterangan cukup banyak, baik Terlapor, saksi, maupun regulator.
"Akibatnya, proses penyelidikan dapat membutuhkan waktu yang lebih panjang. Tidak tertutup kemungkinan adanya penambahan jumlah Terlapor, bergantung pada alat bukti terkait perilaku perusahaan P2P yang diduga melakukan kesepakatan menetapkan tarif suku bunga yang mendekati tarif suku bunga maksimal," bebernya.
Goppera mengatakan, KPPU perlu membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga pinjol yang sama tersebut, merupakan hasil kesepakatan diantara para penyelenggara.