Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa hampir 40 persen pekerjaan di seluruh dunia dapat terdampak oleh meningkatnya Kecerdasan Buatan (AI).
IMF menyebut, negara-negara berpendapatan tinggi menghadapi risiko yang lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang dan negara-negara berpendapatan rendah.
Baca Juga
Lembaga yang berbasis di Washington, D.C. ini menilai potensi dampak AI terhadap pasar tenaga kerja global dan menemukan bahwa dalam banyak kasus, teknologi tersebut cenderung memperburuk kesenjangan secara keseluruhan.
Advertisement
Karena itu, Ketua IMF Kristalina Georgieva mendesak para pembuat kebijakan untuk mengatasi masalah yang timbul dari tren tersebut dan secara proaktif mengambil langkah-langkah pencegahan “ketegangan sosial.”
"Kita berada di ambang revolusi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pertumbuhan global, dan meningkatkan pendapatan di seluruh dunia. Namun hal ini juga dapat menggantikan lapangan kerja dan memperdalam kesenjangan," kata Georgieva, dikutip dari CNBC International, Selasa (16/1/2024).
Pekerjaan Terdampak
MF mencatat bahwa sekitar 60 persen pekerjaan dapat terkena dampak AI di negara-negara berpenghasilan tinggi, dan sekitar setengah dari negara-negara tersebut mungkin mendapat manfaat dari integrasi AI untuk meningkatkan produktivitas.
Sebagai perbandingan, paparan AI diperkirakan mencapai 40 persen di negara-negara berkembang dan 26 persen di negara-negara berpenghasilan rendah.
Temuan ini menunjukkan bahwa negara-negara berkembang dan negara-negara berpendapatan rendah menghadapi lebih sedikit gangguan akibat AI dalam jangka pendek.
Selain itu, IMF juga mencatat bahwa banyak dari negara-negara ini tidak memiliki infrastruktur pekerja terampil untuk memanfaatkan manfaat langsung dari AI, sehingga meningkatkan risiko bahwa teknologi tersebut dapat memperburuk kesenjangan.
Ketimpangan Pendapatan
Disebutkan juga, AI dapat berdampak pada ketimpangan pendapatan dan kekayaan di suatu negara, serta memperingatkan adanya "polarisasi dalam kelompok pendapatan."
Dikatakan bahwa pekerja yang dapat mengakses manfaat AI dapat meningkatkan produktivitas dan gaji mereka, sementara mereka yang tidak dapat mengakses manfaat AI akan semakin tertinggal.
Goldman Sachs sebelumnya telah memperingatkan bahwa AI generatif dapat berdampak pada 300 juta pekerjaan di seluruh dunia, meskipun bank yang berbasis di Wall Street itu mengakui bahwa teknologi tersebut dapat memacu produktivitas dan pertumbuhan tenaga kerja serta meningkatkan produk domestik bruto sebanyak 7 persen.
Laporan IMF muncul ketika para pemimpin bisnis dan politik dari seluruh dunia berkumpul di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
Pertemuan tahunan WEF, yang berlangsung hingga Jumat, berlangsung dengan tema Membangun Kembali Kepercayaan.
Advertisement
IMF Bilang Mata Uang Digital Bank Sentral Bisa Saja Gantikan Uang Tunai
Dana Moneter Internasional (IMF) melihat potensi Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) untuk menggantikan uang tunai, tetapi penerapannya masih memerlukan waktu atau tidak instan.
"CBDC dapat menggantikan uang tunai yang mahal untuk didistribusikan di negara-negara kepulauan," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgiva, dikutip dari CNBC International, Jumat (17/11/2023).
"(Uang digital bank sentral) dapat menawarkan ketahanan di negara-negara maju. Dan mereka dapat meningkatkan inklusi keuangan ketika hanya sedikit orang yang memiliki rekening bank," ujarnya dalam kegiatan Singapore FinTech Festival pada Rabu (15/11).
Sebagai informasi, CBDC merupakan bentuk digital mata uang fiat suatu negara, yang diatur oleh bank sentral negara yang memberlakukan.
Uang digital ini didukung oleh teknologi blockchain, yang memungkinkan bank sentral menyalurkan pembayaran pemerintah langsung ke rumah tangga.
"CBDC akan menawarkan alternatif yang aman dan berbiaya rendah (untuk uang tunai). Mereka juga akan menawarkan jembatan antara uang swasta dan tolok ukur untuk mengukur nilainya, seperti uang tunai saat ini yang dapat kita tarik dari bank kita," jelas Ketua IMF.
IMF mengungkapkan, sejauh ini lebih dari 100 negara sedang menjajaki penerapan CBDC atau sekitar 60 persen negara di dunia.
"Tingkat minat global terhadap CBDC belum pernah terjadi sebelumnya. Beberapa bank sentral telah meluncurkan uji coba atau bahkan menerbitkan CBDC," kata IMF dalam laporannya pada bulan September 2023.