Liputan6.com, Jakarta - Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (5/1/2024) seiring sentimen global terutama data ekonomi AS. Pelemahan rupiah berlanjut usai loyo dalam tiga hari berturut-turut.
Mengutip laman Bank Indonesia, kurs Jisdor berada di posisi 15.525 pada 4 Januari 2023. Rupiah melemah 30 poin dari periode 3 Januari 2024 di posisi 15.495 terhadap dolar AS. Pada 3 Januari 2024, rupiah melemah 22 poin dari periode 2 Januari 2024 sebesar 15.473.
Baca Juga
Koreksi rupiah pun berlanjut pada pembukaan perdagangan Jumat pagi, 5 Januari 2023. Nilai tukar atau kurs rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi turun 26 poin atau 0,17 persen menjadi Rp 15517 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.491 per dolar AS.
Advertisement
Ekonom BCA David Sumual menuturkan, rupiah melemah terhadap dolar AS seiring indeks dolar AS menguat tipis seiring indikator ketenagakerjaan seperti klaim pengangguran di bawah perkiraan. Hal tersebut menurut David menurunkan harapan bank sentral AS atau the Federal Reserve (The Fed) untuk melanjutkan rate-cut yang agresif pada 2024.
David menilai, koreksi rupiah terhadap dolar AS masih wajar. "Hampir semua mata uang emerging market (EM) melemah tipis beberapa hari terakhir, jadi wajar,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Sepanjang 2024, David prediksi rupiah cenderung stabil di kisaran 15.000-16.000 terhadap dolar AS. Pergerakan rupiah akan dipengaruhi sejumlah faktor.
David menuturkan, pertama, aliran dana investor asing di investasi portofolio baik saham maupun obligasi cukup baik hingga akhir tahun. Hal tersebut juga menopang cadangan devisa (cadev) pada akhir tahun. Kedua, harga beberapa komoditas penting juga diprediksi bottoming out karena pemulihan ekonomi di beberapa negara importir komoditas utama.
"Ada kemungkinan rating agency mengupgrade outlook sovereign rating Indonesia pasca pemilu didorong fundamental ekonomi yang cukup kuat. Ini didorong cadev yang lebih baik pada 2024,” tutur dia.
Jelang Akhir Pekan, Rupiah Dibuka Loyo Lawan Dolar AS
Sebelumnya diberitakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat pagi menurun 26 poin atau 0,17 persen menjadi 15.517 per dolar AS dari sebelumnya 15.491 per dolar AS.
Mata uang Rupiah di awal perdagangan Jumat pagi dibuka merosot dipengaruhi oleh peningkatan imbal hasil atau yield obligasi Pemerintah Amerika Serikat (AS).
"Yield US Treasury (UST) 10 tahun naik sebesar delapan basis poin menjadi empat persen karena data pasar tenaga kerja yang ketat," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat (5/1/2024).
Josua mengatakan kondisi pasar tenaga kerja AS yang ketat meningkatkan kemungkinan bahwa Bank Sentral AS atau The Fed akan menunda penurunan suku bunganya pada 2024.
ADP Employment Change mencatat 164 ribu pekerja pada Desember 2023 dari sebelumnya 101 ribu pekerja, lebih tinggi dari perkiraan sebesar 125 ribu pekerja.
Sementara US Initial Jobless Claims atau Klaim Pengangguran Awal AS turun menjadi 202 ribu pada pekan terakhir tahun 2023 dari sebelumnya 220 ribu.
Dolar AS terapresiasi terhadap Dolar Australia dan Yen Jepang, namun terdepresiasi terhadap mata uang Euro, Sterling, dan Skandinavia.
Proyeksi Rupiah
Ia memproyeksikan rupiah akan bergerak di area Rp15.500 per dolar AS sampai dengan 15.550 per dolar AS.
Advertisement
USD Terus Menguat 3 Januari 2024, Rupiah Tenggelam ke 15.460 per Dolar AS
Sebelumnya diberitakan, Indeks dolar Amerika Serikat (USD) berlanjut menguat pada Rabu, 3 Januari 2024. USD menguat sebelum risalah pertemuan The Fed bulan Desember, yang akan dirilis pada Rabu.
Analis memperingatkan bahwa risalah tersebut kemungkinan tidak terlalu dovish seperti yang diharapkan pasar, sebuah skenario yang kemungkinan akan mengurangi sentimen risiko.
"Di sisi lain, penguatan dolar sebagian didorong oleh kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan geopolitik, setelah Israel membunuh wakil pemimpin Hamas Saleh al-Arouri dalam serangan pesawat tak berawak di ibu kota Lebanon, Beirut, pada hari Selasa," ungkap Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan tertulis dikutip Rabu (3/1/2024).
Meskipun The Fed pada Desember 2023 memberi isyarat akan mulai memangkas suku bunga tahun ini, mereka hanya memberikan sedikit petunjuk mengenai waktu dilakukannya langkah tersebut.
Pejabat The Fed juga memperingatkan bahwa pertaruhan penurunan suku bunga lebih awal tidak berdasar, mengingat inflasi dan pasar tenaga kerja belum mencapai target. Seperti diketahui, data nonfarm payrolls AS bulan Desember 2023 akan dirilis pada hari Jumat besok (5/1).
Data tersebut diperkirakan akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai lapangan kerja.
"Meskipun angka tersebut diperkirakan akan menunjukkan penurunan yang lebih besar di pasar tenaga kerja, juga secara konsisten melampaui ekspektasi sepanjang tahun 2023," jelas Ibrahim.
Rupiah Kembali Melemah pada Rabu, 3 Januari 2024
Rupiah kembali ditutup melemah 11 point dalam penutupan pasar tahun baru, walaupun sebelumnya sempat melemah 40 point di level Rp. 15.481 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.466.
Untuk perdagangan besok, Ibrahim memprediksi Rupiah akan fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.460- Rp. 15.540.
PMI Manufaktur Indonesia
Ibrahim menyoroti Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, pada bulan Desember berada di posisi 52,2 atau naik 0,5 poin dibanding November yang menempati level 51,7.
"PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut," katanya. Capaian ini hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan.
Ibrahim mengingatkan, kinerja baik ini harus di jaga dan tingkatkan.
"Kondisi sektor manufaktur di Indonesia terus membaik lantaran juga didukung dari beragam kebijakan strategis pemerintah yang telah berjalan secara on the right track," paparnya.
Namun, Ibrahim juga mengungkapkan, ada kebijakan yang belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan sektor industri, antara lain penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
"Masih banyak perusahaan industri yang belum menerima manfaat harga gas USD 6 per MMBTU," sebutnya.
Advertisement