Liputan6.com, Jakarta - Tim pemenangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024, mengklaim menggunakan alat kampanye buatan dalam negeri alias UMKM, tidak impor.
Hal itu merespon Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) yang menduga adanya pembelian produk impor untuk atribu tkampanye Pemilu 2024, yang menyebabkan turunnya penjualan atribut kampanye oleh UMKM lokal.
Baca Juga
Wakil Bendahara TKN Paslon 2 Prabowo-Gibran, Bobby Gafur Umar mengatakan pihaknya 100 persen menggunakan alat kampanye buatan lokal. Sebab, pihaknya telah menyiapkan dari jauh-jauh hari vendor-vendor mana saja yang akan digunakan, tentunya semua berasal dari UMKM.
Advertisement
“Kami Paslon 2 punya program pemakaian produk dalam negeri dan kita mengoptimalkan produk dalam negeri,” kata Bobby dalam Konferensi Pers Dialog Capres Bersama Kadin: Menuju Indonesia Emas 2045, di Djakarta Teater – Lounge Area, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2024).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Tim Pemenangan Nasional Paslon 3 Ganjar-Mahfud, Delon Prawiraatmadja, menyatakan pihaknya juga menggunakan alat peraga kampanye alias APK yang berasal dari relawan swadaya dalam negeri.
“Kita menggunakan APK dari relawan swadaya dan kita justru memberdayakan seluruh relawan secara swadaya dalam menyiapkan APK. Dan mereka bilang itu produk lokal,” ujar Bobby.
Berbeda dengan yang lainnya, Sekretaris Dewan Pakar Timnas Paslon 1 Anies Baswedan-Muhammad Iskandar (Amin) Wijayanto Samirin, mengaku pihaknya tidak banyak memesan alat kampanye. Justru dengan adanya keluhan dari UMKM tersebut, pihaknya menjadi tertarik untuk menggunakan alat kampanye buatan lokal.
“Belum pernah pesan banyak APK, nah saya rasa itu bukan pertanyaan tapi ide bagus. Di banyak relawan, tidak pesan baliho karena baliho di hati, hati kita 100 persen produk dalam negeri,” ujar Wijayanto.
UMKM Tak Raup Cuan di Pemilu 2024, Kemenkop UKM Duga Ada Atribut Kampanye Impor
Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menduga adanya pembelian produk impor untuk atribut kampanye Pemilu 2024. Hal itu menjadi alasan turunnya penjualan atribut kampanye oleh UMKM lokal.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Yulius mengatakan, di pemilu sebelumnya pemesanan barang-barang atribut kampanye banyak yang dilakukan melalui UMKM. Namun saat ini, terjadi peralihan ke e-commerce sehingga sulit untuk menentukan asal produk.
“Sekarang pemesanan bepindah ke e-commerce dan yang kita tahu e-commercebarangnya dari luar negeri,” ungkap Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius dalam konferensi pers di Kantor KemenKopUKM di Jakarta, Senin (8/1/2024).
Yulius membeberkan, terjadi penurunan omzet penjualan UMKM pembuat atribut kampanye yang cukup drastis dari 40 hingga 90 persen menjelang Pemilu 2024, jika dibandingkan dengan Pemilu 2019.
Namun ia menambahkan, pembelian produk impor atribut kampanye tersebut masih merupakan dugaan karena didapat dari hasil wawancara 15 pelaku UMKM yang berjualan di Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen Jakarta.
“Kita lihat, datanya tidak ada. Jadi beli online, misalnya barang dari China mereka (tambah) gambar Garuda dengan distempel, gambar atau lambang distempel,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, salah seorang pedagang di Pasar Tanah Abang, yakni Dody Ariyanto, mengungkapkan bahwa pembelian produk impor beberapa kali didengarnya dari mulut ke mulut sesama pedagang.
Namun dalam praktik penjualannya, tidak dilakukan secara terang-terangan melainkan langsung dikirim dari luar negeri ke alamat peserta Pemilu.
“Hanya mendengar dari mulut ke mulut tapi kita tahu karena barang yang dari luar itu masuk dengan harga murah,” sebutnya.
Advertisement
Order Tak sampai Jutaan
Senada, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman juga mengungkapkan terjadinya penurunan penjualan.
“Sampai saat ini memang ada, bukan tidak ada, ada (pemesanan) tapi masih kurang. Dulu saat musim kampanye tahun 2019, tiga bulan sebelumnya sudah ada order dari 4 juta sampai 15 juta hanya dari partai. Sekarang, jutaan itu enggak sampai. Hanya puluhan ribu saja itu pun bukan dari partai hanya dari caleg,” terang Nandi.
“Mereka membuat pesanan tetapi dadakan dan tidak dalam jumlah besar, waktunya pun mepet. Penjualan kami turun drastis hingga 70 persen dibanding Pemilu 2019,” katanya.