Liputan6.com, Jakarta - Bank Sentral di Eropa menepis kemungkinan penurunan suku bunga di tahun 2024, bertentangan dengan ekspektasi pasar.
"Saya khawatir saat meninggalkan Davos, orang-orang tersebut (pasar) akan sangat kecewa," ungkap Gubernur Bank Sentral Austria Robert Holzmann ketika ditanya tentang penurunan suku bunga ECB di 2024, dikutip dari CNBC International, Selasa (16/1/2024).
Baca Juga
"Saya tidak bisa membayangkan kita akan membicarakan pemotongan, karena kita tidak boleh membicarakannya. Segala sesuatu yang kita lihat dalam beberapa pekan terakhir mengarah ke arah yang berlawanan, jadi saya mungkin memperkirakan tidak ada pemotongan sama sekali tahun ini," ujar Holzman di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
Advertisement
Pada Desember 2023, inflasi umum zona euro naik menjadi 2,9 persen dari 2,4 persen pada bulan sebelumnya, sebagian besar disebabkan oleh harga energi.
Sementara itu, ECB menargetkan inflasi sebesar 2 persen.
"Kecuali kami melihat penurunan yang jelas menuju 2 persen, kami tidak akan dapat membuat pengumuman apa pun kapan kami akan melakukan pemotongan," jelas Holzmann.
Holzmann menduduki peringkat sebagai salah satu anggota Dewan Pemerintahan yang paling hawkish dalam survei terbaru yang dilakukan oleh InTouch Capital Markets.
Dia juga menyoroti masalah berupa perubahan geopolitik di Timur Tengah, seiring berlanjutnya konflik Israel-Hamas dan ketegangan yang meluas hingga mencakup militan Houthi di Laut Merah.
"Harga sehari-hari mungkin meningkat, tetapi juga berisiko mengubah cara kita berbisnis, perubahan struktural, yang memakan waktu lebih lama, namun juga memiliki bahaya perubahan harga di masa depan. Jika keduanya digabungkan, prospek kami saat ini (untuk infladi) bulan Desember akan memburuk, dan akan memakan waktu lebih lama untuk menurunkan inflasi," beber Holzmann.
OJK Ramal Fed Pangkas Bunga 75 Basis Poin Sepanjang 2024
Industri keuangan seluruh dunia tengah menanti rencana penurunan suku bunga Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (Fed). Banyak prediksi penurunannya akan dilakukan bertahap mulai Maret nanti.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar juga ikut meramal penurunan bunga Fed. Mahendra melihat sepanjang tahun ini Fed akan menurunkan bunga hingga 75 basis poin.
"Bank sentral Amerika mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga acuan kebijakan sebesar 75 basis poin di tahun 2024," kata Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Desember 2023 di Jakarta, Selasa (9/1/2024).
Langkah Fed menurunkan suku bunga acuan akan memberikan dampak positif bagi emerging market, seperti Indonesia. Emerging market merupakan istilah untuk mengklasifikasikan suatu negara yang sedang bertransisi menjadi negara maju.
Mengingat, kebijakan pemangkasan suku bunga acuan AS oleh Fed akan mendorong kembali aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging market. Sehingga, akan memperkuat pasar keuangan global termasuk Indonesia.
"Ekspektasi penurunan suku bunga di Amerika Serikat akan mendorong kembalinya aliran dana masuk ke emerging market," tegas Mahendra.
Meski demikian, terdapat sejumlah ancaman yang masih akan mengintai laju perekonomian global di tahun 2024 ini. Antara lain ketegangan geopolitik antara Israel dan Palestina yang terus berlanjut hingga memasuki awal tahun ini.
"Pasar juga mencermati perkembangan geopolitik ke depan seperti eskalasi ketegangan di Laut Merah imbas dari konflik Palestina - Israel," pungkas Mahendra.
Advertisement
BI Tahan Suku Bunga Acuan 6% di Desember 2023
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI di kisaran 6% pada bulan Desember 2023.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 20 dan 21 Desember 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6%, Suku Bunga Deposit Facility juga tetap sebesar 5,25% dan Suku Bunga Lending Facility sebesar 6,75%,' ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil RDG Desember 2023, Kamis (21/12/2023).
Perry Warjiyo memastikan, keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6% ini tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro stabilitas, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah preventif dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5%+-1% pada tahun 2024.
"Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," sambungnya.
Perry Warjiyo lebih lanjut menyampaikan, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
"Akselerasi digitelisasi sistem pembayaran juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi sih dan memperluas inklusi ekonomi keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur BI juga mengumumkan bahwa terhitung mulai 21 Desember 2023 Bank Indonesia menggunakan nama BI-Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI 7 Day Reverse Repo Rate untuk memperkuat komunikasi kebijakan moneter.
Perry Warjiyo menjelaskan, penggantian nama ini tidak mengubah makna dan tujuan BI Rate sebagai kebijakan moneter BI, serta operasionalnya tetap mengacu pada transaksi Reverse Repo Bank Indonesia tenor 7 hari.