Sukses

Erick Thohir Intip Peluang Positif Digitalisasi Pelayanan Publik, Tapi Indonesia Masih Tertinggal

Menteri BUMN Erick Thohir menyadari banyak dampak positif dari dari digitalisasi pelayanan publik. Namun, Erick Thohir melihat kalau posisi Indonesia masih tertinggal.

Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir menyadari banyak dampak positif dari dari digitalisasi pelayanan publik. Namun, Erick Thohir melihat kalau posisi Indonesia masih tertinggal.

Erick melihat posisi Indonesia masih tertinggal pada konteks pelayanan publik secara digital. Dia pun berkaca pada pengalaman beberapa negara lain yang sudah lebih dulu melakukan penguatan digitalisasi layanan publik.

"Kita dorong di digitalisasi pelayanan publik yang memang Indonesia hari ini masih tertinggal. Banyak negara sudah maju mungkin dibandingkan dengan beberapa negara, apa hasilnya beberapa negara melakukan digitalisasi seperti Estonia, India, China," ujar dia di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (4/1/2024).

Pada konteks digitalisasi ini, Erick melihat pengalaman dari Estonia misalnya, yang Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut mampu meningkat sebesar 10 persen. Artinya, ada dampak ekonomi yang meningkat.

"Kalau kita lihat dengan adanya single identity ini di Estonia itu PDB-nya naik sampai 10 persen itu luar biasa artinya ada pertumbuhan ekonomi, impact-nya," ungkap Erick.

Peran Perum Peruri

Diketahui, Perum Peruri ditunjuk menjadi pengembang digitalisasi layanan publik yang terintegrasi, Government Technology atau GovTech. Erick menilai, contoh di negara lain bisa jadi gambaran dampak nyatanya.

"Lalu di China peningkatan (pengentasan) kemiskinan dari 6,7 menjadi 0,7 atau 0,3 persen, itu nyata. Jadi bukan hanya diukur tadi bicara-bicara konsep saja," tegas dia.

 

2 dari 3 halaman

Contoh Negara Lain

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menambahkan contoh lainnya. Sebut saha India yang mampu mempercepat upaya penurunan kemiskinan di negaranya.

"India dari 47 tahun target penurunannya dengan sistem pemerintahan berbasis elektronik, dengan arsitektur yang benar itu tidak sampai 47 tahun tapi dipangkas 40 tahun. Itu lah digital transparansi," ungkap Anas.

Menpan Anas mengatakan ini jadi tindak lanjut dari Perpres No. 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional. Di dalamya mengatur soal percepatan Government Technology (GovTech).

Beberapa waktu lalu, Menpan Anas mengungkap dalam jajaran 20 besar negara dengan e-Government Development Index (EDGI), hampir semuanya memiliki tim digital pemerintah alias GovTech yang bertugas mengintegrasikan seluruh layanan digital dan menciptakan standardisasi ekosistem digitalisasi pemerintahan.

GovTech tersebut menjalankan garis besar kebijakan dari kementerian pengampu digitalisasi, di mana dalam konteks Indonesia adalah Tim Koordinasi SPBE yang berisi antara lain Menteri PANRB, Menteri Kominfo, Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Mendagri.

Di Inggris misalnya, lanjut Anas, GovTech-nya bernama Government Digital Service; dan kementerian pengampunya Central Digital and Data Office (CDDO). Mereka mengintegrasikan layanan digital hanya lewat satu akses melalui platform Gov.UK. GovTech itulah yang memandu integrasi layanan digital, sehingga di beberapa negara, dulu mereka punya ratusan sampai ribuan aplikasi layanan publik, kini hanya tinggal belasan dan bahkan satu portal layanan saja.

“Kalau di Indonesia selama ini memang masih terpisah-pisah. Mau akses layanan A, maka downlod aplikasi Kementerian A; lalu mau akses layanan B maka harus download aplikasi B. Pengisian data berulang, belum ada interoperabilitas data yang baik sehingga user itu kesulitan. Ini yang Presiden ingin agar semua simpel dan memudahkan rakyat,” papar Anas.

 

3 dari 3 halaman

Ditangani Perum Peruri

Penugasan GovTech, papar Anas, diberikan kepada Perusahaan Umum Percetakan Uang RI atau Perum Peruri. GovTech akan fokus dalam mengintegrasikan sistem dan aplikasi digital prioritas yang mengutamakan kebutuhan masyarakat. “GovTech tidak akan mengambil alih, melainkan mendukung instansi penanggung jawab layanan serta sebagai jaminan keberlanjutan digitalisasi pemerintah,” papar Anas.

Berjalannya GovTech ini telah didukung oleh berbagai fondasi kebijakan, antara lain Perpres SPBE, Perpres Arsitektur SPBE, Perpres Satu Data Indonesia, serta UU Pelindungan Data Pribadi. Selain itu juga terdapat fondasi tata kelola melalui Tim Koordinasi SPBE Nasional dan Arsitektur SPBE Nasional.

Penyelenggaraan GovTech ini diharapkan dapat meningkatkan peringkat e-Government Development Index (EGDI) Indonesia. Disampaikan, 20 negara dengan peringkat terbaik EGDI memiliki GovTech yang menjadi fondasi dalam meningkatkan layanan pemerintah dan mempercepat pembangunan nasional.

“Peringkat EGDI Indonesia telah naik dari 103 ke 88, dan sekarang di peringkat 77. Kami yakin dengan adanya GovTech maka peringkat EGDI Indonesia akan naik karena akan ada transformasi dan percepatan dalam integrasi layanan pemerintah,” ujar Anas.