Sukses

Sudah Kena Tarif Cukai 15%, Pengusaha Desak Pajak Rokok Elektrik Ditunda hingga 2026

Pungutan pajak rokok untuk rokok elektrik dinilai menjadi pukulan ketiga bagi industri rokok elektrik di tahun 2024 setelah sebelumnya terbebani kenaikan cukai sebesar 15% dan kenaikan HJE yang memicu kenaikan beban PPN.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK Kemenkeu) telah mengeluarkan aturan terkait pemungutan pajak rokok elektrik pada 29 Desember 2023 dan mulai efektif diberlakukan per 1 Januari 2024.

Kebijakan tersebut menuai kritik keras dari pelaku usaha rokok elektrik mengingat Kemenkeu telah menetapkan kenaikan cukai dan harga jual eceran untuk tahun 2024. Mereka mendesak Kementerian Keuangan menunda pelaksanaan pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik karena dampak tiga pukulan kenaikan pajak secara bersamaan.

Pungutan pajak rokok untuk rokok elektrik adalah pukulan ketiga bagi industri rokok elektrik di tahun 2024. Sebelumnya, industri yang masih baru ini sudah terbebani kenaikan cukai sebesar 15% dan kenaikan HJE yang memicu kenaikan beban PPN.

Pelaku rokok elektrik juga mengeluhkan, kebijakan pengenaan pajak rokok elektrik diumumkan mendadak setelah mereka melakukan pemesanan pita cukai di awal bulan Desember untuk kebutuhan 2024, sesuai prosedur yang ditetapkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Paguyuban Asosiasi Vape Nasional Indonesia (PAVENAS) menyatakan kebijakan ini betul-betul memberatkan industri, akibat dari minimnya sosialisasi, sempitnya waktu antisipasi, dan dampaknya terhadap kelangsungan finansial pelaku usaha.

“Kami menyayangkan sikap Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu) yang tidak mempertimbangkan masukan industri yang terdampak serta tergesa-gesa dan tidak transparan dalam perumusan regulasi. Sehingga kami harap DJPK Kemenkeu bisa menimbang ulang dan menunda implementasi pajak rokok ini,” ungkap Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mewakili PAVENAS dikutip Senin (8/1/2024).

Sosialisasi Pajak Rokok Elektrik

Menurut Garindra, keputusan pemerintah terkait implementasi pajak rokok untuk rokok elektrik 2024, disampaikan secara mendadak melalui sosialisasi di tanggal 27 Desember 2023. PAVENAS menyebut sosialisasi tersebut mengagetkan mereka.

Sebab, sebelumnya pada tanggal 21 Desember 2023, PAVENAS telah mengadakan audiensi langsung dengan DJPK Kemenkeu dan mencapai jalan tengah dengan menunda pelaksanaan kebijakan pajak rokok elektrik tersebut hingga 2026.

 

2 dari 3 halaman

Pengusaha Kecewa

PAVENAS, yang terdiri dari APVI, Aliansi Vapers Indonesia (AVI), Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI), Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO), dan Asosiasi Vaporiser Bali (AVB), menyatakan sangat kecewa dengan keputusan sepihak pemerintah yang tidak melibatkan pelaku usaha rokok elektrik. Industri menilai pemerintah abai dalam mengkomunikasikan aturan yang dirumuskan kepada industri.

Kemenkeu menyebut, pemungutan pajak rokok untuk rokok elektrik berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU 1/2022).

Merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang tersebut, objek pajak rokok antara lain adalah sigaret, cerutu, rokok daun dan bentuk rokok lainnya yang dikenakan cukai rokok. PAVENAS menyatakan, mereka tidak pernah diajak dalam diskusi perumusan UU 1/2022, termasuk bahwa ketentuan di dalamnya berimplikasi pada pemungutan pajak rokok untuk rokok elektrik. Menurut Garindra, pihaknya baru menerima informasi bahwa rokok elektrik akan dikenakan pajak rokok pada November 2023.

Ia juga menyoroti definisi objek pajak rokok dalam UU 1/2022. “Rokok elektrik memiliki cara kerja yang berbeda dibandingkan rokok sehingga hal ini memicu kami untuk bertanya, mengapa produk ini dianggap sebagai 'bentuk rokok lainnya',” ujar Garindra.

 

3 dari 3 halaman

Minta Ditinjau Ulang

PAVENAS pun berharap pemerintah mempertimbangkan ulang pelaksanaan pajak rokok untuk rokok elektrik dan memberi waktu persiapan yang cukup dan melihat keseluruhan kebijakan fiskal terkait rokok elektrik. “Kami meminta pertimbangan Kemenkeu, terutama DJPK untuk menunda implementasi pajak rokok untuk rokok elektrik ke 2027. Ini berkaca pada dari perlakuan yang diberikan DJPK Kemenkeu terhadap rokok konvensional dulu,” tegasnya.

Garindra menjelaskan, industri rokok konvensional mendapatkan masa transisi selama 5 tahun sebelum pemberlakuan efektif pungutan pajak rokok. Sebagai informasi, rokok elektrik baru menjadi kategori tersendiri pada 2022.

Dalam kesempatan lain, Ketua APPNINDO Teguh B. Ariwibowo mengamini harapan PAVENAS dan meminta pertimbangan Kemenkeu untuk menunda implementasi pajak rokok untuk rokok elektrik ke 2027 karena kebijakan lain yang diterapkan seperti kenaikan cukai dan HJE dirasa telah cukup memberatkan pelaku usaha.

Teguh juga mengatakan proses sosialisasi yang diadakan DJPK Kemenkeu sebelumnya dirasa sangat sepihak dan terburu-buru. Padahal, kebijakan ini akan dilaksanakan oleh pelaku usaha yang seharusnya dapat dilibatkan dalam perumusan kebijakan yang adil bagi rokok elektrik.

“Harapannya pemerintah dapat memberikan solusi yang merangkul, terutama terkait kebijakan yang berhubungan dengan pelaku usaha rokok elektrik. Karena kebijakan ini berpotensi mengancam keberlangsungan industri, terutama terkait tenaga kerja yang ada di dalamnya,” katanya.

Sebelumnya, pelaku industri seperti PT Indo Emkay Abadi (Emkay) menyuarakan kegelisahannya terkait rencana ini. Implementasi kebijakan yang tergesa-gesa akan menekan kinerja industri di saat daya beli konsumen masih belum pulih pasca pandemi.

“Kami jelas menolak berlakunya pajak rokok untuk rokok elektrik pada 2024. Kami sebenarnya berharap bisa diberi ruang untuk menjadi aset industri yang menopang perekonomian negara serta di saat yang sama membawa sisi manfaat buat pengguna tembakau yang menginginkan produk yang lebih rendah risiko dari rokok,” kata Chief Marketing Officer PT Indo Emkay Abadi (Emkay) Eko Priyo HC.