Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat aliran dana dari calon anggota legislatif (caleg) dengan akumulasi nilai sekitar Rp 8,3 triliun. Paling besar tercatat untuk kasus korupsi dan perjudian.
Tercatat ada 13 kasus korupsi yang terkait nama-nama caleg pada kurun waktu 2022-2024. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan nama caleg itu merujuk pada daftar calon tetap (DCT) yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara, total 47 kasus yang terdata itu merupakan yang sudah disetor ke aparat penegak hukum.
PPATK sendiri telah mengantongi nama caleg dalam DCT sebanyak 256 ribu nama. Ketika disandingkan dengan data PPATK, alhasil memunculkan 45 ribu nama yang terlibat dengan kasus.
"2022 laporannya hanya 6.064, sudah dilaporkan, walaupun dia belum (masuk daftar) jadi orangnya DCT, belum dideklarasi sebagai DCT, dia sudah dilaporkan ke PPATK, sudah ada laporannya, itu 6.064 laporan. Nah, 2023 kemudian berkembang, begitu menjadi DCT, dideklarasikan sebagai DCT, laporannya naik menjadi 39.409 laporan DCT," papar Ivan dalam Konferensi Pers di Kantor PPATK, Jakarta, dikutip Kamis (11/1/2024).
Advertisement
Indikasi Korupsi
Selanjutnya, dari nama-nama itu, Ivan memetakan ada 47 kasus. Ada 13 kasus korupsi yang menyangkut caleg dengan nilai total mencapai Rp 3.518.370.150.789 atau Rp 3,5 triliun.
"Kasus yang telah diserahkan kepada aparat penegak hukum terkait dengan DCT dari tahun 2022 sampai 2024. Nama-nama yang ada di depan tadi ada di dalam 13 kasus korupsi kami dengan angka Rp 3.518.370.150.789," ungkap Ivan.
Dia pun turut merinci besaran dana per jenis kasusnya. Ternyata, ditemukan dana paling besar mengalir terkait dengan korupsi, lalu diikuti dengan kasus perjudian.
"Nama-nama yang ada di dalam DCT atau partai politik tadi, ada di dalam hasil analisis kami, 4 hasil analisis kami terkait dengan perjudian, senilai Rp 3,1 triliun," ucapnya.
Â
Tambang Ilegal dan Narkoba
Sementara itu, sisa kasus lainnya mencakup pada kategori lingkungan hidup, penambangan ilegal, penggelapan, dan kategori terkait narkotika. Terkait lingkungan hidup, ada 1 kasus dengan nilai Rp 1,2 triliun.
"Kemudian ada 1 kasus terkait dengan lingkungan hidup juga, tadi illegal mining. Lalu ini lainnya itu Rp 264 miliar," ungkap Ivan.
Kemudian ada yang terkait dengan pegelapan sebanyak 2 kasus dengan nilai Rp 128 miliar. Ada terkait dengan narkotika sebanyak 14 kasus terkait dengan narkotika dengan nilai Rp 136 miliar.
"Dan di bidang pemilu ada 12 kasus angkanya Rp 21 miliar," tegasnya.
Â
Advertisement
Lapor ke Polri-Bawaslu
Lebih lanjut, Ivan menjelaskan, kasus-kasus tadi sudah dilaporkan ke aparat berwenang. Ini mengacu data pelaporan per 10 Januari 2024.
"Ini semua sudah kami sampaikan ya, jadi kalau tahun 2023 kita punya seperti yang saya sampaikan di depan tadi, punya 3 ke Bawaslu, sampai hari ini, per hari ini ya, periode sampai 10 Januari 2024," tuturnya.
"Kepada Polri kami sudah menyampaikan 5 kasus, kepada KPK ada 9 kasus, kepada KLHK ada 1 kasus, kepada Kejaksaan RI ada 4 kasus, kepada BNN ada 6 kasus, dan kepada Bawaslu ada 11 kasus. Sebelas kasus kami informasikan kepada Bawaslu," pungkas Ivan Yustiavandana.