Sukses

3 Miliarder Harus Gigit Jari Saat Coba-coba Geluti Bisnis Media, Siapa Saja?

Dalam beberapa tahun terakhir, The Washington Post hingga Majalah Time mengalami kerugian finansial.

Liputan6.com, Jakarta Meskipun ada pembelian besar-besaran dari miliarder terkaya di dunia, salah satunya Jeff Bezos, sejumlah perusahaan media di Amerika Serikat harus menanggung kerugian finansial yang besar dalam beberapa tahun terakhir.

Dikutip dari Fox News, Senin (21/1/2024) pendiri Amazon Jeff Bezos misalnya. Dia membeli The Washington Post pada tahun 2013 seharga USD 250 juta atau setara Rp 3,9 triliun.

Kemudian pada tahun 2018, ahli biologi Dr. Patrick Soon-Shiong membeli Los Angeles Times seharga USD 500 juta (Rp 7,8 triliun). Adapula miliarder pendiri Salesforce Marc Benioff membeli Majalah Time seharga USD 190 juta (Rp 2,9 triliun) pada tahun yang sama.

Namun, kenyataannya dalam beberapa tahun terakhir, ketiga publikasi media tersebut mengalami kerugian secara finansial. Hal itu terungkap dalam laporan New York Times berjudul "Miliarder Ingin Menyelamatkan Industri Berita, tapi Kehilangan Kekayaan".

“Kekayaan tidak membuat pemilik terbebas dari tantangan serius yang menimpa banyak perusahaan media. Dan ternyata menjadi miliarder bukanlah prediktor untuk bisa memecahkan masalah tersebut,” kata Ann Marie Lipinski, Kurator Nieman Foundation for Journalism di Universitas Harvard.

"Kami telah melihat banyak harapan naif yang melekat pada para pemilik ini, seringkali dari para karyawan," sebutnya.

Pada tahun 2023, satu dekade setelah pembelian Washington Post oleh Bezos, perusahaan itu berencana untuk melakukan pemangkasan biaya sebesar USD 100 juta.

Ini menurut laporan New York Times yang mengutip dua sumber yang memiliki pengetahuan tentang keuangan perusahaan.

Laporan Puck News juga menyebut, Washington Post mengalami penurunan trafik lebih dari 20 persen setelah mencatat kenaikan pada publikasinya di 2020.

Perusahaan tersebut dilaporkan juga menerapkan pembelian paksa sebagai bagian dari tujuan pengurangan tenaga kerja secara ekstensif untuk mencegah PHK.

Editor Los Angeles Times Kevin Merida juga mengumumkan pada 10 Januari 2024 bahwa ia akan mengundurkan diri menyusul PHK 13 persen tenaga kerja perusahaan, 74 posisi, dari ruang redaksinya.

2 dari 4 halaman

Gelombang PHK di Majalah Ternama di AS

Adapun majalah Times yang juga memperkirakan adanya gelombang PHK lagi di masa depan. The Times melaporkan Majalah Time akan mengalami kerugian sekitar USD 20 juta pada tahun 2023 karena publikasi tersebut mempertimbangkan upaya untuk memangkas biaya tahun ini.

Meskipun demikian, Times menyatakan bahwa beberapa publikasi dengan pemilik miliarder berhasil memperoleh keuntungan. 

Boston Globe, yang dibeli oleh pemilik Boston Red Sox John W. Henry, dilaporkan tetap memperoleh keuntungan sementara The Atlantic, yang dimiliki oleh Laurene Powell Jobs, menjangkau lebih dari 925.000 pelanggan.

3 dari 4 halaman

250 Miliarder dari 17 Negara Minta Dipajaki Lebih Tinggi

Lebih dari 250 miliarder dan jutawan dari berbagai negara meminta agar pertemuan elit politik pada Forum Ekonomi Dunia di Swiss, menerapkan pajak kekayaan. Hal itu untuk membantu membayar layanan publik yang lebih baik di seluruh dunia.

"Permintaan kami sederhana: kami meminta Anda mengenakan pajak kepada kami, orang terkaya di antara masyarakat," demikian pernyataan para miliarder dalam surat berjudul Proud to Pay, dikutip dari The Guardian, Minggu (21/1/2024).

"Hal ini tidak akan mengubah standar hidup kita secara mendasar, atau merampas hak anak-anak kita, atau membahayakan pertumbuhan ekonomi negara kita. Namun hal ini akan mengubah kekayaan pribadi yang ekstrem dan tidak produktif menjadi investasi bagi masa depan demokrasi kita bersama," kata mereka.

Para penandatangan dalam surat itu mencakup miliarder dari 17 negara termasuk pewaris Disney Abigail Disney; Brian Cox yang berperan sebagai miliarder fiksi Logan Roy di Succession; aktor dan penulis skenario Simon Pegg; dan Valerie Rockefeller, pewaris dinasti AS.

Miliarder dalam surat tersebut juga menyoroti kesenjangan yang telah mencapai titik kritis, dan dampaknya terhadap risiko stabilitas ekonomi, sosial dan ekologi.

"Singkatnya, kita perlu tindakan sekarang," tegas mereka.

Sebuah jajak pendapat baru terhadap kelompok super kaya menunjukkan bahwa 74 persen mendukung pajak yang lebih tinggi atas kekayaan, untuk membantu mengatasi krisis biaya hidup dan meningkatkan layanan publik.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Survation atas nama kelompok kampanye Patriotic Millionaires, mensurvei lebih dari 2.300 responden dari negara-negara G20 yang memiliki aset yang dapat diinvestasikan lebih dari USD 1 juta.

Aset itu bahkan belum termasuk rumah mereka, menempatkan mereka dalam 5 persen kelompok miliarder terkaya.

4 dari 4 halaman

58 Persen Miliarder Dukung Pemberlakukan Pajak Kekayaan 2 Persen

Jajak pendapat tersebut juga menemukan bahwa 58 persen mendukung pemberlakuan pajak kekayaan sebesar 2 persen bagi orang-orang yang memiliki kekayaan lebih dari USD 10 juta, dan 54 persen berpendapat bahwa kekayaan ekstrem merupakan ancaman bagi demokrasi.

"Jajak pendapat ini tampaknya menunjukkan bahwa di seluruh dunia, termasuk orang-orang terkaya, ingin mengenakan pajak kepada orang-orang super kaya. Jadi, di manakah letak kepemimpinan dari perwakilan terpilih kita yang memiliki kekuasaan untuk benar-benar melakukan hal tersebut? Kita, orang-orang terkaya, sudah lelah karena tidak adanya tindakan, sehingga tidak mengherankan jika para pekerja, yang berada di ujung tanduk perekonomian kita, telah kehilangan kesabaran," ujar Guy Singh-Watson, petani asal Inggris yang menjadi pengusaha pengiriman kotak sayuran Riverford.