Sukses

Perdana 2024, USD Loyo Jelang Rilis Inflasi AS dan Rupiah Perkasa di Kisaran 15.520 per Dolar AS

Rupiah ditutup menguat 5 point dalam penutupan pasar 9 Januari 2024.

Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD melemah untuk pertama kalinya di bulan Januari pada Selasa, 9 Januari 2024. Dilaporkan, para pedagang masih bias terhadap USD menjelang data indeks harga konsumen utama yang dirilis pada Kamis besok (11/1).

 

"Angka tersebut diperkirakan menunjukkan sedikit peningkatan inflasi pada bulan Desember, ditambah dengan kuatnya data nonfarm payrolls, memberikan The Fed lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama," ungkap Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam paparan tertulis dikutip Selasa (9/1/2024).

Hal ini mendorong penurunan ekspektasi penurunan lebih awal pada suku bunga The Fed, yang pada gilirannya membuat emas kehilangan beberapa keuntungan yang diperoleh pada Desember 2023.

Namun, logam kuning masih mengakhiri tahun 2023 dengan kenaikan 10 persen. Seperti diketahui, pejabat The Fed juga menolak ekspektasi penurunan suku bunga lebih awal.

Presiden The Fed Atlanta Ralph Bostic mengatakan bahwa inflasi AS masih jauh di atas target bank sentral sebesar 2 persen, ia tetap bias terhadap kebijakan yang tetap ketat dalam jangka pendek.

Meskipun Bostic masih memperkirakan suku bunga akan turun pada tahun 2024, ia hanya memperkirakan penurunan sebesar 50 basis poin – jauh lebih kecil dari ekspektasi pasar.

"Para pedagang juga terlihat terus mengurangi spekulasi bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunganya paling cepat pada Maret 2024," kata Ibrahim.

Saat ini, alat CME Fedwatch menunjukkan para pedagang memperkirakan peluang 59,4 persen pemotongan suku bunga di bulan Maret mendatang.

Perkiraan itu turun dari 64 persen yang terlihat pada hari Senin dan 70,7 persen yang terlihat pekan lalu.

Selain data AS, fokus minggu ini juga tertuju pada angka inflasi dan perdagangan China untuk bulan Desember, yang akan dirilis pada hari Jumat besok (12/1).

Negara importir komoditas terbesar di dunia itu diperkirakan masih mengalami disinflasi pada bulan Desember, sementara aktivitas perdagangan, terutama ekspor diperkirakan juga menurun.

Rupiah Akhirnya Menguat Pertama Kali di Januari 2024

Rupiah ditutup menguat 5 point dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat menguat 15 point dilevel Rp. 15.520 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.525.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 15.490- Rp. 15.550," demikian proyeksi yang dirilis Ibrahim.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cadangan Devisa RI

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan debisa Indonesia di 2023 mencapai USD 146,4 miliar.

Angka tersebut menandai kenaikan hingga US D8,3 miliar dibandingkan posisi pada akhir November 2023 sebesar USD 138,1 miliar.

"Peningkatan cadangan devisa tersebut sejalan dengan sentimen pasar terkait prospekpenurunan suku bunga dari bank sentral global terutama The Fed yang berdampak terhadappenguatan Rupiah sebesar 0,73 persen secarabulanan (mtm) atau 1,10 persen secara year to date (ytd) menjadi Rp15.396 per dolar AS," kata Ibrahim.

Setelah siklus kenaikan suku bunga yang agresif sejak awal tahun 2022, pelaku pasar memproyeksikan suku bunga The Fed akan mulai turun pada kuartal pertama 2024, sejalan dengan penurunan inflasi secara bertahap dan indikasi soft landing di AS.

3 dari 3 halaman

Penurunan Net Inflow Asing di Pasar Saham

Di sisi lain, ekonomi AS tumbuh secara tahunan sebesar 4,9 persen pada kurtal ketiga 2023.

Pertumbuhan itu lebih rendah dari 5,2 persen pada perkiraan kedua.

"Oleh karena itu, sentimen tersebut telah memberikan dampak positif bagi pasar keuangan domestik," imbuhnya.

Sebagai informasi, selama Desember 2023, net inflow asing di pasar saham dan obligasi masing-masing tercatat sebesar Rp. 7,7 triliun dan Rp.8,2 triliun.

Imbal hasil 10 tahun pemerintah Indonesia juga turun sebesar 19,0 bps month to date (mtd) menjadi 6,52 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini